Kamis, 18 Oktober 2012

Teologi Matius 25:1-12 GADIS YANG BODOH DAN GADIS YANG BIJAKSANA


I.         Pendahuluan

Injil Matius merupakan salah satu dari injil sinoptik. Injil Matius ini berfokus untuk menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Setiap injil sinoptik memberitahukan tentang siapa Yesus. Dan salah satunya adalah injil Matius ini yang memberitahukan Yesus Anak Allah. Dalam injil ini penulis menuliskan beberapa perumpamaan dan salah satu dari perumpamaa tersebut adalah perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh. Perumpamaan ini merupakan suatu perumpamaan yang membuka wawasan berpikir pembaca tentang apa yang sebenarnya diajarkan oleh perumpamaan tersebut kepada pembaca.
Yesus kristus memakai perumpamaan untuk mengajarkan kepada ssemua orang tentang kedatangan Anak manusia seumpama dengan gadis-gadis bijaksana dan gadis-gadis bodoh menyongsong mempelai pada waktu malam. Dan gadis-gadis yang bodoh tersebut tidak mengisi minyak ke dalam lampunya sehingga ketika mempelai terlambat datangnya mereka tidak mempunyai minyak dan mereka meminta kepada gadis bijaksana. Gadis bijaksana tidak memberikannya dan ketika gadis-gadis bodoh mencari minyak maka mempelainya datang dan gadis-gadis yang bijaksana mmenyongsong mereka dan masuk ke rumah. Ketika gadis-gadis bodoh kembali, rumah telah dikunci.
Dalam paper ini penulis akan mencoba memaparkan tentang teologi yang diajarkan dalam Matius 25:1-12. Apa yang ingin dikatakan penulis kepada pembaca melalui perumpamaan gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh tersebut.

II.      Latar Belakang Penulisan Matius

Injil pertama menurut tradisi dianggap tulisan Matius Lewi, seorang pemungut cukai, yang dipanggil Yesus menjadi salah satu murid-murid-Nya. Waktu penulisan injil Matius ini tidak diketahui dengan sangat jelas.[1] Tetapi tempat penulisan kitab ini adalah di Antiokhia. Injil Matius kelihatannya ditulis setelah  markus, dan setelah ucapan-ucapan yang dikenal sebagai Q sudah dikumpulkan. Beberapa ahli berpendapat bahwa injil matius ditulis belakangan ketimbang injil Lukas sebab injil matius kelihatannya mengandung bahan-bahan yang mengacu pada peristiwa jatuhnya Yerusalem pada tahun 70 M (Mat 22:7; 24:3-28). Jadi, waktu penulisan injil matius tidak diketahui secara jelas. Tujuan penulisan dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bagaimana Yesus dari Nazaret mengembangkan serta menguraikan wahyu ilahi yang telah dimulai dalam nubuat tentang Mesias dalam perjanjian lama.
Pembukaan injil Matius itu unik, tidak ada yang serupa dengan injil-injil lainnya. Injil Matius menekankan semuanya kepada orang-orang Yahudi. Tema injil Matius adalah mengenai silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham dan juga perumpamaan-perumpamaan tentang kerajaan. Injil Matius juga berisi tentang Yesus adalah Mesias, Anak Manusia. Titik perhatian Injil Matius adalah pada unsur pendidikannya. Diantara injil lainnya. Diantara kitab-kitab injil lainnya ia palingh banyak mengandung khotbah-khotbah pendek,  maupun yang lebih panjang yang dikutip dari ajaran-ajaran Yesus. Matius berusaha menunjukkan pada para perngikut baru itu makna dari misis Yesus dalam hubungannya dalam perjanjian lama yang menjadi kepeercayaan rekan-rekan Yahudinya, dan yang pernah pula diajarakan kepada mereka. [2]
 Injil matius menunjukkan bahwa kabar baik yang diberitakan Yesus didasarkan pada hukum dan ajaran perjanjian lama. Di Gunung Sinai Allah memberi hukum yang mengatur hidup bangsa Israel kepada Musa. Demikian juga dalam khotbah di Bukit versi Matius, Yesus naik ke tempat yang tinggi, yaitu ke atas bukit, dan mengajarkan hidup yang sesuai dengan kehendak Allah.[3]

III.   Teologi Matius 25:1-12

Kunci dari Matius 25:1-13 ada pada ayat 13 yang menyatakan: Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya. Bagaimana kita harus berjaga-jaga dapat dibaca pada ayat 1-12, dan inti dari 12 ayat tersebut adalah kita termasuk orang yang bijaksana ataukah orang yang bodoh. Seringkali yang menganggap diri bijaksana adalah yang bodoh sedangkan yang dianggap bodoh adalah yang bijaksana. Di tengah dunia yang demikian dimanakah kita bisa menempatkan diri di posisi yang tepat. Ayat 12 menyatakan: Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Tuhan Yesus hendak menyatakan bahwa di titik terakhir yang menjadi point adalah bagaimana seseorang berelasi dengan Tuhan dan mengerti apa yang Tuhan katakan, bagaimana dia menjadi milik Tuhan dimana Tuhan menjadi gembalanya, bagaimana mereka bersekutu.
Kita perlu berjaga-jaga. Alasan kita perlu berjaga-jaga adalah yang pertama: dunia bergerak semakin lama semakin susah, banyak penderitaan dan masalah. Ketika manusia berhadapan dengan berbagai pergumulan, ada 1 ciri yang perlu diwaspadai didalam kita menjadi bijak, yaitu: mau meringankan/ mengentengkan semua problematika hidup. Manusia mengalami kelelahan, sedangkan dia suka hidup dalam kenikmatan (ciri hidup hedonis). Manusia berdosa selalu berusaha mendapatkan keinginannya tanpa perlu capek. Manusia ingin menjadi Tuhan tanpa melalui proses. Jawaban dunia atas segala permasalahan yang ada adalah manusia semakin acuh tak acuh. Inilah semangat pertama dari orang yang mengentengkan situasi.
Penyebab kedua: dunia tidak mau berpikir secara komprehensif/ totalitas melainkan secara pragmatis, menganggap gampang dan baru dipikirkan di kemudian hari. Semakin hari manusia berdosa akan menggarap dosanya dengan semakin besar. Manusia yang mencari gampangnya akan cenderung untuk merugikan orang lain. Semangat seperti ini dibangun melalui tekanan-tekanan yang digambarkan sebagai sosialitas yang bersifat dosa, yang disebut sebagai humaniora. Keadilan dan kebenaran tidak lagi ditegakkan karena ditutupi oleh pragmatisme sosial. Ini merupakan gejala yang sangat berbahaya saat ini.
Pengantin pria  datang terlambat pada waktu yang tidak diharapkan oleh para pengiring.[4] Oleh karena waktu kedatangan mempelainya tidak diharapkan maka perlulah untuk berjaga-jaga, di mana ketika mempelai datang mereka selalu siap untuk menyongsongnya. Tetapi yang terjadi pada gadis-gadis bodoh adalah kebalikannya. Di mana mereka tidak siap dan tidak berjaga-jaga untuk menyongsong kedaatangan mempelainya.
Sifat manusia berdosa adalah sifat yang sangat buruk yang digambarkan seperti gadis-gadis yang bodoh. Hal yang bisa kita pelajari dari gadis-gadis bodoh ini adalah:

1) mereka mengentengkan problematika yang sedang mereka hadapi.
Di satu pihak mereka sadar bahwa mereka harus menyalakan pelita mereka untuk mereka bertemu dengan sang mempelai laki-laki, tetapi di lain pihak mereka tidak mau direpotkan dengan membawa perlengkapan tambahan yaitu cadangan minyak. Ketika mempelai datang, gadis-gadis bodoh tersebut masih juga tidak memakai cara susah yaitu pergi membeli minyak melainkan mereka minta kepada gadis-gadis yang bijaksana. Sifat jelek seperti ini banyak dilakukan sampai dengan hari ini. Orang yang tidak mau susah selalu minta orang lain untuk berbagi dengannya, dan orang yang tidak mau berbagi disebut sebagai orang yang salah. Alkitab justru menyatakan untuk tidak perlu berbagi dengan orang yang demikian. Kita patut menolong orang yang sudah berjuang habis tetapi tetap tidak mampu, tetapi jangan menolong orang yang tidak mau berjuang tetapi mau enak.
Theologi Reformed berusaha mendidik orang menjadi komprehensif, mau berjuang sekeras mungkin, maka Tuhan akan ikut di dalamnya. Tuhan ingin kita berbijaksana dengan memikirkan seluruh aspek hidup kita (secara komprehensif), berani memikirkan semua kesulitan, berani bertanggung jawab untuk itu. Hal ini memang susah tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Dunia kita semakin hari semakin sama dengan gadis bodoh, yang tidak mau berjuang lebih keras dalam kesulitan tetapi menuntut orang lain untuk menjadi penolong. Pdt. Stephen Tong mengajarkan untuk kita menggigit bibir sendiri pada waktu kesulitan tetapi berbagi sebanyak-banyaknya dengan orang lain pada saat mendapat keuntungan. Inilah sikap orang yang bijak.
Seseorang yang semakin pragmatis akan semakin tidak mempunyai kekuatan untuk berhadapan dengan akhir zaman. Semangat pragmatis akan melumpuhkan seluruh perjuangan hidup spiritualitasnya dalam menghadapi dunia. Orang yang pragmatis semakin tidak punya kekuatan untuk berhadapan dengan dunia berdosa sehingga di banyak aspek dia terpaksa kompromi. Sebenarnya ketika kita takut mati pada saat itu kita sudah mati, karena ketika takut mati kita akan berkompromi dengan dosa dan menjual hak kesulungan kita. Orang tidak pernah berpikir dengan dia menggadaikan iman, kesucian dan kebenaran dia, dia sedang menjual keselamatannya kepada setan. Apakah kita termasuk orang yang diselamatkan, termasuk orang yang taat penuh kepada Tuhan ataukah kita hanya main-main dengan iman kita?
Sikap hidup komprehensif tidak bisa dicapai hanya dalam sehari melainkan dalam jangka waktu panjang. Peribahasa Tionghoa mengatakan: tentara diberi makan 1000 hari untuk menghadapi perang sehari. Untuk punya kekuatan melawan musuh diperlukan persiapan bertahun-tahun. Adalah terlambat kalau kita mau berpikir ketika kesusahan itu datang. Kita harus menghadapi kesulitan, tantangan agar kita bisa lulus dan memiliki kekuatan yang semakin besar.

2) hati yang tidak siap berhadapan dengan komitmen total.
Setiap komitmen akan menuntut adanya pengorbanan yang besar, sehingga orang takut untuk berkomitmen. Contoh yang terlihat mencolok pada zaman ini adalah: pernikahan dianggap tidak perlu dipertahankan lagi. Manusia berdosa cenderung tidak mau komitmen total melainkan di tengah-tengahnya, tidak hitam maupun putih melainkan abu-abu. Inilah semangat relativistik. Orang yang tidak mau komitmen total tidak akan memikirkan habis maupun mempersiapkan habis karena selalu menganggap adanya jalan lain. Inilah semangat hidup dengan separoh hati. Hanya iman Kristen yang menyatakan bahwa bukan banyak jalan menuju Surga tetapi hanya ada satu dan satu-satunya. Maka iman Kristen sangat dibenci orang. Iman Kristen menuntut adanya komitmen total, hati yang sepenuhnya, menyerahkan habis semua hidup, itulah yang dinamakan penyerahan total. Dunia tidak mau ini.
Gadis bodoh ingin sekali mendapatkan bagian dalam keselamatan didalam Kristus tetapi keinginannya tersebut tidak sepenuh hati sehingga mereka tidak bersiap sepenuhnya. Mengapa mereka tidak memikirkan bahwa minyak mereka bisa habis? Karena mereka berpikir tidak pernah memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi dalam semua aspek. Mereka tidak menyangka kalau mereka sekali maju dan tidak bisa balik lagi, kalau gagal berarti mati. Orang dunia akan komitmen habis untuk masalah dunia, untuk hal-hal yang bersifat dosa, tetapi tidak demikian halnya dalam mengikut Tuhan. Ada orang Kristen yang mengaku men-Tuhankan Kristus tetapi tidak disertai dengan seluruh hatinya. Kata komitmen tidak memiliki komitmen didalamnya alias kosong. Iman yang dimiliki juga iman yang kosong. Hal ini berarti menipu dirinya sendiri, dan resiko terbesarnya adalah pada dirinya sendiri yaitu mati.
Dunia terus berubah dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Akibat perubahan yang sangat cepat ini, manusia yang biasa bermain di tengah dunia akan mengambil sikap mengambang, membiarkan diri dibawa putaran arus yang semakin hari semakin kuat, akibatnya dia akan kesulitan untuk mendapatkan pegangan yang kuat dan tidak punya kekuatan lagi untuk melawan. Kalau kita bisa memiliki pegangan yang kuat/ batu karang yang kokoh maka ketika kesulitan datang kita tidak akan bergeming. Adalah celaka kalau yang dipegang adalah kerikil sehingga akan terlepas dan membuat orang hanyut kembali.
Di tengah pusaran dunia yang semakin kuat, kita perlu berhenti di tengah-tengah pusaran agar tidak terlempar keluar. As roda juga tidak boleh bergerak ketika roda bergerak. Jadi kita harus berada di pusat/as agar ikut terbawa dalam perubahan. Kita harus memiliki 1 komitmen, mata yang terfokus, pegangan yang kuat, untuk dapat menghadapi dunia ini. Iman yang sesungguhnya adalah dengan terus beriman kepada Kristus sebagai sang mempelai laki-laki, tidak mau dibias oleh tawaran apapun dari dunia ini. Apa yang tertanam dengan indoktrinasi kuat dalam hidup kita tidak akan gampang digoyahkan. Seberapa kita fokus, seberapa kita tajam dan seberapa kita menyatakan ya atau tidak, itu akan menentukan kekuatan kita melawan tantangan dunia ini. Untuk memiliki kekuatan melawan dunia diperlukan komitmen total.
Kita harus mencontoh gadis bijaksana yaitu dalam hal memiliki cadangan. Orang yang bijaksana memiliki cadangan yang besar, sedangkan orang yang tidak bijaksana tidak memiliki cadangan. Tuhanlah sumber dan landasan dari semua cadangan yang bersifat tidak terbatas. Seluruh kuasa ada di tanganNya dan menghasilkan produktifitas yang tak terbatas. Penciptaan adalah bukti dari ketakterbatasan Tuhan dalam cadangan. Allah bisa mengeluarkan semuanya ini dari cadanganNya tanpa perlu kuatir cadanganNya habis. Semua yang dijalankanNya terbukti terpelihara dengan baik, bahkan Allah terus bekerja dan tidak pernah berhenti bekerja.
Hanya Tuhan yang bisa mengubah energi menjadi materi. Manusia hanya bisa mengubah materi menjadi energi. Tidak pernah ada ciptaan apapun yang bisa menghasilkan kuasa untuk mencipta. Manusia bisa mematikan apapun dengan mudah tetapi tidak pernah bisa menghidupkan kembali. Manusia bisa memiliki kekuatan besar untuk memproduksi sesuatu jika dia kembali kepada Sumbernya. Manusia sebagai gambar dan rupa Allah sudah diberi Tuhan kapasitas untuk menggarap sesuatu yang besar. Ketika manusia melepaskan diri dari Tuhan, dia mulai kehilangan kapasitas itu.
Orang yang bijaksana adalah orang yang di titik pertama mau kembali kepada Sumber kekuatan/ hidupnya. Orang yang kembali kepada Sumbernya akan memiliki kelimpahan besar sehingga akan memiliki ketajaman melihat yang sangat besar. Orang yang demikian inilah yang disebut bijaksana. Jadi bijaksana adalah kemampuan memperhitungkan, mempersiapkan, menghadirkan segala sesuatu sehingga kita dalam segala sesuatu dapat mencapai apa yang Tuhan inginkan bagi hidup kita. Perjalanan dunia ini ada di tangan Tuhan, dimanakah kita menempatkan jalur hidup kita, di jalur keselamatan yang Tuhan rancangkan ataukah tidak.
Jadi inti terakhir dari berjaga-jagalah adalah dalam hal bijaksana, yaitu mau mengerti jalur Tuhan, berpikir seperti Tuhan berpikir. Kita harus punya cadangan yang sangat besar agar memiliki kekuatan untuk menghadapi dunia ini. Kita dapat siap siaga sampai akhir jika memiliki cadangan besar di belakang kita yaitu dengan kembali kepada Sumbernya. Seberapa kita hidup dalam Firman Tuhan akan membuat mata kita memiliki ketajaman untuk melihat semua kemungkinan dan mengambil semua langkah yang berbeda dengan yang diindoktrinasi oleh dunia.
Dengan fokus kepada eskatos akan membuat kita memiliki arah yang jelas, akan menghasilkan bijaksana yang tajam. Bijaksana yang tajam akan menghasilkan perhitungan yang bijak sehingga akan menghasilkan produktifitas yang tinggi.
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, 4sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana:Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. 9Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. 10Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
Pelajaran indah yang kita lihat dari Matius 25:1-13 ini, karena kita rindu untuk menjadi gadis-gadis bijaksana itu, kita rindu untuk menjadi gereja Tuhan yg bijaksana itu. Kita selalu berharap untuk menjadi gadis-gadis bijaksana, dan apakah itu hanya menjadi harapan, atau telah menjadi kenyataan. Karena, bila itu hanya menjadi harapan, maka pada saat kedatangan Yesus, kita akan tetap tertinggal. Tetapi, bila kita menjadi kenyataan dari gadis-gadis bijaksana tersebut, maka kitalah yg akan diundang untuk masuk ke dalam ruang perjamuan kawin tersebut. 
Pertanyaannya, apakah gadis bijaksana tersebut adalah mereka yg sama sekali tidak memiliki kekurangan/sempurna? Maka, saya katakan bila mereka adalah orang-orang yg tanpa kekurangan, maka saya berani jamin, bahwa tidak ada seorangpun yg lolos selamat. Karena secara jujur, setiap kita memiliki kekurangan dan kelemahan. Tetapi kriteria dari gadis-gadis bijakasana, adalah:



1.     Orang-orang percaya yg memiliki persiapan rohani
Dengan lain kata, orang-orang ini betul punya kekurangan dan kelemahan. Tetapi, ia mempersiapkan minyak yg cukup. Apa itu minyak yg cukup? Yaitu: Firman dan Kuasa Roh Kudus. Jadi, pada saat dia baca firman, dan ia tahu bahwa ia perlu berubah, maka ia berubah. Dan, kalaulah tahu bahwa ia sulit untuk berubah, karena ia telah melakukannya dan menjadi kebiasaan bertahun-tahun. Maka ia akan minta kuasa Roh Kudus untuk melakukannya. Tahukah saudara bahwa api bisa menyala, bukan karena kekuatan api tersebut, tetapi karena adanya minyak yg masuk ke dalam sumbu.
Iman kita bisa menyala, kalau kita memiliki Firman dan kuasa Roh Kudus. Bila kita tidak memiliki Firman, maka kita tidak punya kekuatan untuk hidup di dalam kebenaran, kita akan tetap tinggal di dalam kelemahan dan kekurangan kita. Tetapi, bila kita memiliki Firman, maka kita akan selalu disadarkan, sehingga kita akan berubah dari kekurangan dan kelemahan kita. Serta kita akan diberi Kuasa Roh Kudus untuk menolong kita. Sehingga kita mampu, karena Roh Kuduslah yang menjadi andalan dan kekuatan kita.

2.     Orang-orang percaya yg sadar, bangun lalu membereskan
Kita lihat pada ayat yg ke-7 Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Jadi, waktu kita tahu bahwa Firman Tuhan berbicara buat kita, kita harus tahu dan sadar terlebih dahulu. Waktu kita tahu bahwa sebagai seorang istri salah. Atau kita tahu bahwa sebagai orang muda kita salah, waktu kita tahu sebagai karyawan/pemimpin/pedagang/ bahkan sebagai pelayan Tuhan kita salah. Maka kita harus tahu dan sadar terlebih dahulu. Kadang kala kita tidak tahu dan sadar bahwa kita salah. Kita selalu menyalahkan orang lain, oh....saya begini karena mama saya atau saya begini karena suami saya/orang tua, dan lain-lain. 
Jadi, selalu yg menjadi kesalahan adalah orang lain. Jadi, yg paling penting adalah sadar terlebih dahulu. Mereka sadar bahwa mereka tertidur, mereka sadar bahwa mereka mengantuk. Jadi, bila mereka sadar bahwa mereka salah. Maka mereka harus bangun, mereka harus bangkit. Janganlah tinggal dalam kegagalan itu, janganlah tinggal dalam kebiasaan buruk itu. Mereka harus bangun, dan setelah bangun, mereka lalu membereskan pelita mereka. Mereka mau membereskan apa yg tidak benar. 
Mereka berani untuk minta maaf, periksa, apa yg engga beres di dalam hati saya, periksa apa yg engga beres di dalam pikiran saya. Apa yg engga beres dengan tontonan saya, apa yg engga beres dengan bacaan/pergaulan saya. Oh mungkin selama ini saya selalu membaca ramalan-ramalan nasib/perbintangan dan semuanya itu bertentangan dengan firman Tuhan. Maka mulai hari ini saya akan bertindak tegas, saya tolak semuanya. Saya sadar, saya bangun dan saya bereskan. 

3.     Orang-orang yg berani mengambil keputusan yang tegas
Kita lihat pada ayat yg ke-8 Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana:Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Jadi, saudara lihat bahwa teman sendiri kadang minta tolong, minta kasih dan belas kasihan. Tetapi mereka berkata pada ayat yg ke-9Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ.
Semua agama mungkin sama yg mengajarkan kebaikan, tetapi keselamatan hanya ada di dalam Yesus Kristus Tuhan. Yesus datang ke muka bumi bukan sebagai penyebar agama. Tetapi Yesus datang ke muka bumi sebagai Allah yang menyamar sebagai manusia, mencurahkan darahNYA untuk menusia. Mati di kayu salib sampai tetes darahNYA yang penghabisan, darahnya boleh habis, tetapi kasihNYA tidak pernah habis. Saya terlalu percaya bahwa Yesus bukan hanya sekedar Nabi dan penyebar agama. Tetapi Yesus adalah Tuhan yang dikatakan di dalam Alkitab dengan tegas,"Karena,di bawah kolong langit ini tidak ada Nama lain yang olehNYA kita bisa selamat,kecuali di dalam Nama Yesus Kristus Tuhan.
Kadang hanya menjalankan kegiatan agama, tetapi berlaku semena-mena dan menipu. Kadang menjalankan kegiatan agama tetapi tetap berzinah, egois dan penuh keserakahan. Tetapi, kalau saya tahu bahwa saya adalah pengikut Kristus, saya haruslah berjalan sesuai dengan kehendakNYA. Kita dapat berjalan dengan kepastian bahwa Sorga adalah harapan di dalam hidup saya. Karena, bukanlah agama yg menyelamatkan kita, tetapi Yesus Kristuslah yg menyelamatkan kita yg sudah mati buat kita. Kalaulah agama yg dapat menyelamatkan, maka agama akan menimbullah pertikaian. Itulah sebabnya di mana-mana kita melihat pertikaian dengan menggunakan agama sebagai alasannya. Karena, orang berpikir bahwa agama adalah sumber keselamatan. 
Allah tidak pernah memberikan agama sebagai jaminan keselamatan. Tetapi, Alkitab berkata, "Akulah jalan kebenaran dan hidup, di luar Aku tidak ada seorangpun yg sampai kepada Bapa." Jadi Yesuslah yg merupakan satu-satunya Juru selamat pada saat kita mau menerima Dia. Saya tinggalkan dosa, saya belajar Firman Tuhan dan hidup di dalam terangNYA, berjalan dalam kemenangan kuasaNYA sampai saya merebut Sorga rumah Bapa yg kekal.
Mempelai laki-laki adalah Mesias, dan gadis-gadis yang menyongsongnya dan menemani bersama mempelai perempuan ke rumahnya untuk menghadiri perjanmuan kawin adalah orang Kristen. lampunya merupakan obor yang menjadi padam bukan karena minyaknya habis terbakar tetapi karena obor tidak pernah berisi minyak, dan obor tidak dapat dinyalakan.[5]


IV.   Kesimpulan

Melalui perikop ini yang kita dapatkan adalah di mana kedatangan Anak Manusia itu tidah diharapkan oleh siapapun pada waktu yang tidak terduga. Oleh karena itu, perlu ada kewaspadaan dan harus selalu berjaga-jaga. Supaya pada waktu anak manusia datang pada waktu yang tidak diharapkan, setiap manusia itu selalu siap sedia.
Tuhan memakai banyak cara untuk mengingatkan kembali orang-orang percaya supaya melakukan apa yang diharapkan Tuhan untuk dilakukan dalam kehidupan setiap orang percaya. Yesus Kristus memakai banyak contoh yang biasa dilihat bahkan dialami oleh setiap orang percaya. Sama seperti perikop yang telah dibahas di atas, bahwa perumpamaan ini diambil dari kehidupan seshari-hari. Tetapi walaupun dari kehidupan sehari-hari, hal yang ingin diajarkan perikop tersebut sangat penting dan sangat berharga.


[1] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang:  Gandum Mas,2006), hal 183-184.
[2] B.F.Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal160-170.
[3] ________, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), hal 1561.
[4] Dianne Bergant, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hal. 70.
[5]________, tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu, (Jakarta-Yayasan Bina Komunikasi Kasih, 1990), hal. 118-119. 

Teologi Lukas 15: 11-32 PERUMPAMAAN ANAK YANG HILANG


I.     Pendahuluan
Alkitab merupakan kumpulan kitab-kitab yang memiliki tujuan dan pengajaran kepada pembaca. Dan setiap penulis kitab berbeda. Salah satu dari kitab tersebut adalah injil Lukas. Dalam inijil Lukas terdapat beberapa pasal dan beberapa perikop. Dan beberapa dari perikop tersebut juga ada yang menuliskan tentang perumpamaan, salah satu perumpamaannya adalah tentang perumpamaan anak yang hilang. Perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-32) tidak terlepas kaitannya dengan perumpamaan sebelumnya, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang dan perumpamaan tentang dirham yang hilang. Perumpamaan ini diajarkan oleh Yesus Kristus kepada orang-orang yang mendengarkan-Nya yaitu para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Pada saat Yesus mengajarkan tentang perumpamaan ini maka bersungut-sungutlah para ahli taurat dan orang-orang Farisi karena Yesus kristus bersama-sama dengan para Pemungut cukai dan orang-orang berdosa itu. Dalam perumpamaan ini kita belajar banyak hal, di mana banyak orang menafsirkan bahwa yang diajarkan oleh penulisnya kepada pembaca adalah tentang “anak yang hilang itu”. Tetapi dalam paper ini, penulis akan mencoba memaparkan tentang beberapa ajaran yang kita dapatkan dari perumpamaan ini. Dan juga tujuan penulis dalam perikop ini.

II.  Latar belakang penulisan Injil Lukas
Lukas adalah seorang seniman dan ia menulis-lukisan bagi greja yang pertama.  Penulis kitab ini juga tidak diberitahukan secara jelas. Tetapi tradisi-tradisi yang mengaitkan injil keiga dengan seseorang yang bernama Lukas berasal dari abad ke-2 M. ciri khas injil ini adalah injil Lukas merupakan jilid pertama dari dua jilid sejarah mengenai kekristenan mula-mula yang dilanjutkan dalam kisah para rasul. Gaya dan jenis bahasa kedua kitab ini begitu mirip sehingga tidak ada keragu-raguan lagi bahwa keduanya merupakan hasil karya satu orang penulis yang ditujukan kepada orang yang sama, yakni Teofilus (Lukas 1:1-4; kis.1:1). Menurut paulus, Lukas adalah seorang dokter, yang berasal dari Antiokhia di Siria. [1]
Ada dua batas waktu yang menandai perkiraan masa penulisan injil Lukas yaitu sebelum kisah para rasul dan setelah perkembangan agama Kristen sampai kepada saat ketika dia mulai menarik minat orang asing seperti teofilus. Mungkin kisah para rasul ditulis sebelum akhir masa penahanan Paulus yang pertama di Roma, karena penyudahan yang tiba-tiba menunjukkan bahwa penulis sudah kehabisan cerita.
Secara umum injil Lukas mengikuti urutan peristiwa-peristiwa seperti yang termuat dalam matius dan markus, disertai beberapa tambahan yang khas. Catatan tentang kealahiran Yohanes pembabtis  dan kelahiran  serta masa kecil Yesus. Dalam kitab ini ceritanya begitu hidup dan diungkapkan dengan begitu baik hingga orang dapat melihat Yesus sebagai tokoh sejarah yang nyata, bukan sekadar tokoh yang abstrak suatu karangan. Dalam kitab ini Yesus digambarkan sebagai Anak Manusia, menunjukkan bagaimana Ia hidup diantara manusia, dan bagaimana Ia menilai mereka serta apa yang dilakukan-Nya bagi mereka.
Tujuan penulisan dalam kata pengantarnya kepada seorang teofilus supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar. Ia juga mengatakan bahwa ia melakukan pekerjaannya dengan cara yang biasa oleh seorang sarjanawan, ia mempelajari laporan-laporan yang ditulis orang lain, dann berdasarkan laporan-laporan tersebut menulis sebuah laporan yang teratur.

III.             Teologi Lukas 15: 11-32
Injil Lukas dalam pasal yang ke 15 menuliskan tiga perumpamaan, dan salah satu dari tiga perumpamaan tersebut ada tertulis dalam injil Matius. Dalam Matius berbicara tentang perumpamaan domba yang hilang, itu berbicara tentang pentingnya semangat kerasulan, dan Lukas menyangkut masalah kegembiraan besar bahkan dalam kalangan para Malaikat karena apa yang telah hilang telah ditemukan kembali.[2] Perumpamaan anak domba yang hilang mengkhususkan gagasan mengenai cinta kasih Allah yang lemah-lembut, terlebih-lebih kalau didengarkan dengan latarbelakang perjanjian lama dan ucapan-ucapan Yohanes. Dirham yang hilang itu mungkin sekali adalah dirham yang didapati pada tudung kepala wanita tersebut; tentunya wanita itu sangat miskin, kalau permata hiasannya hanya hanya sepuluh mata uang. Allah akan lebih bersukacita atas satu orang berdosa yang bertobat daripada sembilan puluh sembilan orang benar yang berpola pada dirinya sendiri.
Perumpamaan kedua mirip dengan perumpamaan pertama tadi dan ditujukan pada wanita. Perumpamaan ini hanya Lukas yang mengisahkannya. Perumpamaan ketiga juga demikian hanya Lukas sendiri yang mengisahkannya. Perumpamaan ketiga ini berfokus pada “Bapa Yang Murah Hati”, sebab perumpamaan ini melukiskan kerahiman Bapa Surgawi yang melimpah ruah. Pada perumpamaan ini dibagi dua bagian yaitu dimana pada bagian yang pertama dari Lukas 15: 11-24 tentang anak yang terjerumus dalam pekerjaan najis yang sangat merendahkan martabat orang Yahudi yang saleh yaitu menjadi penjaga babi. Perutnya sudah harus puas dengan ampas-ampas kacang yang menjadi makanan babi, tetapi makanan binatang itu menyebabkan perutnya sakit. Namun demikian tak seorangpun yang sudi memberikan sesuatu kepadanya. Ia terpaksa mencuri. Kemudian kembalilah anak itu ke rumahnya, bukan karena hal itu suatu keharusan, melainkan karena terdorong oleh ingatannya pada kebaikan Bapanya. Yang kedua dari Lukas 15:25-32 yaitu tentang kakaknya dari anak yang hilang tersebut. Pada perumpamaan ini dia memerankan ahli Taurat dan orang Farisi yang belum pernah melanggar perintah ayahnya.[3] Di mana anak sulung itu marah, karena sikap bapanya kepada si bungsu. Si sulung memberikan penjelasan tentang kemarahannya dimana dia selalu setia melayani bapanya, dan tidak pernah melanggar perintah bapa, tetapi anak bapa itu (si bungsu) telah menghabiskan harta kekayaan bapa. Dan bisa juga kemarahan si sulung karena untuk menyambut anak bungsu, bapanya menyembelih anak domba, tetapi untuk yang sulung tidak pernah. [4]
Dalam perumpamaan ini juga mengajarkan kepada kita supaya kita setia kepada Allah, dan ketika kita menyimpang dari Allah haruslah segera berbalik kemabali kepada Allah. Dan setiap orang yang hilang dapat kembali kepada Allah karena Allah menerima orang yang mau datang kembali kepada Allah.[5]
Yang diajarkan dari perumpamaan ini sangat banyak. Kita dibawa melalui perumpamaan ini dengan melihat kehidupan kita, dimana dalam perumpamaan ini, Yesus mengambilnya dari kenyataan yang terjadi dalam orang-orang yang ada disekitarnya. Dan perumpamaan yang Dia sampaikan itu merupakan perumpamaan yang tidak susah untuk dimengerti oleh orang-orang yang mendengarkan-Nya. Dia tidak mengambil dari gaya hidup orang lain tetapi Dia mengambiklnya dengan melihat kehidupan orang-orang yang ada disekelilingnya.
Perumpamaan anak yang hilang merupakan salah satu cerita pendek yang terbaik sepanjang masa.[6] Perumpamaan ini tidak terlepas kaitannya dengan perumpamaan-perumpamaan sebelumnya dan ketiga perumpamaan (domba yang hilang, dirham yang hilang, dan domba yang hilang) ini memiliki satu tujuan pengajaran yang sama. Tujuan penulis dalam teks ini adalah untuk menunjukkan bahwa ketika salah satu dari apa yang dia miliki itu hilang, dia akan cari sampai dapat dan hal itu menunjukkan kasihnya yang selalu mengasihi dan ketika miliknya hilang dan kembali maka dia akan bersuka cita.
Dalam perikop ini penulis mengajarkan tentang ketika anak itu jauh dan menyeleweng dari Bapanya bahkan telah jauh dari-Nya, maka ketika sang anak sadar dan menjalani apa yang dia inginkan itu dengan sendiri, maka dia akan mengingat Bapanya kembali dan dia akan kembali dengan sendirinya. Ketika dia kembali dan bertemu dengan Bapanya, maka Bapanya menyambut dia dengan penuh sukacita.
Perumpamaan ini biasanya diceritakan untuk mengajak berpikir mengenai hal-hal yang lebih dalam, bukan mengenai hal-hal yang bisa dikenakan begitu saja ke dunia sekitar, bukan pula untuk dituduhkan diam-diam dalam hati sekalipun. Dimana, beberapa orang menafsirkan perikop ini, dengan mengatakan bahwa pengajaran yang mau diajarkan oleh penulis kepada pembaca yaitu tentang anak bungsu yang mau datang kembali kepada bapanya.
Pokok pembahasan dari perikop ini adalah tentang kaum Farisi dan imam-imam kepala, yang merasa malu ketika melihat Kristus bergaul dengan orang dari kelas rendah dan orang-orang yang terkenal berdosa. Perumpamaan ini merupakan teguran terhadap keegoisan dan formalisme - kepada orang-orang yang percaya kalau mereka memiliki hak jalan terlebih dulu secara rohani dan orang-orang yang kurang layak, yang bersenang-senang dalam kebaikan ilahi sudah pasti iri hati atau selalu mencela terhadap sambutan hangat yang disampaikan kepada orang berdosa yang telah ditebus. Ajaran ini berlaku bagi orang- orang masa kini yang tidak bersimpati dengan pekerjaan misi penyelamatan yang sedang berlangsung, dan meragukan pertobatan orang-orang jahat. Perumpamaan ini menegur orang-orang seperti itu, tetapi juga menyampaikan suatu ajaran yang berat misalnya tentang kejahatan dosa. Sang ayah mengampuni anaknya yang lebih muda dan memberinya sambutan penuh sukacita, tetapi dia berkata kepada anak yang lebih tua, "Semua yang Kumiliki juga kaumiliki"; yang mengisyaratkan bahwa kehilangan warisan ayah oleh anak yang bungsu tidak dapat dikembalikan. Orang berdosa didesak supaya bertobat, dan dijanjikan akan diampuni, tetapi waktu yang telah dibuangnya, dan kesehatan yang telah disia-siakannya, serta kejahatan yang telah dilakukan oleh contohnya, adalah kejahatan-kejahatan yang tidak dapat diperbaiki.
Pengampunan dari sang ayah merupakan satu hal yang sangat jarang ditemui dimanapun, di mana dalam hal ini sang ayah itu adalah seorang yang penuh kasih dan penuh pengampunan kepada anaknya sekalipun anaknya itu melakukan kejahatan kepadanya. Dan inilah hal yang diajarkan oleh penulis kepada kita yaitu tentang kita yang berdosa ketika kita datang kembali kepada Allah, Dia akan mengampuni dan menerima kita kembali dengan sukacita. Bapak dalam perikop ini menggambarkan Allah kita yang penuh kasih kepada manusia yang hidup dalam dosa.

IV.                       Kesimpulan
Melalui perikop ini kita dapat mengetahui tentang Allah menerima kembali orang berdosa yang menyadari dosanya dan datang untuk memohon ampun kepada Tuhan. Allah adalah maha pengampun  dan pengasih kepada orang yang mau hidup dan mau bertobat di hadapan Tuhan, yang mau hidup sesuai kehendak-Nya. Manusia mempunyai harapan untuk hidup di dalam Tuhan bila manusia itu hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada manusia berdosa. Hal kerajaan Allah merupakan suatu hal yang dinantikan oleh orang-orang yang hidup di dalam Tuhan dan yang mau kembali kepada-Nya.




[1] B.F.Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal 254-260.
[2] _______, Tafsir Perjanjian Baru 3: Injil lukas, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal 174-176.
[3] Ibid, hal 176.
[4]B. J. Boland, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1996), hal 379.
[5] Munthe A. Kabar Baik Dalam Perumpamaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,___ ) hal. 8
[6]Merril C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), hal 228. 

PROFIL RUT


I.              Pendahuluan

Rut adalah salah seorang tokoh dalam kitab-kitab sejarah. Rut ini bukanlah hanya nama tokoh dalam kitab sejarah melainkan sekaligus nama sebuah kitab dalam kitab-kitab sejarah. Kitab Rut ini terjadi pada masa pemerintahan para hakim-hakim, yaitu pada masa kemurtadan bangsa Israel kepada Tuhan yang mengakibatkan terjadinya kekacauan, peperangan dan penghukuman Tuhan. Melalui Kisah Rut ini kita melihat masih ada terjadi masa damai yang bebas dari gangguan musuh, dan kisah Rut ini terjadi pada masa damai tersebut.
Rut adalah seorang perempuan Moab yang begitu menyayangi mertuanya, di mana ketika suami  dan anak-anak Naomi meninggal, Rut tidak mau meninggalkan dia, tetapi dia selalu setia menemani mertuanya, Naomi. Walaupun Naomi menyuruh Rut untuk kembali ke daerah asalnya dan meninggalkan Naomi, tetapi dia tidak mau meninggalkannya.
Dalam paper ini, penulis akan mencoba untuk menjelaskan tentang latar belakang dari seorang yang bernama Rut, apa yang dialami Rut dalam kehidupannya dan bagaimana dia menghadapi masalah dalam kehidupannya, serta bagaimana kita mengaplikasikan apa yang dialami Rut tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

II.           Latar Belakang Rut

Kisah tentang   Rut  terjadi di tengah-tengah zaman kekerasan yang dikisahkan  dalam buku  Hakim-hakim. Rut adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang  Israel. Walaupun suaminya sudah meninggal, ia tetap menunjukkan  kesetiaannya terhadap ibu mertuanya yang berbangsa Israel itu,  dan selalu beribadat kepada Allah umat Israel. Pada akhir kisah  ini Rut mendapat seorang suami baru dari antara sanak saudara  mendiang suaminya. Melalui pernikahannya yang kedua ini Rut  menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar. Kisah-kisah dalam buku Hakim-hakim menunjukkan kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Allah meninggalkan Allah. Sebaliknya, kisah Rut menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada seorang asing yang meninggalkan agamanya untuk percaya kepada Allah Israel. Oleh sikapnya itu ia menjadi anggota umat Allah.
Bencana kelaparan memaksa Elimelekh dan istrinya Naomi untuk pergi dari rumah mereka di Israel menuju negeri Moab. Elimelekh meninggal dan Naomi ditinggalkan dengan ke dua orang puteranya, yang kemudian menikah dengan dua gadis Moab, yaitu Orpa dan Rut. Setelah itu, ke dua puteranya meninggal dan Naomi hidup sendiri bersama Orpa dan Rut di tanah asing. Saat perjalanan pulang ke Betlehem, Orpa kembali kepada orang tuanya, tetapi Rut berketetapan hati untuk tinggal bersama Naomi. Ini adalah sebuah kisah tentang kasih, komitmen, dan pengabdian yang indah ketika Rut berkata kepada naomi, “kemanapun engkau pergi aku akan pergi, dan kemanapun engkau tinggal aku akan tinggal” (1:16). Rut akhirnya menikah dengan seorang pria kaya bernama Boas, yang kemudian melahirkan seorang putera bernama Obed yang merupakan kakek Daud. Kesetiaan Rut yang teruji mendapatkan upah seorang suami yang baru, seorang putera, dan sebuah posisi terhormat dalam silsilah garis keturunan raja, yaitu Yesus Kristus.
Secara historis, kitab ini menguraikan berbagai peristiwa dalam kehidupan suatu keluarga Israel pada zaman para hakim. Secara geografis, latar belakang 18 ayat pertama kitab ini adalah di tanah Moab (di sebelah timur Laut Mati). Sisa kitab ini terjadi dekat atau di Betlehem di Yehuda. Secara liturgis, kitab ini menjadi salah satu dari lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu  Hagiographa (“Tulisan-Tulisan Kudus”). Tiap-tiap tulisan ini dibacakan di depan umum pada salah satu hari raya Yahudi tahunan. Karena drama inti dalam kitab ini terjadi pada waktu panen, kitab ini biasanya dibaca pada Hari Raya Panen.
Karena kitab ini hanya merunut keturunan Rut sampai Raja Daud (Rut 4:21-22), mungkin sekali kitab ini ditulis pada zaman pemerintahan Daud. Penulis kitab ini tidak pernah disebutkan dalam Alkitab, sekalipun tradisi Yahudi (mis. Talmud) menyebutkan Samuel sebagai penulisnya.
Rut ditulis untuk menguraikan bagaimana melalui kasih yang berkorban dan pelaksanaan hukum Allah yang benar, seorang wanita muda Moab yang saleh menjadi buyut raja Israel, Daud. Kitab ini juga ditulis untuk melestarikan sebuah kisah indah dari zaman hakim-hakim mengenai sebuah keluarga saleh yang kesetiaannya dalam penderitaan sangat kontras dengan kemerosotan rohani dan moral yang umum di Israel pada masa itu.[1]
Rut merupakan salah satu kitab dalam perjanjian lama dan sekaligus nama penulis dan salah satu nama seorang tokoh dalam perjanjian lama. Kisah Rut merupakan suatu kisah yang sangat menarik untuk direnungkan. Mengapa saya katakan demikian? Karena kisah Rut ini merupakan suatu kisah yang menggugah hati, di mana kisah ini menceritakan tentang seorang asing yang tinggal di daerah asing dan bisa bertahan hidup di sana.



i.          Latar Belakang Kitab Rut
Kitab Rut merupakan tambahan kepada kitab hakim-hakim, yang melengkapinya dari dua segi. Pertama dari kitab hakim-hakim kita mendapat kesan tentang hidup peperangan dan kejahatan, dan kitab Rut menunjukkan bahwa ada juga kehidupan yang aman dan sentosa pada zaman hakim-hakim. Kedua, dalam kitab hakim-hakim ditunjukkan bahaya pernikahan dengan orang-orang di Palestina yang menyembah berhala. Dalam hal ini kitab Rut menekankan bahwa bahaya itu bukanlah soal suku atau ras. [2]
Kitab Rut memberi keterangan mengenai keturunan Daud yang berasal dari seorang perempuan Moab. Relasi antara orang Israel dan orang Moab kurang baik, hanya dimasa dahulukala ada relasi persaudaraan antara kedua bangsa ini.[3] Karena itu penulis kitab ini yang hidup pada masa sesudah pembuangan di Babylon, dan dengan sadar menghubungkan raja Daud dengan Rut, orang Moab itu, dengan maksud untuk memberikan protes terhadap orang Moab, yang menurut Ulangan dan Nehemia tidak bolah masuk ke dalam jemaat Yehuda.
Kisah Rut ini menceritakan sejumlah peristiwa yang terjadi pada zaman hakim-hakim, suatu periode sekitar 200 tahun sebelum Daud menjadi raja Israel pada tahun 1000 SM. Beberapa Istilah dan adat istiadat orang Ibrani yang disebut dengan kisah Rut berasal dari zaman ini. Akan tetapi beberapa istilah dan peraturan yang disebutkan di dalamnya berasal dari waktu yang jauh lebih kemudian kira-kira tahun 250 SM. Dengan demikian kisah ini diperkirakan baru ditulis beberapa abad setelah peristiwa yang dituturkan terjadi.[4]
Kisah Rut ini dituliskan untuk umat Israel bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana Allah mempergunakan orang Yahudi dan orang-orang dari bangsa lain untuk melaksanakan rencana-Nya di dunia. Rut bukian orang Israel melainkan orang Moab. Jaminan perlindungan dari keluarganya sendiri, ia lepaskan untuk hidup di Israel bersama dengan mertuanya, Naomi seorang janda israel yang kedua anak laki-lakinya telah meninggal. Ayat-ayat terakhir kisah ini menceritakan bagaimana Rut dan keturunanya menjadi nenek-moyang Daud, raja terbesar Israel.[5]

ii.          Latar Belakang Rut
Rut adalah seorang perempuan saleh dari Moab menantu Naomi, seorang wanita Yehuda yang telah ditinggal oleh suami dan kedua anak laki-lakinya ketika diam di Moab. Rut adalah seorang teladan bagus tentang seorang asing yang datang untuk mengenal Allah Israel melalui kontak dengan orang Israel. Ia sungguh membawa berkat bagi keturunan Abraham, dan ia juga diberkati melalui mereka. Ia adalah leluhur Daud, dan satu dari empat wanita, semua orang asing dalam silsilah Yesus menurut catatan Matius.[6]
Rut  adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang laki-laki Israel, kemudian suaminya meninggal. Ternyata Rut percaya kepada Tuhan, Allah Israel, dan dia lebih suka setia kepada mertuanya Naomi daripada kembali ke bangsanya sendiri ketika suaminya meninggal.[7] Walaupun Naomi menyuruh Rut untuk kembali ke negeri asalnya, Rut tetap tidak mau pergi meninggalkan mertuanya, Naomi, tetapi dia bersikeras untuk mendampingi Naomi kembali ke negeri asalnya.[8] Rut menjadi seorang asing di negeri asal Naomi, di Yehuda Betlehem.
Rut hidup pada zaman hakim-hakim memerintah atas bangsa Israel, setelah kematian Yosua dan sebelum adanya raja di Israel, yaitu 2 abad setelah perang antara Moab dan Israel yang pertama dan 80 tahun sebelum perang kedua, jadi diperkirakan sekitar abad ke-11 SM.
Rut diambil menjadi istri oleh Mahlon, salah seorang putra Elimelekh dan Naomi. Elimelekh, seorang Efrata dari suku Yehuda, membawa keluarganya pindah dari Betlehem, Yudea, ke tanah Moab, sewaktu ada kelaparan di tanah Israel.  Keluarga Elimelekh terdiri dari Naomi, istrinya, dan kedua putra mereka, Mahlon dan Kilyon. Setelah Elimelekh mati di tanah Moab,  kedua putra itu mengambil perempuan-perempuan Moab menjadi istri mereka. Kilyon terlebih dahulu menikah dengan Orpa, baru kemudian Mahlon menikahi Rut. Setelah 10 tahun berumahtangga, Mahlon dan Kilyon mati, sehingga keluarga itu sekarang hanya terdiri dari Naomi, dengan kedua menantu perempuannya, Orpa dan Rut. Walaupun suami-suami mereka sudah meninggal, Orpa dan Rut tetap menunjukkan kesetiaannya terhadap ibu mertuanya (Naomi) yang berbangsa Israel itu, dan rupanya selalu beribadah kepada Tuhan.

III.        Nilai-Nilai Teologis dan Aplikasi Pengalaman Rut pada Masa Sekarang

Kisah tentang   Rut  terjadi di tengah-tengah zaman kekerasan yang dikisahkan  dalam buku  Hakim-hakim. Rut adalah seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang  Israel. Walaupun suaminya sudah meninggal, ia tetap menunjukkan  kesetiaannya terhadap ibu mertuanya yang berbangsa Israel itu,  dan selalu beribadat kepada Allah umat Israel. Pada akhir kisah  ini Rut mendapat seorang suami baru dari antara sanak saudara  mending suaminya. Melalui pernikahannya yang kedua ini Rut  menjadi nenek buyut Daud, raja Israel yang terbesar.
Kisah-kisah dalam buku Hakim-hakim menunjukkan kesukaran-kesukaran yang terjadi karena umat Allah meninggalkan Allah. Sebaliknya, kisah Rut menunjukkan berkat-berkat yang diberikan Allah kepada seorang asing yang meninggalkan agamanya untuk percaya kepada Allah Israel. Oleh sikapnya itu ia menjadi anggota umat Allah.
  Isi dari Kitab Rut adalah:[9]
Pasal pertama, berbicara tentang Rut datang ke Betlehem,
Pasal kedua, berbicara tentang  Rut bertemu dengan Boas,
Pasal yang ketiga, berbicara tentang Pendekatan Rut dengan Boas,
Pasal yang keempat, berbicara tentang tindakan penebusan Boas dan perkawinan Rut dan Boas. 

i.      Nilai-Nilai Teologis
Meskipun kitab ini tidak berkaitan secara langsung dengan masalah-masalah teologis, karena berisikan kisah pribadi-priibadi tetapi terdapat penekanan teologis di dalamnya yaitu providensi Allah baik terhadapa Israel maupun terhadap janji Allah. Meskipun tidak terdapat percakapan langsung dengan Tuhan, tetapi tiga nama Tuhan yang terdapat di dalamnya yaitu YHWH, Elohim dan Shadday dan terdapat sumpah kudus dalam Rut 3:13 ‘demi Tuhan yang hidup’.[10]
Cerita tentang kisah Rut memperlihatkan bimbingan Allah yang penuh rahmat dan kehidupan keluarga tersebut. Pemeran utama dari drama itu adalah Allah sendiri dan hadirat-Nya dalam cerita itu terlihat mulai dari keluhan Naomi, "Janganlah sebutkan aku Naomi; sebutkanlah aku Mara, sebab Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku. Dengan tangan yang penuh aku pergi, tetapi dengan tangan yang kosong TUHAN memulangkan aku. Mengapakah kamu menyebutkan aku Naomi, karena TUHAN telah naik saksi menentang aku dan Yang Mahakuasa telah mendatangkan malapetaka kepadaku"
(Rut 1:20-21).[11]
Kitab ini menunjukkan bahwa Allah berkuasa atas peristiwa-peristiwa dalam kehidupan orang percaya kepada-Nya. Allah sendirilah yang memberikan tempat perlindungan, sehingga dengan siasat yang sederhana rencana perempuan tua dan perempuan muda yang cantik tersebut dapat terlaksana.[12]

ii.    Aplikasi Dalam Kehidupan Masa Sekarang
Imannya mengangkat dia dari kebanggaan kesukuan dan kebangsaannya sendiri. Ia berkata kepada Naomi,” bangsamulah bangsaku”. Kebanggaan kesukuan dan kebangsaan itulah suatu rintangan yang menyebabkan Tuhan tidak bisa memakai kita. Kita terlalu terikat pada suku, bangsa dan kebudayaan kita. Maka jika kita ingin dipakai Allah maka kita harus bisa bersatu dimanapun kita berada, dalam suku apapun. Iman Rut melepaskan dia dari kepercayaan dan agamanya yang sia-sia. Ia telah meninggalkan semua kepercayaannya kepada takhayul, berhala-berhala dengan berkata kepada Naomi, “Allahmulah Allahku”.  Sekarang Rut percaya kepada Allah Israel, pencipta langit dan bumi.[13]
Kitab Rut sangat berharga karena ajaran-bersifat khas dan pelajaran-pelajaran praktis yang ada di dalamnya. Beberapa kebenaran yang patut diperhatikan dengan harus dikumpulkan mencakup:[14]
1.      Sama seperti Boas menebus Rut, demikianlah juga Yesus Kristus, penebus kerabat yang termasyur, dengan harga yang mahal telah menebus gereja dan menjadikannya sebagai pengantin-Nya.
2.      Keadaan yang tak berpengharapan dari Rut orang bukan Yahudi itu mewakili semua orang berdosa yang berada dalam keadaan tanpa harapan. Rut dibawa dari negeri pembuangan lalu diberikan suatu tempat kehormatan.
3.      Kisah ini mengajarkan bahwa bahkan dalam lingkungan yang terburukpun ditemukan orang-orang yang berhati mulia dan murni. Secara politis, peristiwa-peristiwa ini terjadi selama masa suram di tanah Yehuda.
4.      Pemeliharaan Allah terhadap ciptaan-Nya diperlihatkan secara efektif. Walaupun boleh dianggap bahwa nasib mujur telah membawa Rut ke ladang Boas, peristiwa ini langsung berada dalam maksud Allah yang jelas.
5.      Dalam kitab ini dinyatakan kekuatan yang melampaui batas dan konsekuensi yang luas dari dari pilihan-pilihan khusus. Tingkat kehidupan Rut dan Orpa berbeda jauh sekali karena pilihan-pilihan yang mereka buat disepanjang jalan kehidupan. Rut menemukan kebahagiaan dan perlindungan di Yehuda, sedangkan Orpa menjadi orang yang tak berarti di Moab.

IV.        Kesimpulan

Melalui kisah Rut ini, menunjukkan bahwa Allah yang ada dalam kisah Rut ini adalah Allah yang penuh kasih yang selalu menjaga dan memelihara umat-Nya yang mau menyerahkan dirinya kepada-Nya. Di mana Allah senantiasa melindungi keluarga Rut, Naomi, mertuanya yang sudah ditinggal oleh suami dan anak-anaknya, dia tetap dipelihara Allah.
Melalui kisah ini kita dapat melihat tentang keteguhan serta kedaulatan Allah yang senantiasa berlanjut dalam kisah Rut ini. Di mana dalam kitab ini tokoh sendiri sadar akan kedaulatan Allah berkuasa atas peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokoh sendiri. Keteguhan allah juga dapat dilihat melalui kesetiaan Rut mengikut Tuhan dan komitmen dia untuk bergantung kepada Allah.




[1] David M. Howard, Kitab-Kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2009), hal 154.
[2] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 59.
[3] J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 156.
[4] ________, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2010), hal 423.
[5] Ibid, hal. 423.
[6] David M. Howard, Kitab-Kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama,, hal 154.
[7] Ibid, hal 58.
[8] Herlise Y. Sagala, Tafsir Kitab-Kitab Sejarah (Diktat), (Bandung: Sekolah Tinggi Teologia Bandung, 2012), hal 36.
[9] Ibid, hal. 36.
[10] Ibid, hal 35.
[11] W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1: Taurat dan Sejarah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), hal 322.
[12] Ibid, hal 322.
[13] H.L. Senduk, Kristus Dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: Yayasan Bethel, ___), hal 83.
[14] L. Thomas Holdcroft, Kitab-Kitab Sejarah,(Malang: Gandum Mas,1996) hal. 57.