Selasa, 25 Maret 2014

lagu batak rohani

Lirik Lagu Rohani "Ho Sipalua Ahu"

Di nalilu dalanki, ndang margogo pamatangki
Pangalu-aluani holan Ho do ale Tuhan
Pos rohakku situtu do hatam
Malum ahu ala balga holong nang gogom

Reff
Malum do ahu oh Tuhan
Ala durus ni mudar-Mi nang holong-Mi
Diburi Ho dosangki
Tangkas diboto Ho Tuhan sude na di ahu on
Gomos tangiangkon sai ho Tuhan pamalum rohakki.


Las Ni Roha Sian Surgo

Sari Simorangkir  
Las ni roha sian Surgo
Ido gogoni partodionku
Hu ida do Tuhan marhuaso
So galumbangi menak dongan laut
Las ni roha sian Surgo
Ido gogoni partodionku
Hu ida do Tuhan marhuaso
Haba habas Ho menak dongan laut
Haleluya Ho dibagasan rohakhon
Asa firman nang tondinghi
Paroha gogoon di ahu
Haleluya marolop olop rohakhon
Las ni roha sian Surgoi
Manggohi ahu

Sonang Do / Semua Baik versi batak


Sian mulana i, dipatupa Ho
Saluhut nasa lakkakki
Di bagas rohaMi Tuhan
Dalan nature diparade Ho
Dinasa ari arikki
Manggomgom tondikki

Sonang do, sonang do
Aha na binahen mi
Di bagas ngolukki
Sonang do Ai tung masai sonang
Na denggan di parade Ho
Sonang do au

Selasa, 18 Maret 2014

Antara Kaum Injili Dan Kaum Oikumenis (Kontroversinya Mengenai Fundamentalisme)

Judul              : Antara Kaum Injili Dan Kaum Oikumenis (Kontroversinya Mengenai Fundamentalisme)
Penulis            : Togardo Siburian
Penerbit          : Sekolah Tinggi Teologi Bandung
Jumlah hlm    : 250 hal

1.      MEMBACA SITUASI KONTEMPORER KEKRISTENAN INDONESIA: PERSELISIHAN DAN PERTIKAIAN

Kebangkitan agama dialami oleh semua agama-agama di dunia ini, termasuk kekristenan sebagai agama. Di Indonesia, kebangkitan agama-agama disoroti sebagai suatu kebangkitan kelompok-kelompok fundamentalistik di dalam kalangan agama-agama. Tidak terkecuali di dalam kekristenan, ada kelompok Kristen yang mengidentifikasikan munculnya apa yang dikatakan gerakan fundamentalisme. Secara umum, fundamentalisme agama adalah fenomena yang mendunia di mana para sosiolog (keagamaan) mendefenisikannya sebagai gerakan-gerakan soosial yang memecah masyarakat dan seringkali menuju kekerasan dengan kepemimpinan karismatik, dan menuduh keagamaan lama yang sudah mapan telah kehilangan kemurniannya dan menggunakan isu nasionalisme.
Banyak penelitian bahwa perkembangan kekristenan di Indonesia dibayangi oleh semangat polarisasi antar golongan-golongan Kristen. padahal, diakui atau tidak diakui perkembangan kekristenan di indoesia dipelopori dan diperjuangkan oleh dua kelompok Kristen yaitu kaum injili dan kaum oikumenis. Istilah injili dan oikumenis dipakai menunjukkan pada kelompok Kristen tertentu yang sudah dipakai dengan sebagai istilah yang saling berproposisi baik dalam pembicaraan biasa maupun dalam litertur-literatur yang diterbitkan oleh masing-masing kelompok kristen tersebut, pada dua dekade terakhir ini. Dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara kaum injili dan kaum oikumene, serta semakin meruncingnya pertentangan diantara keduanya, muncullah suatu istilah tambahan yang sering dikemukakan oleh kaum oikumenis terhadap kaum injili. Pelopor gerakan oikumene dengan rajin memakai istilah fundamentalisme atau cap kaum fundamentalis terhadap kaum yang terkesan bermusuhan dengan mereka yaitu kaum injili. Jadi bagi kaum oikumenis yang dimaksudkan kaum fundamentalis dengan fundamentalismenya adalah kaum injili pada umumnya atau setidaknya kaum yang memakai payung pengaman injili atau juga berlindung dibawah panji-panji golongan injili.
Secara eksternal dan fenomenal memang terlihat kaum injili dirugikan dengan tuduhan kaum oikumene tersebut, namun secara fundamental dan internal tidak dapat tergoyahkan, karena berdasarkan kekuatan Firman Tuhan dan didasarkan pada kemahakuasaan Firman. Kaum fundamentalisme secara historis adalah suatu golongan Kristen, yang ada pada mulanya muncul di Amerika Serikat pada awal abad 20-an dalam menghadapi liberalisme teologis.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memaparkan kembali secara singkat dan adil mengenai gerakan fundamentalisme, oikumenisme dan evangelikalisme. Kemudian menjelaskan pandangan kaum oikumenis tentang fundamentalisme dan pandangan kaum injili tentang fundamentalisme. Fundamentalis dan fundamentalisme memiliki persamaan dan perbedaan di mana persamaan dan perbedaan keduanya dalam sikap dan hal-hal doktrinal serta ketergabungan dan keterpisahan kedua golongan tersebut dalam sejarah gereja.

2.      DUA GERAKAN UTAMA DALAM PROTESTANISME MASA KINI: OIKUMENISME DAN EVANGELIKALISME (INJILI)

Reformasi adalah suatu gerakan dalam sejarah gereja yang berdampak sampai pada kekristenan sekarang. Kadang kala pengertiannya dipersempit menjadi protestan yang berpengertian umum non-katolik Roma dengan segala macam implikasi dan implementasinya bagi gereja. Pada masa kini protestanisme dipelopori oleh tiga gerakan besar yaitu evangelikalisme, oikumenisme dan fundamentalisme dengan perselisihan antara  mereka. Kelompok Kristen masa kini dari jalur atau gerakan reformasi awal menolak untuk dipersamakan dengan protestan, demikian juga sebaliknya sehingg gerakan ini diberikan nama pentakostalisme dan karismatik (neo pentakostalisme).
Sebagai suatu gerakan protestan, maka oikumenisme bersifat interdenominasi dengan merangkul banyak ajaran teologis dan aliran Kristen dari gereja-gereja yang berseberangan. Sedangkan evangelikalisme bersifat transdenominational (non denominational) yang secara sewajarnya dapat terdiri dari lembaga-lembaga, denominasi-denominasi bahkan perorangan dibawah istilah gereja. Ciri suatu gerakan adalah suatu yang dinamis dan bergerak mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama secara konsensus dan ketekadan dari beberapa golongan atau pribadi, yang walaupun mempunyai perbedaan khusus namun secara umumnya mempunyai tujuan bersama di atas tujuan dan kepentingan golongan. Suatu gerakan (movement) adalah suatu usaha yang dengan sadar dan terencana dijalankan dengan motif, dan akibat-akibat yang telah diakui secara umum dan dilakukan secara sistematis. Jadi masing-masing gerakan tersebut mempunyai ideologi khusus tertentu yang membedakan satu dengan lainnya secara radikal.

Gerakan Evagelikal (Injili)
Istilah evangelikal atau injili adalah istilah alkitabiah yang berasal dari kata benda Yunani euanggelion, injil (euanggelizomai, memberitakan injil). Perjanjian baru memakai kata benda euanggelion dengan tiga pengertian yaitu 1. Kabar baik, kabar gembira (Mat. 4:23; 9:35), 2. Injil atau ajaran injil (Mat. 26:13; 8:35), 3. Khotbah injil atau pengajaran injil (1 Kor. 4:15; 9:14). Secara pergumulan dan rumusan doktrinalnya teologi injili adalah pergumulan kekristenan barat, eropa kemudian ke Amerika Utara sehingga sering diklaim sebagai milik orang kristen barat. Berjalannya waktu pemikiran-pemikiran teologis ini semakin terkristalisasi dan telah terinstitusikan dalam suatu gerekan yang bernama evangelikalisme.
Secara khusus perbedaan kaum injili dan non injili dapat dimengerti berdasarkan asas-asas: 1. Keteguhan pada doktrin ineransi Alkitab, 2. Keunikan Kristus sebagai Tuhan; Allah dan manusia sejati, 3.Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, 4. Mengemban mandat ilahi berganda pembaharuan spiritual dan pembangunan kultural. Dari segi dinamika pengikutNya menjadi: 1. Orang yang mengalami pengalaman pertobatan yang subjektif dan sering disebut dengan kelahiran kembali atau diselamatkan, 2. Orang-orang yang tunduk pada otoritas Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan oleh Allah, 3. Orang-orang memberitakan imannya atau penginjilan,
Jadi evangelikan adalah suatu nama kelompok Kristen yang bersifat interdenominasi dan sudah umum di abad 20 yang lalu, yang digunakan untuk menjelaskan suatu gerakan internasional yang berkomitmen pada ajaran-ajaran protestan yang historis dan terpanggil untuk mempertahankan teologi protestan ortodoks. Karena itu sering disebut injil konservatif, yang membedakan katolikisme oikumenisme dan sekte bidat. Keunikan lain gerakan ini adalah pentingnya pemberitaan injil, di mana Allah menganugerahkan keselamatan, berdasarkan penebusan pengganti Kristus bagi manusia yang berdosa.
Kaum injili adalah pewaris reformasi yang masih mempertahankan otoritas Alkitab dan Kristus, serta secara konservatif membedakan diri dari orang-orang protestan yang terkemudian, yang sudah tidak berpegang pada otoritas Alkitab lagi. Kaum injili identik dengan kaum reformasi yang secara umum lebih dikenal dengan Lutheran bahkan sebutan protestan pada ukuran masa kini yang konon pada waktu itu ditolak oleh Martin Luther sendiri. Luther tidak menerima sebutan protestan tetapi menerima dengan senang hati sebutan evangelisch (injili).
Seiring berjalannya waktu, kaum injili atau protestan mengalami degrasi dalam pelayanan, pengalaman dan kepercayaannya, ketika masuknya ajaran-ajaran modernisme akibat derasnya arus rasionalisme, dan juga modernisme pencerahan. Protestanisme sebelum bereaksi keras terhadap penyimpang katolikisme, pada abad-abad ini lebih tertarik pada pembelaan rasio dan humanisme sehingga meniggalkan kesetiaannya pada ajaran-ajaran ortodoksi dan otoritas Alkitab bagi iman dan praktek hidup kekristenan. Orang protestan yang dikatakan injili sudah tidak mau setia lagi pada ajaran injil Allah dan ajaran Alkitab, tetapi lebih mengutamakan kemuliaan manusia artinya banyak orang injili tidak memegang prinsip-prinsip reformasi yang selama ini menjadi jantung eksistensinya. Kaum injili sekarang sebagai pewaris reformasi yang ortodoks yang menekankan keselamatan hanya berdasarkan injil saja, bukan pada gereja, yang sering dianggap sebagai penyalur resmi keselamatan. Hal ini sebenarnya mengungkapkan  bahwa selanjutnya reformasi dalam tubuh protestanisme bercabang dua yaitu bersifat konservatif dan bersifat liberal.
Pada permulaan abad 20, kaum injili bereaksi sebagai fundamentalis dan menghadapi modernisme dan teologi liberal. Kaum fundamentalis pada waktu itu adalah orang –orang yang secara militan mempertahankan ajaran-ajaran dasar kekristenan yagn dipercaya sepanjang zaman (ortodoksi). Ketika kaum fundamentalis semakin berkembang secara moral dan bertambah kuat dengan masuknya banyak golongan konservatif yang lain seperti dispensasionalisme, maka kaum fundamentalis semakin ekstrim dan suka berkelahi terhadap kawan-kawan injili konservatif yang lain yang hidup  memisahkan diri dari masyarakat serta bersikap negatif terhadap dunia luar dan pada titik inilaj terbentuk gerakan forman yang dinamakan fundamentalisme.
Pada waktu kemudian, kira-kira tahun 1930-an, banyak orang injili konservatif yang tergabung di dalam kelompok fundamentalis awal keluar dari gerakan ini, karena dirasakan gerakan tersebut menyimpang dari gerakan mula-mula. Gerakan ini dimulai disebut gerakan neo-evangelism. Pada masa sekarang ini neo-evangelikalisme adalah gerakan yang paling komprehensif dan mencakup kontroversi injili, sekaligus menempatkannya identik dengan nama injili itu sendiri dan dapat dikatakan menjadi ibu yang menurunkan mode-mode gerakan injili paling kontemporer, sejak tahun 1960-an.  Gerakan injili adalah suatu gerakan reaksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang muncul di dalam sejarah gereja. Pertama terhadap ketidakkonsistenan Roma Katolik. Kedua terhadap kesesatan kaum modernis/ teologi liberal.dan ketiga terhadap kenegatifan sikap-sikap dan ekstrim dari fundamentalisme.
Kaum fundamentalisme mula-mula tidak ingin memihak pada fundamentalisme ekstrim dan mempertimbangkan gerakan injili baru sebagai sesuatu yang baik tetapi juga terjatuh dalam kompromis radikal dan tetap berada dalam sebutan lama kaum injili konservatif yang setara dengan sebutan establishment evangelicals dan dikontraskan dengan young evangelicals. Ada beberapa variasi yang ada diantara kaum injili yang didasarkan pada: prioritas tekanan yang relatif, penambahan fokus pelayanan yang dipilih dan penafsiran Alkitab yang lebih tepat atas elemen-elemen pengukur tersebut. Ada juga dua gerakan injili yang dicatat sebagai usaha reuni  dikalangan orang Kristiani, yaitu Catholic Evangelicals dan Ecumenical Evangelicals.
Kaum injili adalah orang-orang yang masih setia kepada ortodoksi Kristen dan secara jujur diakui sebagai kaum fundamentalis mula-mula. Sejak saat itu semakin diteguhkan bahwa pengertian injili adalah orang-orang yang setia paa kebenaran injil dan memberitakan injil. Gerakan injil masuk ke Indonesia sejak 70-an abad yang lalu, secara formal keberadaannya dipertegas dala pendirian persekutuan injili Indonesia yang dibentuk dalam wadah gerakan injili, yang menampung bukan hanya geraja yag formal tetapi juga yayasan dan pribadi yang berwatak injili. Tetapi sekarang banyak dari anggota PII dari gereka pntakosta dan orang-orang karismatik atau yayasan juga sekolah teologi yang beraliran karismatik. Gerakan evangelical berakar pada peristiwa reformasi, bahkan gerakan ini pada saat ini kelanjutan dari gerakan reformasi Great Evangelical Aweking dari kebangunan rohani pietis dan puritasn dan evangelical alliance.

Gerakan Oikumene
Oikumene berasal dari dua kata menurut orang-orang oikumenis yaitu oikos dan menein. Jadi oikumene itu adalah bentuk pattisip presen dari kata kerja oikeo. Konotasi kata ini dibawa masuk ke dalam lingkungan gereja menjadi the whole household of faith yang menyangkut semua ras, bangsa, dan cabang gereja Kristen di dalam dunia. Dalam hal ini dikatakan berasal dari akar kata yang membentuk oikumene yaitu oikos yang artinya rumah dan menein yang artinya menempati atau tinggal. Jadi malalui kata ini, oikumene diartikan menjadi tinggal dalam satu rumah. Tetapi pada masa sekarang ini pemahaman tentang oikumenisme boleh dikatakan berubah menjadi ekspresi suatu keseluruhan dalam diri suatu kualitas hidup dan sikap.
Gerakan oikumene ini bermaksud untuk menyatukan gereja-gereja yang tercerai-berai diseluruh dunia menjadi satu gereja protestan yang esa, namun secepat kilat muncul permasalahan dikarenakan perbedaan keyakinan dan tatacara ibadah yang bermacam-macam pula dari gereja-gereja yang mengikuti gerakan tersebut. Dan juga bukan hanya itu yang berbeda tetapi doktrin-doktrin yang diajarkan. Oleh karena itu satu kesatua yang lahir untuk penyatuan gereja-gereja yaitu gerakan laife and work. Proyek ini mengenai kerja sama dalam pelayanan gereja-gereja yang harus mendiskusikan dulu doktrinalnya.
Pembentukan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (DGD), perlu untuk menjiwai kerjasama antar gereja, bangsa-bangsa sekaligus dipakai sebagai sarana untuk pembicara-pembicara demi terbentuknya gereja Kristen yang bersatu. Tujuaan DGD di Indonesia adalah pembentukan gereja Kristen yang Esa di Indonesia atau pembentukan gereja Protestan Indonesia (GPI). DGI pada dimensi misi kesatuan gereja secara eksternal, tetapi kurang memperhatikan dimensi sebelahnya yaitu dimensi misi penginjilan.
Gerakan oikumenis semakin melebar dari tujuan teologis mula-mula di mana hanya berfokus pada gereja dan penginjilan sedunia. Persatuan dan kesatuan yang sedang berkembang dalam gerakan oikumene di Indonesia lebih mengarah pada penggalangan antar agama-agama danlam satu wadah gerakan oikumenis atau gerakan oikumene. Gerakan oikumene kemudian kembali pada pengertian umum yaitu sebatas seluruh dunia diduduki, tidak memaksudkan khusus gerejawi lagi, tetapi diperluas keluar gereja yang ditandai dengan mulai diundangnya utusan-utusan dari agama-agama lain, singkatannya bukan lagi whole the church tetap[i whole the world. Gerakan oikumenis lebih dekat dan dapat bermanis-manis dengan golongan agama lain.


3.      PERMASALAHAN FUNDAMENTASLISME DALAM GERAKAN PROTESTAN

Fundamentalisme adalah suatu gerakan protestan pada mulanya muncul di Amerika Serikat pada abad ke-20 M. Fundamentalisme bukan istilah Alkitabiah, tetapi esensinya adalah ajaran Alkitab. Fundamental berasal dari bahasa inggris yaitu fundaments yang artinya dasar-dasar atau hal-hal dasar. Sedangkan fundamental adalah kata sifat yang berarti yang mendasar atau yang bersifat. Prinsip dalam fundamental adalah back to the Bibble. Fundamentalis disebarkan dari 1910-1915 di mana di dalamnya didaftarkan sejumlah pengajaran daras kekristenan yang harus ditekankan kembali. Dasar-dasar Kristen yang selama ini dipercayai orang adalah inspirasi dan inneransi Alkitab, ketuhanan Yesus Kristus, kematian Kristus sebagai penebusan dan pengganti, kebangkitan Yesus Kristus secara literal dan kesejarahan mujizat.
Sebutan fundamentalisme yang sangat popular dalam kaitannya dengan traktat yang berjudul the fundamentals. Kaum fundamentalis adalah orang-orang injili konservatif yang ingin mempertahankan orang Kristen untuk dapat berdiri pada dasar-dasar kepercayaan Kristen yang ortodoks dengan memakai pendekatan konservatif bagi Alkitab. Fundamentalisme dianggap sebagai gerakan independen. Fundamentalis adalah separatis yang sejati, tidak kerjasama dan kompromi dengan kaum modernis liberal yang sekarang banyak bernaung dibawah panji-panji gerakan oikumenis baik dalam pelayanan penginjilan bagi dunia yang terhilang apalagi dalam pengajaran doktrinal.
Gerakan fundamentalisme bukan hanya bersikap separatis lagi tetapi lebih jauh menjadi mengisolasi diri dari pergaulan sosial dan masyarakat. Ciri-ciri ini membuat fundamentalis seolah-olah sama dengan kaum karismatik. Kaum fundamentalis yang kontemporer tidak mau juga untuk disamakan dengan kaum injili seperti yang disarankan oleh kaum oikumenis. Kaum fundamentalis sangat menentang golongan karismatik dan doktrin-doktrin yang dianggap sesat dan tidak mau dipersamakan dengan golongan karismatik. Memang semuanya ini memiliki kesamaan tetapi kaum fundamentalis dan karismatik tidak mau disamakan seperti yang dikatakan oleh kaum oikumenis. Fundamentalis ini adalah fenomena Amerika serikat khusunya penduduk dari lapisan bulenya. Kaum ini adalah pencetus dasar-dasar kekristenan tidak ada kaitannya lagi dengan funamentalisme tersebut sebagi suatu gerakan tertentu. 

4.      GAMBARAN KRISIS KAUM OIKUMENIS TENTANG FUNDAMENTASLISME

Fundamentalis dalam kekristenan secara terstruktud dan ideologis tidak hadir di Indonesia. Fundamentalisme sebagai suatu protestan adalah fenomena kekristenan di barat khususnya Amerika Utara. Dimata kaum oikumene, keberadaan fundamentalis itu menjadi penghambat gerakan laju modernisasi kekristenan berpendekatan liberal terhadap Alkitab dan ortodoksi, serta mengganggu gerakan oikumenisme yang sangat inklusif radikal di dalam masyarakat agar kekristenan dapat dengan aman hidup ditengah-tengah masyarakat plural.
Fundamentalisme memiliki pengertiap positif dan merupakan gerakan yang selalu dibutuuhkan oleh agama-agama apapun, termasuk agama Kristen. fundamentalisme adalah suatu paham yang bersemangat kembali ke akarnya atau kembali kepada ajaran-ajaran mula-mula dan didirikan oleh pendiri agama tersebut dengan mengikuti ajaran-ajaran kitab suci secara harafiah.
Menurut kaum oikumenis, gerakan fundamentalis adalah suatu gejala kemasyarakatan dan keagamaan ketika keadaan iman Kristen seolah-olah didesak oleh ajaran lain dan pemikiran modern atau liberal di dalam gereja-gereja protestan. Fundamentalisme pada mulanya adalah reaksi warga gereja protestan yang merasa dirinya terjepit oleh situasi yang tidak menguntungkan bagi gereja, pada waktu itu diancam dari berbagai arah.
Kaum fundamentalis menentukan garis perjuangan secara nyata untuk membela gereja yang sudah kalah dengan tiga sikap tegas yaitu pernyataan Alkitab dipertentangkan dengan akal budi, Alkitab dipertentangkan dengan Ilmi pengetahuan, dan menciptakan ajaran inspirasi dan ineransi Alkitab. Kaum fundamentalis dianggap tidak akan mengerti Alkitab yang benar tanpa metode historis yang modern tersebut. Fundamentalis muncul sebagai reaksi terhadap keadaan di dalam gereja yang tidak dapat menunjukkan kekuatan iman dalam menghadapi dunia ini. Eka Darmaputra menilai gerakan fundamentalis sebagai gerakan anti institusi, yang tidak membawa apa-apa selain kesalahan yang sama dengan kaum mapan yang digoyang mereka.
Kaum oikumene sangat menyoroti doktrin ineransi dan pengilhaman Alkitab sebagai tanda yang mencirikan gerakan fundamentalisme beserta kaumnya sebagai suatu yang khusus. Setiap orang yang mengakui doktrin ineransi Alkitab, pengilhaman dan otoritas Alkitab maka mereka digeneralisasikan sebagai kaum fundamentalis. Sikap fundamentalis yang sering disoroti oleh kaum oikumenis adalah sikap anti ilmu pengetahuan serta sikap anti kemasyarakatan. Anti ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah anti intelektual dan anti sosial mmasyarakat serta sikapnya munafik. Ciri khas metoda yang dipakai gerakan fundamentalisme dalam menghadapi kenyataan hidup termasuk musuh-musuh kekristenan secara praktis dan teoritis adalah pendekatan benteng, konfrontasi, dan non-kooperasi. Ciri khas pelayanan yang ada yaitu kebaktian spektakuler, proselitisasi sampai pencurian domba.
Kaum oikumenis secara umum dapat mengulang pernyataan-pernyataan kaum fundamentalis mula-mula yang biasanya dipakai sebagai program penyerangan yang tegas pula dalam hal melindungi ajaran Kristen ortodoks. Hal tersebut terungkap dal;am ajaran yang dinamakan the testimony of truth yang mencakup inspirasi dan ineransi Alkitab, keilahian Kristus termasuk kelahiran dari seorang perawan, kematian Yesus Kristus sebagai penebus pengganti, kebangkitan Kristus secara jasmaniah dan kedatangan Kristus yang kedua kali. Religi fundamentalisme mengajarkan tentang Kristen sejati dan kelahiran baru, mengajarkan injil khusus, doa pribadi dan penginjilan spektakuler, keotoriterian Alkitab dan literalisme, milenialisme apokaliptik, teologi obskurantisme.

5.      PENILAIAN KAUM INJILI TERHADAP FUNDAMENTASLISME

Bagi kaum injili, permasalahannya adalah istilah fundamentalisme itu sendiri yang kehilangan pengertian yang sesungguhnya dan pendapat pengertian yang buruk karena kepicikan, kenegatifan, keekstriman serta kefanatikan yang menghambat banyak kaum injili konservatif tidak memakai julukan itu lagi karena konotasi negatif dari kaum fundamentalis yang picik. Seorang injili berpendapat bahwa kaum fundamentalis adalah unsur ekstrim kanan dalam tubuh protestanisme yang ortodoks, yang berupaya mempertahankan statusnya dengan menyerang modernisme yang liberal (unsur kiri), namun tidak berhasil karena kehilangan tujuan dan motivasi mula-mula, lalu mendapat status jelek di dalam kekristenan.
Secara kegerejaan, fundamentalisme didefinisikan dari segi pengikutnya sebagai orang protestan injili, seorang anti modernis dan melawan setiap aspek sekularisasi, dan penganutnya supranaturalisme Kristen. Seorang dari kaum injili mendefinisikan fundamentalisme menjadi empat kategori yaitu kategori sikap yang anti intelektual, kesarjanaan dan kebudayaan kemudian kategori pemisahan diri dari yang dianggap menyimpang, kategori Alkitabiah dan kategori eskatologis yang bersifat dispensasionalis. Jadi secara umum kaum injili mengartikan fundamentalisme adalah kaum fundamentalisme yang berkembang secara negatif yang kemudian disebut ultra fundamentalisme bukan fundamentalisme mula-mula, dimana kaum injili berkecimpung menghadapi teologi liberal dan higher criticism terhadap Alkitab.
Kaum injili memandang gerakan fundamentalisme  menjadi dua fase penting dalam sejarah yaitu fundamentalisme awal sampai sebelum tahun 1920-an dan fundamentalisme kemudian sesudah tahun 1920-an. Kedua fase ini dilanjutkan dengan eksodus besar-besaran orang injili konservatif yang positif khusus tahun 1930-an. Kritikan orang injili disebut sebagai higher criticsm yang merupakan suatu metode yang berasumsi anti supranaturalisme dalam mendekati dan meneliti Alkitab. Situasi dunia yang dihadapi oleh kaum fundamentalisme adalah higher criticsm dan teologi liberal, ilmu pengetahuan modern dan naturalisme, serta sekularisasi dan modernisasi gereja. Kaum konservatif mula-mula menghadapi liberalisme yang masuk ke dalam gereja yang sekarang mengalami bentrokan antar sesama konservatif sehingga menjadi dua kelompok dari tubuh fundamentalis pada waktu itu.
Kaum injili mencirikan ada tiga karakteristik fundamentalisme dengan segala macam variasi sebutannya seperti hiper, neo, ultra atau modern yaitu tekanan doktrin sekunder, metode gerakan dan sikap fundamentalis. Doktrin sekunder ini dikuasai oleh aliran-aliran yang bersifat apokaliptik. Kaum injili juga melihat dua metoda gabungan yang khas dalam gerakan fundamentalisme yaitu konservatif-konfrontasi (mempertahankan Alkitab dan ajaran-ajaran Kristen dari serangan kaum modernisme dan kritikus anti-kristen) dan separasi-isolasi (menganggap diri murni dalam ajaran bahkan menyarankan pengunduran diri dari khalayak ramai dan tenggelam dalam kerohanian yang terisolasi).
Kaum injili menyoroti sikap-sikap kaum fundamentalisme dengan nada yang tidak setuju seperti anti intelektual-ilmu pengetahuan, anti kemasyarakatan sosial dan tidak kompromi, tidak bekerja sama, dan sektarian ekstrim. Kaum injili menyoroti teologi kaum fundamentalis dengan membaginya dalam dua besar yaitu doktrin primer dan sekunder. Kaum injili tetap memandang fundamentalisme sebagai fenomena Amerika Utara sampai pada masa kini.

6.      KONTROVERSI KAUM INJILI DENGAN OIKUMENISME TENTANG FUNDAMENTASLISME

Kaum oikumenis mencoba mengerti fundamentalisme sebagai suatu gerakan keagamaan yang ingin kembali kebelakang dan meliat ajaran-ajaran dasar dari sudut pendiri mula-mula dari agam tersebut. Kaum oikumenis mengartikan fundamentalisme dari segi negatif yaitu suatui gerakan yang mempertahankan pokok-pokok ajaran Kristen yang dianggap sudah kuno karena kaidah-kaidah kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan modern. Dan kaum injili juga tidak dapat menyamakan mereka dengan kaum fundamentalis. Dalam hal ini kaum injili memandang kaum oikumenis adalah orang luar dari gerakan injili dan mencoba mengkritik kaum konservatif dengan cara mengambil kenegatifan kaum fundamentalis modern untuk mengenakan kepada semua orang yang bersemangat injili konservatif.
Secara umum kaum injili indonesia menarik kesimpulan bahwa fundamentalisme protestan yang dibicarakan sekarang sebagai fenomena keagamaan Amerika Serikat. Kaum injili memandang fundamentalisme sebagai gerakan positif yang bersikap baik pada awal perjuangannya yaitu memperjuangkan ajaran-ajaran pokok kekristenan yang sedang dirongrong oleh modernisme dan kritik liberal dengan cara-cara terhormat. Kaum injili dapat memahami adanya kelompok Kristen yang dapat dikatakan fundamentalistik.
Dalam memandang sejarah gerakan fundamentalisme, kaum oikumenis dan kaum injili berbeda sekali di mana dalam hal ini kaum oikumenis melakukan suatu kesalahan generalisasi, sepintas lalu dalam sejarah fundamentalisme dan belum dapat melihat dinamika kesejarahan fundamentalisme dengan pikiran yang jernih dan adil. Sebaliknya kaum injili berhasil mengidentifikasikan secara menyeluruh dan lebih adil dan benar.
Kaum oukimenis di era sebelum 1920-an memandang gerakan sejarah gerakan fundamentalisme sangt sepintas dan tidak menyeluruh. Kaum oikumenis Indonesia tidak cermat dalam menilai fundamentalisme. Dan kaum oikumenis di era sesudah 1930-an menghabiskan waktu dan tepat dalam penulisan tentang fundamentalisme dari segi kenegatifan dan kejelekannya saja. Kaum oikumenis tidak berhasil mengidentifikasi perubahan arah bahkan cenderung mengabaikan.
Pandangan kaum injili melihat perubahan dan perbedaan dalam perjalanan sejarah fundamentalisme dan sebagian lagi ikut pada gerakan tersebut pada mulanya. Di era 1960-an kaum injili berhasil mengidentifikasi munculnya yang dikatakan fundamentalisme modern, hiper fundamentalisme atau sejarawan menyebutnya secara politis sebagai ultrafundamentalisme dikalangan protestan masa kini. Sedangkan kaum oikumenis memaksakan kehendaknya bahwa kaum fundamentalis modern sebagai kaum injili dan ada juga yang mengidentifikasikannya dengan kaum karismatik.
Pandangan kaum oikumenis dan injili yang relatif sama tetapi tidak sama sekali. Artinya menunjukkan hal yang sama tetapi memberikan keberatan yang tidak sederajat. Kaum oikumenisme memandang ciri khas fundamentalisme dengan sikap negatif, terutama pada ciri khas anti sosial dari kaum fundamentalis ditambah lagi ciri khas doktrin ineransi dan otoritas Alkitab, yang sangat tidak disenangi oleh kaum oikumenis. Sejalan dengan kaum injili, kaum oikumene juga menentang sikap separatis kaum fundamentalis dan mengganggap bukan sebagai Kristen yang sejati. Bagi kaum oikumenis sikap berdialog lebih menguntungkan daripada membangun tembok pwemisah agar tidak bercampur dan menyerang dari balik tembok tersebut.
Kaum oikumenis menentang sikap anti sosial dari kaum fundamentalis, namun sayangnya yang dimaksudkan dengan kaum tersebut adalah orang-orang injili. Kaum injili juga mencela sikap anti sosial kaum fundamentalis, namun sayangnya kaum oikumenis tidak memahami secara mendalam sehingga terkecoh karena pikiran yang tidak matang tersebut, dengan mengatakan kaum injili bersikap anti sosial karena mereka adalah kaum fundamentalis. Kaum injili menolak sikap legalistik kaum fundamentalis engan segala macam peraturan-peraturan tambahan yang tidak berdasarkan kasih dan keadilan.
Salah satu ciri khas lain dari kaum fundamentalis adalah anti intelektual. Kaum oikumenis secara kasar menolaknya karena sikap ini bentuk mati-matian untuk menolak kritik Alkitab modern yang gigih dianjurkan oleh teolog-teolog oikumenisme. Seiring dengan itu kaum oikumenis dan ijilipun tidak menyetujui anti intelektual dan anti ilmu pengetahuan dari kaum fundamenltalis. Kaum oikumenis cenderung mengagungkan akal dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang dipercaya dan diakui berotoritas setara dengan Tuhan, bahkan lebih dari Tuhan. Kaum oikumenis sangat mengagungkan akal dan kemajuan ilmu pengetahuan, sampai menolak beberapa kepercayaan Kristen yang hakiki, demi menerima ilmu pengetahuan dan menjadi modern sedangkan kaum injili menolak kaum oikumenis, orang yang lebih baik mencari perkenana manusia daripada Allah. Kaum injili tidak menyetujui pukul rata dari kaum fundamentalisme tentang ilmu pengetahuan dan rasio yang dianggap negatif  dan sangat bertentangan dengan iman dan Alkitab. Sementara kaum oikumenis meninggikan rasio, modernisasi, ilmu pengetahuan yang baru, walaupun hal-hal tersebut menetang kekristenan secara terang-terangan.
Kaum oikumene dan akum injili memandang pokok-pokok teologis kaum fundamentalis da garis utamanya adalah Alkitab sebagai Firman Allah yang diinspirasikan dam tanpa salah serta berotoritas penuh. Kaum injili menilai penafsiran literal dari kaum fundamentalis sudah terlalu ekstrim sehingga mengarak letterism yaitu sikap yang mengaplikasikan setiap huruf bahkan tanda baca sebagai suatu Firman Tuhan yang berarti sama dengan pikiran dan maksud Allah melalui Alkitab.
Kaum oikumene melanjutkan penolakannya terhadap konsep soterologis fundamentalisme. Kaum oikumene lebih berkompromi dengan agama lain. Dalam hal ini oikumene tidak sama dengan gerakan kekeritenan lainnya yang mengalami degradasi, frustasi dan kegagalan dimana-mana. Kaum injili jelas menolak anggapan dan konsep keagamaan dari suatu oikumenis yang memperjuangkan pluralisme agama secara ekstrim dan membabi buta sehingga membuat kekristenan menjadi sama dengan agama-agama lainnya, walaupun mempunyai kelebihan dan kebaikan yang lebih tinggi mutunya saja. Atau kelebihan kekristenan bukan dalam pengertian keselamatan ilahi yang eksklusif seperti yang dipegang oleh kaum konservatif seperti kaum injili dan kaum fundamentalis.
Kaum oikumenis menolak usaha penginjilan, tetapi kaum injili sangat menekankan penginjilan yaitu suatu tugas yang sering dilupakan oleh kaum fundamentalis karena semangat perlawanan dan separatisnya. Kaum oikumenis hanya menganjurkan suatu kegiatan berdialog antar umat beragama untuk mendiskusikan isu-isu teologis masing-masing agama, bertuka pengalaman dan mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada, tetapi mencari kesamaan-kesamaan saja. Bagi kaum oikumenis penginjilan adalah hanya tugas sosial saja seperti mengaggulangi kemiskinan, penderitaan jasmani dan penyakit, dan juga yang lain. Kontroversi kaum injili dan oikumenisdi Indonesia nyata karena perbedaan perspektif dan tujuan serta orientasi penyelidikan. Kaum injili berbeda pandangan dengan kaum oikumenis khususnya dalam kaitannya dengan gerakan injili dan fundamentalis.

7.      KESENJANGAN FAKTUAL ANTARA GERAKAN INJILI DAN FUNDAMENTALISME

Kaum injili adalah pencetus gerakan fundamentalisme yang sangat fanatik dalam membela kekristenan yang ortodoks. Pendekatan konservatif terhadap ajaran ortodoksi Kristen dan Alkitab sebagai Firman Tuhan dipakai spirit orang-orang fundamentalis pada waktu itu dan dengan gigih melawan apa yang disebut dengan pemodernan Kristen yang sebenarnya agama baru yang anti Kristen namun masih memakai kedok Kristen.
Kaum injili adalah kaum fundamentalis awal yang bergabung bersama untuk menghadapi agama baru kekristenan yang menyatakan kefundamentalisan kaum injili di masa lalu agar terus dapat bekerja sama dan kembali pada akar-akar kekristenan yang semula. Gerakan fundamentalis terdiri dari kaum injili yang konservatif di dalam sejarah perkembangan menjadi negatif, kontradiktif dan suka berkelahi. Kaum fundamentalis kemudian cenderung separatis dan mengisolasi diri dari orang-orang konservatif yang tidak sepaham dalam hal-hal sepele dan tidak mau juga memisahkan diri dari musuh-musuh kekristenan pada waktu itu.
Persamaan antara kaum injili modern indonesia dan kaum fundamentalis di Amerika masih ada dan terbaca dengan jelas. Hal ini karena kedua golongan sama-sama mempertahankan iman Kristen dan Alkitab, meskipun disana-sini banyak perbedaan sekunder.


8.      PENGINGATAN KEPADA KAUM OIKUMENIS

Gerakan oikumene didefinisikan sebagai gerakan pemikiran dan tindakan yang berhubungan dengan persatuan kembali orang Kristen. ada dua aspek penting dalam definisi seperti itu yaitu aspek misi yaitu penyebaran agama Kristen ke seluruh muka bumi dan aspek penyatuan kembali gereja-gereja yang terpecah di seluruh muka bumi karena denominasi, golongan, ras dan lain-lain. Gerakan oikumene mula-mula sangat berbeda dengan gerakan oikumene sekarang, terutama dalam palangan misi gereja. Misi penginjilan bahkan pengkristenan sedunia telah diganti dengan hanya dialog agama dan melarang keras penginjilan rohani. Tujuan misi secara teologis dalam gerakan oikumene sekarang sangat kurang jelas dan tidak mempunyai dasar teologis.
Di Indonesia gerakan oikumene di bawah  komando PGI (DGI), yang dianggap gagal dalam penyatuan dan kesatuan gereja di Indonesia. Kesatuan gereja adalah pemberian Allahdan dimungkinkan karena Kristus yang satu adalah kepala gereja. Prinsip oikumenistik sebaiknya diteliti ulang dan dipertimbangkan untuk dipelajari oleh kelompok PGI. Oikumene yang dimaksudkan bukanlah dalam pengertian teknis persatuan institusi dan terbatas, tetapi kesatuan imani yang rohaniah.

9.      KAUM INJILI DAN KAUM OIKUMENIS DALAM PELAYANAN BERSAMA-SAMA DI INDONESIA

Istilah neofundamentalisme adalah lawan dari fundamentalisme klasik yang mula-mula dan sebagai hasil dari reaksi terhadap kakasaran dan kekakuan hati yang disebut gerakan injili baru yang kelak sering disebut dengan injili. Kaum injili menegaskan bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan di mana berpengertian yang mendalam sebagai Alkitab menghakimi manusia, sedangkan oikumenikal yang berpendapat liberal biasanya terbagi kelompok menyatakan Alkitab berisi Firman Tuhan dan yang lebih lunak berpendapat Alkitab menjadi Firman Tuhan.
Kaum injili menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang satu-satunya di mana tidak ada yang lain lagi. Sedangkan kaum oikumenikal sering menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah seorang anak Allah, dalam pengertian salah satu diantara semua manusia sebagai anak Allah juga, apapun imannya, bahkan yang anti agamapun dapat sampai selamat dihadapan Allah.
Kaum injili menegaskan bahwa kelahiran Yesus Kristus dari anak dara maria adalah suatu peristiwa supranatural oleh Roh Kudus atau pekerjaan intervensi Allah yang luar biasa atau umum sedangkan oikumenikal menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus bersifat alamiah atau natural saja atau dari hubungan manusiawi semata-mata. Kaum injili menekankan kematian Yesus Kristus adalah penebusan bagi manusia berdosa sedangkan kaum oikumenikal mengatakan kematian Yesus Kristus itu adalah teladan bagi manusia yang berdosa. Kaum injili juga menekankan bahwa manusia berdosa sejak kejatuhan Adam sedangkan kaum oikumenikal beranggapan bahwa manusia adalah korban ketidakberuntungan dari lingkungan.
Bagi kaum injili manusia adalah hasil ciptaan khusus Allah berdasarkan kejadian sedangkan kaum oikumenis banyak mempercayai dan memegang teori evolusi serta menyangkali doktrin penciptaan. Kaum injili selalu menegaskan bahwa manusia dibenarkan karena iman saja di dalam penebusan darah Yesus Kristus, sedangkan kaum oikumenikal selalu menekankan pembenaran oleh perbuatan manusia di mana manusia tersebut mencontohkan  teladan yang diberikan Kristus. Dan injili juga menekankan pentingnya tugas penginjilan di mana memberitakan Kristus tersalib bagi dosa-dosa manusia sedangkan kaum oikumenikal seringkali penginjilan yang demikian karena dianggap tidak toleransi antara agama, dan menyarankan dialog antar agama sebagai tugas penting gereja sekarang ini.
Tujuan bersama dari gereja Tuhan di Indonesia ini harus ditinjau kembali berdasarkan Alkitab dan teologi Kristen. kaum evangelical dan kaum oikumenikal harus menjelaskan dua tujuan dasar kedua golongan protestan protestan tersebut. Yang pertama yaitu menghilangkan dan mengurangi  ketidakbergunaan konflik diaantara keduanya. Yang kedua mendeklarasikan bahwa keduanya harus menggali pola-pola bekerja dan bersaksi bersama dalam kaitannya melanjutkan satu misi Kristus di Indonesia. Tuntutan bagi kaum injili supaya berhati-hati dalam membicarakan gerakan oikumenis karena mengajar dan berkhotbah.

10.  KAUM INJILI INDONESIA MENUJU MASA DEPAN: MELAMPAUI FUNDAMENTALISME DAN OIKUMENISME

Beberapa identitas universal kaum injili yaitu mempercayai inji (Kristus sebagai penebus-pengganti), berdasarkan injil, dan memberitakan injil. Dasar reformatoris dalam teologi injili adalah sola scriptura, sola fide, sola gratia, soli deo gloria, dan solus Christus. Fundamentalis dengan literalisme dan leteralisme dipakai oleh kaum konservatif selama mempertahankan doktrin ineransi Alkitab.
Sejak semula prinsip persatuan dan kesatuan Kristen menurut kaum injili adalah berdasarkan  keselamatan dalam nama Yesus kemudian disatukan dalam tubuh Kristus bersifat rohaniah, jadi bukan persatuan organisatoris tetapi organisme. Secara teologis gereja Kristus mencakup semuanya sebagai gereja universal.
Kaum injili Indonesia menganggap kaum oikumenis sama saja dengan kaum fundamentalis dan kedua golongan tersebut sama-sama tidak bersikap baik seperti ekstrim, separatis serta arogant dalam kehidupannya. Sikap oikumenis ini seakan-akan sangat menolak dan menghina kaum injili agar dapat hidup tenang dengan agam mayoritas. Kaum injili lebih oikumenis daripada kaum oikumenis itu sendiri, sedangkan sikap arrogant kaum oikumenis tidak akan membawa pada keyakinan injili klasik dalam kepercayaan Kristen. kedua golongan sama-sama memperjuangkan agama Kristen di Indonesia.

Sikap konservatif injili lebih menunjukkan pada sikap yang mempertahankan doktrin tradisional yang unik sekaligus membuka diri kepada semua orang di dalam masyarakat di mana kita tinggal. Jadi perjuangan doktrinal injili secara menyeluruh adalah berusaha mencari relasi keberadaannya dalam situasi dunia dengan pendekatan akomodasi dan juga menarik pengajaran bagi kebudayaan setempat agar dapat dipahami dalam situasi setempat. Kaum injili juga berusaha menjalanka konsekuensi iman dalam dunia yang terhilang kesaksian injil keselamatannya secara terhormat. Serta juga membangun kerjasama dengan semua golongan manusia di dalam nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan manusia tanpa harus berkompromi. 

Krisis Kepemimpinan dalam Gereja-Gereja Masa Kini (Deskriptif Analisis Terhadap Kepemimpinan Rohani di Indonesia)

I. PENDAHULUAN

Integritas adalah modal utama seorang pemimpin, namun sekaligus modal yang paling jarang dimiliki oleh pemimpin. Integritas ialah keadaan dimana sesuatu sama dan lengkap dalam suatu kesatuan. Artinya : “Kata-kata saya sesuai dengan perbuatan saya, kapanpun dan dimanapun saya berada”. Orang yang berintegritas ialah orang yang punya prinsip, orang yang memiliki kepribadian yang teguh dan mempertahankannya dengan konsisten. Integritas berbeda dengan image. Image adalah apa yang orang pikir tentang siapa dirinya sendiri. Image adalah persepsi orang terhadap pribadi orang lain. Integritas adalah siapa pribadi seseorang sesungguhnya.
Alasan-alasan mengapa integritas begitu penting :
(1)     Integritas membina kepercayaan (trust) – seseorang yang memiliki integritas dan mempertahankannya akan mendapat kepercayaan yang besar dari orang lain.
(2)     Integritas punya pengaruh yang sangat tinggi bagi para pengikut – pemimpin yang berintegritas sangat dikagumi dan diteladani oleh pengikutnya.
(3)     Integritas memiliki standar yang tinggi – pemimpin yang berintegritas harus hidup dengan standar yang lebih tinggi daripada pengikutnya.
(4)     Integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya citra – citra adalah apa yang dipikirkan orang tentang kita, tetapi integritas adalah diri kita sesungguhnya.
(5)     Integritas berarti menghayati sendiri sebelum memimpin orang lain – sebelum kita mengajarkan atau mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu kita harus terlebih dulu hidup di dalamnya.
(6)     Integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah payah – integritas adalah hasil dari disiplin pribadi, kepercayaan batin, keputusan yang konsisten dan komitmen yang kuat sepanjang hidup.
Integritas merupakan suatu kata yang tidak asing lagi di dalam kehidupan orang-orang pada masa kini. Tetapi banyak pemimpin yang jatuh didalam kepemimpinannya karena kurang memperhatikan integritasnya sebagai pemimpin. Integritas itu sudah dianggap tidak penting lagi dalam kehidupan setiap orang. John Maxwell di dalam buku “Menjadi Orang Yang Berpengaruh” mengatakan “Tampaknya banyak orang memandang integritas sebagai ide yang sudah ketinggalan zaman, sesuatu yang boleh dibuang atau tidak lagi berlaku di dunia yang berpacu cepat ini”.
Integritas memang bukan suatu yang mudah untuk dimiliki seseorang. Dalam kamus bahasa Indonesia mengartikan integritas itu sebagai suatu keutuhan, kejujuran, penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh. Integritas memiliki pengertian yang mendalam untuk setiap pemimpin. integritas yang tinggi menuntut para pemimpin untuk bersifat terbuka dan jujur.
Jika integritas seorang pemimpin tidak kuat, maka kala badai tekanan datang, runtuhlah kepemimpinan yang sudah dibangun. Tetapi jika seorang pemimpin memiliki integritas, maka sekuat apa pun badai tekanan datang, ia tetap menjadi seorang pemimpin yang dapat diandalkan. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan menangani kerumitan dari setiap permasalahan yang ada berdasarkan integritas. Integritas terlihat katika ada tantangan yang melanggar kode etik dan cara menyelesaikan kerumitan persoalan yang sedang dihadapi. Melalui pengamatan dari penulis, integritas ini sangat penting sehingga dalam paper ini penulis ingin memaparkan apa itu kepemimpinan, dan bagaimana integritas kepemimpinan Kristen.

II. DEFINISI KEPEMIMPINAN
           
Pemimpin ialah seorang yang mengetahui tujuannya dengan jelas (dan mempunyai keyakinan pribadi tentang tujuan itu), serta mampu mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan orang-orang lain untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif.[1] George Barna dalam bukunya Leaders on Leadership mengutip penjelasanWarren Bennis dan Burt Nanus bahwa, “Kepemimpinan adalah melakukan segala sesuatu dengan benar.” Sedangkan J. Oswald Sanders berpendapat bahwa, “Kepemimpinan adalah pengaruh.”Garry Wills mengatakan, “kepemimpinan adalah mengarahkan orang lain menuju tujuan yang diperjuangkan bersama oleh pemimpin dan pengikut-pengikutnya.”[2] Stogdill mendefinisikan kepemimpinan sebagai “proses mempengaruhi aktivitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya untuk mencapai penetapan tujuan dan pencapaian tujuan.[3]
     Dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kristen yang Berhasil,” Charles R. Swindoll mengemukakan bahwa: “Kepemimpinan yang sejati ditandai dengan adanya kerajinan dan ketekunan ditengah-tengah tugas yang di percayakan kepadanya.”[4]  Poctafianus mengatakan bahwa:  “Pemimpin Kristen yang baik adalah pemimpin yang dapat memperkaya kepribadian orang yang dipimpinnya.”[5] Tuhan telah menyediakan bagi kita pemimpin-pemimpin tahun demi tahun untuk berusaha membimbing umat-Nya maju secara rohani. Joyce Meyer mengatakan dalam bukunya yang berjudul Pemimpin yang Sedang Dibentuk bahwa: “Kunci kebahagiaan dan kepuasan bukan dengan mengubah situasi dan kondisi kita, tetapi dengan mempercayakan Allah untuk mengerjakan rencana-Nya yang baik dalam hidup kita sampai kita melihat hasilnya.”[6] Kepemimpinan secara rohani adalah kepemimpinan yang bertumbuh dalam urapan Roh Kudus (menangani kehidupan orang Kristen secara rohani). Pada dasarnya kita dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, baik memimpin orang-orang yang Allah percayakan untuk dipimpin,juga menjadi seorang yang cakap memimpin diri sendiri.
Banyak para pakar kepemimpinan sekuler memberikan definisi yang berbeda tentang kepemimpinan, beberapa diantaranya adalah:[7]
1.      Kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama.
2.      Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi dan berada di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin.
3.      Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran.
4.      Kepemimpinan adalah proses memberi tujuan ke usaha kolektif yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
5.      Kepemimpinan adalah kemampuan untuk membuat orang memahami manfaat bekerja sama dengan orang lain sehingga dimengerti dan mau melakukan.
6.      Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi individu, memotivasi, membuat orang lain mampu memberi kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi.
7.      Kepemimpinan merupakan proses timbal-balik antara yang memimpin dengan yang  dipimpin.
Melalui definisi di atas dapat dilihat bahwa kepemimpinan dilihat dari sekuler merupakan hanya sebatas pencapaian visi, misi, sukses, keuntungan dan target. Sedangkan pemimpin Kristen memberikan definisi tentang kepemimpinan itu lebih pada transformasi kehidupan orang-orang yang dipimpin ke arah keserupaan dengan gambar Khaliknya di mana manusia dibawa untuk mengerjakan visi dan misi Tuhan bagi dunia ini apapun bidang kehidupannya dan pekerjaannya. [8]

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Kristen
Seorang pemimpin seharusnya menjalani kehidupan yang patut di contoh, baik bagi orang Kristen maupun non-Kristen. Seorang pemimpin harus bersih dalam hal moral, menjaga kebenaran menurut standar Allah. Seorang pemimpin harus hidup dengan penuh iman, menunjukkan harapan dan mewujudkan kasih sejati yang alkitabiah dalam setiap hubungan. Seorang pemimpin harus menjalani kehidupan yang tertib, sehingga injil menjadi menarik bagi orang-orang yang belum percaya. Seorang pemimpin harus dapat mengontrol dan menguasai dirinya dalam segala keadaan.
Kepemimpinan adalah pengaruh. Setiap pemimpin pasti memiliki dua karakteristik ini: ia sedang menuju suatu tempat dan ia mampu membujuk orang lain untuk pergi bersamanya.  Pengaruh harus diukur untuk menentukan kualitasnya. Apakah pemimpin tersebut memiliki pengikut karena posisinya, artinya pemimpin menggunakan kekuatan dari jabatan yang di sandangnya, atau pemimpin banyak diikuti karana keberadaannya. Artinya bahwa pemimpin melebihi organisasi itu dan telah mengembangkan orang orang yang mengikutinya itu dengan sekala kelas dunia.
Kualitas dari seorang pemimpin diukur dari kualitas yang dimiliki para pengikutnya. Sebab kualitas seorang pengikut mencerminkan kualitas pemimpinnya pula. Pada dasarnya setiap hari setiap orang dapat menjumpai adanya praktek-praktek kepemimpinan dimanapun setiap orang itu berada. Baik didalam organisasi dimana setiap orang dapat menjadi bagian didalamnya, di dalam pemerintahan suatu negara, bahkan dilingkungan masyarakat dimana tinggal, praktek-praktek kepemimpinan selalu menjadi bagian dari sebuah metode dimana pencapaian sebuah tujuan dapat diraih didalamnya. Permasalahannya adalah bagaimana seorang pemimpin mampu memberikan dampak atau pengaruh bagi kepemimpinannya. Melalui pengaruh-pengaruh itu akan dapat dilihat kualitas serta keberhasilan yang di capai dalam kepemimpinan tersebut.
Para pemimpin dalam beberapa organisasi tidak mengenali pentingnya menciptakan suatu keadaan yang menghasilkan pengembangan calon-calon pemimpin. Hanya pemimpinlah yang dapat mengendalikan lingkungan organisasi mereka. Mereka dapat menjadi pemicu perubahan yang menciptakan suatu keadaan yang mengasilkan pertumbuhan.
Ada 4 (empat) hal utama yang perlu dibangun sebagai jalan panjang persiapan pemimpin Kristen untuk meneladani karakter dan integritas Kristus menjadi pemimpin yang berintegritas, yaitu : [9]
(1)     Kristus sebagai model - Ketuhanan Kristus, yaitu menjadikan Yesus sebagai Tuhan dalam setiap keputusan kehidupan
(2)     Injil sebagai dasar – keyakinan akan Injil sebagai dasar dari kehidupan menuntut untuk memahami firman Tuhan sebagai dasar dalam setiap keputusan yang akan diambil. Injil bukan hanya mengubah diri tetapi juga akan menjadi daya pengaruh terhadap orang di sekitar.
(3)      Tubuh Kristus sebagai tujuan panggilan – akan mengubah seluruh prioritas dan strategi hidup. Sasaran dan perencanaan kepemimpinan tidak lagi berorientasi kepada diri sendiri saja tetapi kepada amanat yang Tuhan percayakan.
(4)     Kehidupan yang terus-menerus menyerupai Kristus – hidup dengan gaya hidup yang menyerupai Kristus adalah pengejawantahan dari kepemimpinan yang berpusatkan Kristus.
Dari beberapa karakteristik utama seorang pemimpin : karakter, kepedulian, komunikasi, kompetensi, komitmen dan keberanian (character, caring, communication, competence, commitment dan courage), karakter atau integritas adalah yang paling utama. Integritas yang sejati haruslah beralaskan kehidupan kerohanian yang sehat.
Peran pemimpin sangat besar dalam menentukan maju mundurnya suatu lembaga atau organisasi, baik sekuler maupun rohani, baik besar maupun kecil, bahkan bangsa dan negara.[10]
1.      Kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengerahka orang laki-Iaki dan perempuan untuk 'satu tujuan bersama, dan watak yang menimbulkan kepercayaan (Lord Montgomery)
2.      Seorang pemimpin adalah Qrang yang mengenal jalan, yang dapat terus maju dan yang dapat menarik orang lain mengikuti dia (Dr.John R.Mott)
3.      Seorang pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk buat orang lain suka melakukan sesuatu yang tadinya mereka tidak suka melakukan ( PresidenTruman)

Tujuan Kepemimpinan
1.      Membawa umatnya ke tempat yang dikehendaki Allah.
2.      Menikmati Damai Sejahtera Allah dalam organisasi/lembaga yang dipimpinnya.
3.      Membawa umatnya kepada visi, misi, sasaran dan tujuan organisasi.

Tiga Gaya Kepemimpinan

Agar dapat menjalankan tugasnya, setiap pemimpin diberi wewenang atau kekuasaan. Dengan wewenang itu ia membimbing, mengarahkan menggerakkan mereka yang dipimpinnya menuju ke tujuan dan cita- cita bersama. Cara mempergunakan wewenang dapat berbeda satu dengan yang lain pemimpin - dan perbedaan ini menciptakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula, yaitu gaya otokratis, gaya liberal dan gaya demokraktis .

1.      Gaya kepemimpinan otokratis :
Pemimpin ini, dalam usahanya membawa mereka yang dipimpinnya menuju ke tujuan dan cita-cita bersama, ia memegang kekuasaan secara mutlak. Ia bersikap sebagai penguasa dan yang dipimpin sebagai yang dikuasai. Gaya kepemimpinannya. acapkali dikatakan juga sebagai gaya pemimpin diktator. Gaya kepemimpinan ini hanya baik untuk situasi-situasi di mana keadaan betul-betul kritis atau untuk situasi yang kacau demi pulihnya ata kehidupan yang aman.
Biasanya gaya otokratis, ditandai dengan dua hal
a.       mengatakan segala sesuatu yang harus dikerjakan oleh mereka yang dipimpinnya;
b.      menjual gagasan dan cara kerja kepada kelompok orang yang dipimpinnya.

2.      Gaya Kepemimpinan Liberal
Pemimpin disini tidak merumuskan masalah serta cara pemecahannya. Dia membiarkan saja mereka yang dipimpinnya menemukan sendiri masalah yang berhubungan dengan kegiatan bersama dan mencoba mencari cara pemecahannya.
Gaya ini sangat bertolak belakang dengan gaya yang sebelumnya, otokratis. Dalam gaya Liberal in;, tugas pemimpin sekedar menjaga agar mereka yang dipimpinnya berbuat sesuatu - terserah mereka pa yang mau dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Gaya ini hanya baik untuk kelompok orang yang betul-betul telah dewasa dan betul-betul insyaf akan tujuan dan cita-cita bersama, sehingga mampu menghidupkan kegiatan bersama.
Gaya ini juga baik untuk kelompok orang yang berkumpul bukan untuk membicarakan hal-hal yang serius, melainkan untuk usan bersantai bersama, semacam malam keakraban, reuni atau session, yang tidak minta tanggung jawab besar.

3.      Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya ini menciptakan suasana demokratis. Dalam gaya ini, pemimpin memperlakukan yang dipimpinnya sebagai sejajar. Batas pemimpin dan bawahan menjadi kabur. Menyajikan masalah serta cara pemecahannya kepada mereka yang dipimpinnya. Mengajak mereka yang dipimpinnya untuk merumuskan masalah dan cara pemecahannya.


III.  INTEGRITAS KEPEMIMPINAN KRISTEN

Ada tiga ciri integritas yang sangat penting, yaitu :[11]
a.         Ketulusan : Motivasi Yang Murni
b.        Konsistensi : Menjalani Kehidupan Sebagai Suatu Keseluruan
c.         Keandalan : Mencerminkan Kesetiaan Allah
Hal-hal lainnya yang menunjukkan ciri-ciri diatas terkait dengan integritas adalah :
-       Kekudusan
-       Kesalehan
-       Kesederhanaan
-       Apa adanya
-       Tulus ikhlas
-       Tidak licik
-       Bukan Penipu
-       Spontan
-       Jujur
-       Tidak Berpura-pura
-       Transparansi
-       Keterbukaan
-       Keterusterangan
-       Ketulusan hati
-       Konsisten dalam semua situasi dan kondisi
-       Konsisten dalam berkomunikasi
-       Konsisten dalam mengatur semua urusan
-       Setia kepada Allah
-       Akuntabilitas kepada Allah
-       Akuntabilitas kepada orang lain
-       Akuntabilitas teradap diri sendiri
-       Melayani orang lain
-       Kasih yang berkorban
-       Kepedulian seperti orang tua kepada anaknya
-       Tidak ada penipuan
-       Tidak ada penyimpangan
-       Merendahkan diri
-       Tidak meninggikan diri
-       Menggunakan otoritas
-       Membangun Komunitas
-       Menangani Kegagalan
-       Integritas Sebagai Cara idup
             
Kepemimpinan rohani memiliki dua dimensi, yaitu “Perintah Allah” sebagai dimensi Illahi dan “Tanggapan manusia atas pilihan dan perintah Allah” sebagai dimensi manusia. Sebagai pemimpin Kristen yang baik, haruslah memerhatikan segi “dimensi manusia” dengan menjaga “integritas” kehidupan, karena Allah selalu memilih manusia dengan “integritas” yang baik.[12]
Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak akan meniru orang lain, tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (2 Korintus 3:2).[13] Beberapa ciri integritas seorang pemimpin Kristen: pertama, hidup sesuai dengan apa yang diajarkan; kedua, melakukan sesuai dengan apa yang dikatakan; ketiga, jujur dengan orang lain; keempat, memberikan yang terbaik bagi kepentingan orang lain atau organisasi daripada diri sendiri; kelima, hidup secara transparan. Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, melainkan dikembangkan secara satu per satu dalam kehidupan kita, melalui kehidupan yang mau belajar dan keberanian untuk dibentuk oleh Roh Kudus. Itu sebabnya, seorang pemimpin terkenal berani berkesimpulan, bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia, dibandingkan dengan bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak pada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, melainkan pada tidak adanya integritas pada diri pemimpin.
Integritas merupakan ciri utama seorang pemimpin, sebagaimana diungkapkan oleh Dwight D. Eisien Hower, "Kualitas utama pemimpin adalah integritas". Selain modal utama, integritas juga merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin.[14]
Integritas dapat disimpulkan sebagai keutuhan yang melibatkan seluruh aspek kehidupan yang dinyatakan dalam kesatuan antara perkataan dan perbuatan, di mana apa katakan oleh pemimpin itulah yang dilakukannya, sehingga ia dapat dipercaya, disegani dan dihormati oleh orang-orang yang dipimpinya. Integritas bagi seorang pemimpin merupakan alat yang sangat kuat untuk memimpin dan dapat meningkatkan kredibilitasnya di mata orang-orang yang dipimpinnya. Ciri-ciri integritas yang sangat penting menurut Jonatahan Lamb, yaitu: 1) Ketulusan: motivasi yang murni, 2) Konsistensi: menjalani kehidupan sebagai suatu keseluruan, dan 3) Keandalan: mencerminkan kesetiaan Allah.
Integritas tidak dapat dilepaskan dari spiritualitas seorang pemimpin. Ketika seorang pemimpin dekat dengan Tuhan, maka ia kecenderungannya memiliki integritas. Tetapi jika seorang pemimpin jauh dari Tuhan, maka kecenderungan hatinya dikuasai oleh kedagingan. Berkenaan dengan hal ini, Jerry Bridges menyatakan bahwa supaya kita kuat melawan godaan dan pencobaan sebagai seorang gembala (pemimpin), maka kita perlu minta Tuhan untuk membuat kita selalu dekat dengan Dia, untuk memberi kita hati yang mudah dibentuk. Jika kehidupan pikiran kita sudah mulai melenceng, atau jika kita mulai berdalih untuk membenarkan dosa, kita ingin Tuhan menegur dan membuat kita dekat pada-Nya. Karena jika kita tidak disiplin hidup dekat dengan Tuhan, maka hidup kita akan hancur seperti yang dikatakan oleh Bridges “Jika kita menyepelekan hal-hal kecil, hal-hal besar akan mengganyang kita—bahkan mungkin menghancurkan hidup kita yang sebenarnya bisa menjadi kesaksian sekaligus merusak hubungan kita dengan Tuhan.” [15]
Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang terjadi atas panggilan dan pilihan Allah kepada setiap orang untuk tampil sebagai pemimpin. Kita dapat baca dalam Kitab Raja-Raja. Pemimpin Kristen terpanggil oleh Allah dengan Integritas Kepemimpinan yang Lengkap untuk Memimpin. Allah berdaulat menetapkan dan memilih setiap pemimpin Kristen pada pelayanan untuk memimpin. J. Robert Clinton yang mengatakan bahwa, “Pemimpin Kristen ialah seseorang yang dipanggil Allah sebagai pemimpin, yang ditandai dengan kapasitas memimpin, tanggung jawab pemberian Allah untuk memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja), untuk mencapai tujuan-Nya bagi dan melalui kelompok ini”[16]
Maxwell menyatakan bahwa integritas penting karena pertama, integritas membina kepercayaan. Seorang pemimpin yang berintegritas akan mendapatkan kepercayaan dari para pengikutnya. Kedua, integritas punya nilai pengaruh tinggi. Bukan apa yang kita katakan berpengaruh terhadap orang lain, tetapi apa yang kita lakukan lebih berpengaruh kepada orang lain. Ketiga, integritas memudahkan standar tinggi. Seorang pemimpin yang berintegritas dapat memikul tanggung jawab lebih daripada para pengikutnya. Keempat, integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya citra. Citra dapat membuat kita memanipulasi diri kita supaya kelihatan baik, tetapi integritas menyatakan diri kita yang sesungguhnya. Kelima, integritas berarti menghayatinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Seorang pemimpin yang berintegritas lebih mementingkan proses daripada hasil. Keenam, integritas membantu seorang pemimpin dipercaya, bukan hanya pintar. Pemimpin yang berhasil tidak harus memerlukan kecakapan dan kepintaran yang luar biasa tetapi mengharuskan integritas di dalam hidupnya. Terakhir, integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah payah. Integritas mencerminkan disiplin diri, keyakinan batin, dan keputusan untuk jujur sepenuhnya dalam segala situasi di dalam kehidupan kita. (Mengembangkan Kepemimpinan.., 41-49).
Integritas bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dibangun. Integritas membutuhkan usaha sepanjang hidup. Tidak bisa dikatakan bahwa setiap orang memiliki integritas dan dengan sekejap saja setiap pribadi menjadi orang yang berintegritas. Kuncinya memiliki integritas adalah bagaimana seseorang memiliki hati yang jujur, tulus dan benar. Integritas adalah ciri khas orang yang dipanggil Allah untuk menjadi perpanjangan tangan Allah. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, kata Integrity dalam Alkitab diterjemahkan sebagai Kejujuran. Artinya, menjaga diri dan waspada dari segala kebohongan dan kemunafikan. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus menjaga dirinya sendiri dalam arti seorang pemimpin tidak mata duitan; hidup dalam pengorbanan (Kis. 20:33). Ia seorang yang selalu giat dan tekun dalam melaksanakan pelayanannya (Kis. 20:26). Kita tidak dapat mengukur kerohanian orang lain, tetapi dapat mengukur kerohanian dirinya sendiri. Poctafianus dalam bukunya Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah mengatakan: “Seorang pemimpin rohani harus menyadari keadaan rohaninya sendiri.”[17]
Dengan demikian setiaap orang dapat menolong orang lain dan dapat berbicara kepada orang lain dengan tidak berlebihan dan tidak merendahkan diri. Yang dimaksudkan adalah adanya kehidupan yang terbuka dengan orang lain. Terbuka bukan berarti kompromi. Sebab kompromi akan mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian segala sesuatu dalam diri seorang pemimpin rohani diukur dari segi rohaninya sendiri. Ketika seorang pemimpin rohani gagal dalam hal kerohanian, maka akan lebih baik jika ia mengakui kegagalannya itu. “Pengakuan yang jujur menolong orang lain mengerti bahwa seorang pemimpin bukanlah seorang Superman.”[18]
Poctafianus juga menceritakan bagaimana dalam hidupnya sebagai seorang pelayan Tuhan pernah menyadari bahwa dirinya secara tidak langsung telah mencuri kemuliaan Allah. Saat dimana hidup pelayanannya tidak memiliki integritas yang benar dihadapan Allah. Kemudian disuatu malam Allah berbicara didalam dirinya dan menyuruhnya untuk mengakuinya dihadapan orang-orang Jerman dan Perancis pada suatu malam, bahwa ia telah melakukan kesalahan dihadapan Allah. Ia mengatakan bahwa ketika setelah dirinya mengakui kesalahan itu, Allah tidak membuat wibawanya hilang. Justru setelah pengakuannya yang jujur itu ia dapat berkotbah dengan urapan Allah.[19]
Kejujuran adalah satu hal terpenting yang benar-benar harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Akibat dari sikap kejujuran ini adalah adanya sebuah kepercayaan yang ditaruh oleh para pengikutnya sehingga kepemimpinan itu dapat terus berkembang dan menghasilkan generasi kepemimpinan baru yang sehat. Seorang pemimpin rohani dihormati karena wibawanya. Banyak orang Kristen menghormati seorang pemimpin rohaninya karena ia menganggap hal itu adalah penting. Bahkan ada banyak gereja yang sampai hari ini secara tidak langsung, sadar atau tidak disadari telah mengkultuskan seorang pemimpin rohani melebihi Allah mereka sendiri.
Hal ini cukup beralasan, karena hal demikian sudah menjadi hal yang lumrah. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa hal ini adalah sebuah fenomena yang sebenarnya tidak alkitabiah. Kepemimpinan seorang manusia tidaklah untuk hal demikian, sebab esensi dari kepemimpinanitu sendiri adalah menjadikan orang-orang yang dipimpinnya menjadi serupa dengan Kristus. Kemungkinan atas dasar pengurapan Allah yang mengalir atas diri seorang pemimpin maka ada banyak orang Kristen mengagungkan seorang pemimpin melebihi esensi dari pengurapan itu sendiri. Sebab pengurapan itu sendiri merupakan akibat dari integritas yang dimiliki seorang pemimpin sehingga membuat wibawa seorang pemimpin muncul kepermukaan.
Integritas sangat memiliki peran yang sangat penting bagi seorang pemimpin. Sebab dengan integritas seorang pemimpin dihormati. Integritas akan membuat seorang pemimpin tetap berada pada posisi yang sebenarnya, segala sesuatu yang dikerjakan oleh seorang pemimpin yang di landasi integritas yang benar akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam buku yang di tulisnya, Poctafianus mengatakan bahwa: “Kejujuran rohani menimbulkan kepemimpinan yang berwibawa didalam pengurapan Allah.”[20] Oleh sebab itu perlu di sadari bahwa integritas seorang pemimpin sangat perlu untuk terus dikembangkan, sehingga kepemimpinan yang sedang dikembangkan itu dapat berjalan dengan maksimal dan membawa tim yang di pimpinnya itu kepada sebuah tujuan yang telah diciptakan didalam program kerja yang telah di tentukan.
Integritas (integrity) berasal dari kataintegrare (Latin) yang berarti: to make whole atau kurang lebih punya arti: membuatnya utuh atau menyatu. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Integritas diartikan sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur dan dapat dipercaya. Ini berarti bahwa orang yang memiliki integritas adalah orang yang memiliki keutuhan yakni satunya kata dan tindakan, jujur dan dapat dipercaya. Dapat dikatakan juga, sebagai nilai moral, integritas adalah seseorang yang sama baik di dalam maupun diluarnya. Tidak berbeda antara yang diucapkan dan yang dikerjakannya. Tidak ada penyimpangan antara yang dikatakan dengan yang dilakukan. Hidup dan gaya hidupnya adalah seperti sebuah buku yang terbuka yang dapat dibaca oleh semua orang.[21]
Kepemimpinan adalah sebuah persoalan kompleks yang tidak dapat didefinisikan dalam satu kalimat pendek. [22] Bentuk kepemimpinan ini selalu berbeda dalam beragam situasi di mana setiap orang memperlihatkan kualitas-kualitas kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan seseorang dipengaruhi dari banyak aspek baik dari aspek kepribadian individu, juga dari aspek luar dari orang-orang yang pernah menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu mempengaruhi kontekstualisasi yang berfokus pada tantangan-tantangan kepemimpinan yang muncul.
Kepemimpinan membutuhkan banyak pengetahuan dan latihan  kedisiplinan.[23] Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin adalah adanya sifat yang berhubungan dengan intelegensia termasuk pengetahuan, ketegasan, dan kelancaran berbicara.[24]Pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan tertentu merupakan suatu faktor penting dalam keefektifan seorang pemimpin.Wawasan yang luas juga menjadi faktor pendukung yang menonjol bagi seorang pemimpin. Kata wawasan (pandangan) diterjemahkan dari kata Ibrani yang arti dan pengertian sebenarnya adalah “menjadi hati-hati, bijaksana,” yaitu menjadi berhikmat dan bijaksana serta memiliki pengaruh kedepan.[25]
Kepemimpinan berarti cara memimpin, yang berasal dari kata dasar kata benda Pimpin yang berarti tuntunan, bimbingan, hasil memimpin dan kata kerja Memimpin yang berati mengepalai, mengetuai; memandu; memegang tangan seseorang untuk dibimbing dan ditunjukkan jalan; melatih, mendidik, mengajar agar dapat mengerjakan sendiri.[26]
Integritas ini dibutuhkan oleh siapa saja, tidak hanya pemimpin namun juga yang dipimpin. Integritas sebagai pemimpin dapat membawa yang dipimpin menjadi lebih baik. Pemimpin yang memiliki integritas hanya akan berpikir bahwa dirinya itu melayani siapa saja yang dipimpinnya, bukan sebaliknya. Sedangkan seorang pengikut yang memiliki integritas berpikir bahwa dirinya harus melayani pemimpin selama pemimpin itu benar sesuai nilai prinsip dan moral. Dengan begitu akan terjadi pelayanan dua arah dimana akan menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Pemimpin yang melayani pengikut bisa menjadi adil. Hal ini membuat pengikutnya senang dan mengikuti apa yang diperintahkan karena mereka yakin bahwa pemimpin tersebut memiliki integritas dan lebih banyak benar.[27]
Integritas berhubungan dengan dedikasi atau pengerahan segala daya dan upaya untuk mencapai satu tujuan. Integritas ini yang menjaga seseorang supaya tidak keluar dari jalurnya dalam mencapai sesuatu. Seorang pemimpin yang berintegritas, tidak akan mudah korupsi atau memperkaya diri dengan menyalahgunakan wewenang. Seorang pengusaha yang berintegritas tidak akan menghalalkan segala cara supaya usahanya lancar dan mendapatkan keuntungan tinggi. Singkatnya, orang yang memiliki integritas tetap terjaga dari hal-hal yang mendistraksi dirinya dari tujuan mulia
Yakob Tomatala menambahkan sesuatu mengenai sebuah straregi dalam kepemimpinan, ia mengatakan bahwa: “Anda dapat menjadi pemimpin yang baik apabila anda mengerjakannya, yang dimulai dari diri sendiri.”[28] Mungkin kesalahan terbesar yang dilakukan orang ketika menentukan sebuah tujuan adalah mengkomitmenkan diri pada sebuah kegiatan yang sulit dilakukan didalam hidup dan gaya kerja yang ada sekarang. Rencana dan tindakan harus seirama dengan gaya hidup seorang pemimpin. Rencana pembelajaran yang mengandung langkah-langkah yang nyata dan praktis akan menghasilkan perbaikan yang sangat kuat.

Ciri-Ciri Pemimpin yang Berintegritas[29]
1.   Pemimpin yang memiliki ketulusan
Pemimpin yang tulus adalah pemimpin yang memiliki motivasi yang murni. Kemurnian dari motivasi pemimpin dapat ditunjukan melalui transparansi hidup, kerelaan hati dan keterusterangan.  Larry Keefauver mengatakan, bahwa “Pemimpin mempraktekkan apa yang pemimpin ucapkan, di balik pintu yang tertutup bersama orang lain, di tempat-tempat yang jauh dan dengan mereka yang paling karib dengan pemimpin. Pemimpin yang hidup transparan atau terbuka tidak memiliki sesuatu yang perlu disembunyikan atau ditakuti. Hidup mereka yang transparan bagai surat yang terbuka. Surat Paulus kepada jemaat Korintus, mengatakan “Kamu adalah surat pujian kami yang ditulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang (2 Korintus 3:3).” Paulus menegaskan bahwa kehidupan orang-orang percaya seharusnya dapat dilihat dan dikenali oleh orang-orang lain sebagai pengikut Kristus, demikian juga pemimpin dapat dikenali dengan baik oleh orang-orang yang dipimpinnya. 
Pemimpin yang berintegritas selalu memiliki kerelaan hati. Kerelaan hati yang diperlihatkan oleh pemimpin dapat dilihat ketika ia memberikan yang terbaik kepada organisasinya maupun orang-orang yang dipimpinnya. Pemberian yang terbaik dapat berupa waktunya, perhatiannya, tenaganya dan pikirannya untuk memajukan organisasi yang dipimpinnya tanpa menuntut imbalan yang harus ia terima. Pemimpin yang tulus akan senantiasa hidup dalam kejujuran. Kejujuran menyatakan satu kata satu perbuatan. Jonatahan Lamb mengatakan, “Pemimpin dengan integritas adalah seorang yang mempunyai kepribadian utuh dalam kata dan perbuatan.  Sebagaimana perilakunya di depan umum, begitulah kenyataan kehidupannya.  Sebagai seorang pemimpin, ia selalu melakukan apa yang dikatakannya dan mengatakan apa yang dilakukannya. Kejujuran dalam sikap adalah bagian yang sangat penting dari kehidupan seorang pemimpin. Matius 5:37, mengatakan “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” 

2.   Pemimpin yang memiliki konsistensi
Integritas yang baik dalam diri pemimpin diwakili oleh tingkah laku yang baik.  Tingkah laku pemimpin dapat diukur dari apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan pada saat benar-benar sendirian.  John C. Maxwell mengatakan delapan puluh persen dari apa yang dipelajari orang datang melalui stimulasi visual, sepuluh persen melalui stimulasi pendengaran, dan satu persen melalui indera lainnya. Merupakan hal yang masuk akal bahwa semakin banyak pengikut melihat dan mendengar pemimpinnya konsisten dalam tindakan dan perkataan, akan semakin besar pula konsistensi dan loyalitas mereka.  Apa yang mereka dengar, mereka pahami.  Apa yang mereka liat, mereka percayai. Terlalu sering pemimpin berusaha memotivasi pengikutnya dengan sarana yang cepat mati dan dangkal, yang diperlukan orang bukanlah motto untuk dikatakan, melainkan teladan untuk dilihat.
Pemimpin yang memiliki konsistensi dapat dinyatakan melalui komunikasi. Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi yang dilakukan secara dua arah, di mana pemimpin tidak hanya  memikirkan dan menghendaki keinginan dan kemauannya yang didengar dan diterima oleh orang lain, tetapi ia juga harus bisa menerima keinginan dan kemauan dari orang lain. Kamunikasi dua arah menghindarkan pemimpin dari rasa superior dan dapat menjadi bahan evaluasi diri dalam mengembangkan kelebihan dan meminimalisasikan kekurangan-kekurangan yang ada. Komunikasi bukanlah sebagai sarana untuk memanipulisa orang lain untuk mendapatkan keuntungan diri sendiri, tetapi komunikasi dapat dijadikan sebagai sarana oleh pemimpin untuk membangun, menguatkan, dan membawa orang yang diajak berkomunikasi untuk menemukan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya mereka mau berkomitmen.
Pemimpin yang memiliki konsitensi dapat dilihat dari tanggung jawab dalam mengatur semua hal yang dipercayakan kepadanya. Pemimpin diperhadapkan kepada kegiatan-kegiatan rutin yang harus dikerjakan, seperti: memimpin rapat, menata administrasi, menerima telpon, menata organisasi, dan mengatasi berbagai konflik yang terjadi sehingga tidak ada waktu lagi buat diri dan keluarga.  Semua itu membutuhkan kerja keras sebagai bentuk tanggung jawab pemimpin. Pemimpin harus sadar bahwa apa yang dipercayakan kepadanya adalah kepercayaan yang harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya. 

3.   Pemimpin yang pemiliki keandalan
Keandalan seorang pemimpin mencerminkan kesetiaan Allah.  Keandalan dapat ditemukan lewat kekudusan, kesetiaan, dan pengetahuan akan firman Allah dari kehidupan pemimpin.  Kekudusan berbicara tentang kerakter Allah, di mana Allah itu kudus dan Ia terpisah dari dosa.  Pemimpin harus hidup dalam kekudusan dengan demikian ia hidup dalam karakter Allah yang akan mendatangkan reputasi yang baik. Reputasi yang baik membuat pemimpin dapat diandalkan, demikian sebaliknya. Area yang sering kali menjadi tempat kejatuhan para pemimpin, yaitu: kedudukan, harta, dan seks. Selain kekudusan, pemimpin yang dapat diandalkan adalah pemimpin yang memiliki kesetiaan. Kesetiaan yang dimaksud adalah pemimpin memiliki loyalitas dan komitmen kepada Tuhan, organisasi, dan orang-orang yang dipimpin. Loyalitas dan komitmen pemimpin akan teruji melalui setiap tantangan dan hambatan dalam kepemimpinannya. 
Keandalan yang terakhir dari pemimpin adalah pengetahuan akan firman Tuhan. Pemimpin harus memiliki pengetahuan yang benar dan lengkap akan firman Tuhan.  Bagi pemimpin Kristen, Alkitab adalah sumber utama dalam pengambilan keputusan. Itu yang terutama karena Roh Kudus, nasihat, dan hati nurani tidak bertentangan dengan Alkitab. Pemimpin perlu mendisiplinkan diri dalam mempelajari firman Tuhan.  Kedisiplinan itu dapat dilakukan melalui renungan pada saat teduh setiap pagi, studi Akitab, mengikuti seminar-seminar yang membahas tentang penyelidikan Alkitab, membaca buku-buku rohani yang menambah pengetahuan akan firman Tuhan.  Usaha-usaha ini akan menjadikan pemimpin sebagai pemimpin yang bijaksana dan penuh hikmat dalam mempimpin dan dalam pengambilan keputusan. 
Kekristenan sesungguhnya dituntut lebih dalam hal ini. Apalagi seorang pemimpin Kristen atau seorang hamba Tuhan dituntut untuk memiliki integritas karena dunia mennuntut dan menilai kita dalam hal integritas. Itulah sebabnya kalau ada seorang pemimpin Kristen atau seorang hamba Tuhan jatuh dan gagal dalam integritas maka hal ini jelas akan menjadi sorotan. Tentunya bukan mereka yang disoroti tetapi kita sebagai orang percaya juga dituntut hal yang sama baik oleh dunia dan terutama oleh Tuhan. [30]

IV. KESIMPULAN

Krisis integritas dewasa ini menjadi masalah besar dalam dinamika kehidupan manusia. Sangat sulit mencari orang yang saleh, benar, jujur, setia, tulus hati dan bertanggung jawab. Demikian juga sangat sulit mencari orang yang benar-benar punya komitmen terhadap nilai-nilai ideal-universal. Hal ini semakin menjadi-jadi, jika orang yang hendak dicari adalah pemimpin yang punya integritas dan komitmen. Ditengah sulitnya mencari orang yang berintegritas sekaligus berkomitmen, bukan berarti dua hal tersebut tidak dibutuhkan lagi. Justru muncul semacam paradoks, semakin sulit untuk dicari namun integritas dan komitmen semakin dibutuhkan.  
Kepemimpinan merupakan masalah yang mempunyai banyak segi di mana hal ini dapat dipandangan dari berbagai sudut pandang, baik dari segi cara pangangkatan, keresmian kedudukannya, kemmapuannya, dan gaya pelaksanaan kepemimpinannya.[31] Dalam kehidupan ini, ada beberapa kepemimpinan yang dipegang oleh seseorang, ada yang dengan kebetulan karena kepemimpinan diturunkan seperti zaman kepemimpinan para raja. Ada juga karena memiliki pangkat yang tinggi sehingga dipercayakan untuk menduduki satu pesisi pemimpin, serta ada juga ada beberapa kepemimpinan lain. 
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out ).[32]






[1]Poctavianus, Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah,  (Malang: Gandum Mas, 1994), 55.
[2]George Barna, Leader on Leadership, (Malang: Gandum Mas, 2002), 22-23.
[3]Russell C. Swansburg, Laurel C. Swanburg, Pembangunan Staf Keperawatan (Jakarta: Gramedia), 317.
[4]Charles R. Swindoll, Kepemimpinan Kristen Yang berhasil, (Surabaya: Yakin),  42
[5]Poctavianus, Manajemen dan Kepemimpinan, 64.
[6]Joyce Meyer, Pemimpin Yang Sedang Dibentuk, (Jakarta: Immanuel, 2007), 128.
[7] Yosafat Bangun, Integritas Pemimpin Pastoral (Yogyakarta: Andi, 2010)128.
[8] Ibid, 130
[9] Jonathan Lamb, Integritas.Perkantas.2008.Hlm.31-32
[11]  Jonatahan Lamb, Integritas.(Jakarta : Perkantas – Divisi Literatur),2008.hlm.37-45.
[12] Bambang Yudho, How to Become A Christian Leader, (Yayasan Andi),2006,hlm.19.
[13]http://www.danielronda.com/index.php/kepemimpinan/56-mengembangkan-karakter-pemimpin-kristen.html
[14]http://www.danielronda.com/index.php/kepemimpinan/56-mengembangkan-karakter-pemimpin-kristen.html
[17]Poctavianus, Manajemen Dan Kepemimpinan, 75.
[18]Ibid., 76.
[19]Ibid., 77.
[20]Ibid., 77.
[22] Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang: Membentuk Dan Memperbarui Kepemimpinan Yang Mampu Bertahan Dalam Zaman Yang Berubag, (Jakarta: BPK Gunung  Mulia, 2012) 16.
[23]Russell C. Swansburg dan Laurel C. Swanburg, Pembangunan Staf Keperawatan (Jakarta: Gramedia), 316.
[24]Ibid., 317.
[25]Charles R. Swindoll, Kepemimpinan Kristen Yang berhasil (Surabaya: Yakin),190.
[26] Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta : Prenada Media, 2005), 255.
[27] http//ridwanaz.com/umum/pengembangan-diri/pengertian-integritas-dan korelasinya dengan pemimpin
[28]Yakob Tomatala, Pemimpin yang Handal (Jakarta: Institut Filsafat Teologi dan Kepemimpinan Jaffray), 31.
[31] A.M. Mangunhardjana, Kepemimpinan, (Yogyakarta: Kanisius, 1976) 13.