Judul : Antara Kaum Injili Dan Kaum Oikumenis
(Kontroversinya Mengenai Fundamentalisme)
Penulis :
Togardo Siburian
Penerbit :
Sekolah Tinggi Teologi Bandung
1. MEMBACA
SITUASI KONTEMPORER KEKRISTENAN INDONESIA: PERSELISIHAN DAN PERTIKAIAN
Kebangkitan agama dialami oleh semua agama-agama di dunia ini, termasuk
kekristenan sebagai agama. Di Indonesia, kebangkitan agama-agama disoroti
sebagai suatu kebangkitan kelompok-kelompok fundamentalistik di dalam kalangan
agama-agama. Tidak terkecuali di dalam kekristenan, ada kelompok Kristen yang
mengidentifikasikan munculnya apa yang dikatakan gerakan fundamentalisme.
Secara umum, fundamentalisme agama adalah fenomena yang mendunia di mana para
sosiolog (keagamaan) mendefenisikannya sebagai gerakan-gerakan soosial yang
memecah masyarakat dan seringkali menuju kekerasan dengan kepemimpinan karismatik,
dan menuduh keagamaan lama yang sudah mapan telah kehilangan kemurniannya dan
menggunakan isu nasionalisme.
Banyak penelitian bahwa perkembangan kekristenan di Indonesia dibayangi
oleh semangat polarisasi antar golongan-golongan Kristen. padahal, diakui atau
tidak diakui perkembangan kekristenan di indoesia dipelopori dan diperjuangkan
oleh dua kelompok Kristen yaitu kaum injili dan kaum oikumenis. Istilah injili
dan oikumenis dipakai menunjukkan pada kelompok Kristen tertentu yang sudah
dipakai dengan sebagai istilah yang saling berproposisi baik dalam pembicaraan
biasa maupun dalam litertur-literatur yang diterbitkan oleh masing-masing
kelompok kristen tersebut, pada dua dekade terakhir ini. Dengan semakin
lebarnya jurang pemisah antara kaum injili dan kaum oikumene, serta semakin
meruncingnya pertentangan diantara keduanya, muncullah suatu istilah tambahan
yang sering dikemukakan oleh kaum oikumenis terhadap kaum injili. Pelopor
gerakan oikumene dengan rajin memakai istilah fundamentalisme atau cap kaum
fundamentalis terhadap kaum yang terkesan bermusuhan dengan mereka yaitu kaum
injili. Jadi bagi kaum oikumenis yang dimaksudkan kaum fundamentalis dengan
fundamentalismenya adalah kaum injili pada umumnya atau setidaknya kaum yang
memakai payung pengaman injili atau juga berlindung dibawah panji-panji
golongan injili.
Secara eksternal dan fenomenal memang terlihat kaum injili dirugikan dengan
tuduhan kaum oikumene tersebut, namun secara fundamental dan internal tidak
dapat tergoyahkan, karena berdasarkan kekuatan Firman Tuhan dan didasarkan pada
kemahakuasaan Firman. Kaum fundamentalisme secara historis adalah suatu
golongan Kristen, yang ada pada mulanya muncul di Amerika Serikat pada awal
abad 20-an dalam menghadapi liberalisme teologis.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memaparkan kembali secara singkat dan
adil mengenai gerakan fundamentalisme, oikumenisme dan evangelikalisme.
Kemudian menjelaskan pandangan kaum oikumenis tentang fundamentalisme dan
pandangan kaum injili tentang fundamentalisme. Fundamentalis dan
fundamentalisme memiliki persamaan dan perbedaan di mana persamaan dan
perbedaan keduanya dalam sikap dan hal-hal doktrinal serta ketergabungan dan
keterpisahan kedua golongan tersebut dalam sejarah gereja.
2. DUA
GERAKAN UTAMA DALAM PROTESTANISME MASA KINI: OIKUMENISME DAN EVANGELIKALISME
(INJILI)
Reformasi adalah suatu gerakan dalam sejarah gereja yang berdampak sampai
pada kekristenan sekarang. Kadang kala pengertiannya dipersempit menjadi
protestan yang berpengertian umum non-katolik Roma dengan segala macam
implikasi dan implementasinya bagi gereja. Pada masa kini protestanisme
dipelopori oleh tiga gerakan besar yaitu evangelikalisme, oikumenisme dan
fundamentalisme dengan perselisihan antara
mereka. Kelompok Kristen masa kini dari jalur atau gerakan reformasi
awal menolak untuk dipersamakan dengan protestan, demikian juga sebaliknya
sehingg gerakan ini diberikan nama pentakostalisme dan karismatik (neo
pentakostalisme).
Sebagai suatu gerakan protestan, maka oikumenisme bersifat interdenominasi
dengan merangkul banyak ajaran teologis dan aliran Kristen dari gereja-gereja
yang berseberangan. Sedangkan evangelikalisme bersifat transdenominational (non
denominational) yang secara sewajarnya dapat terdiri dari lembaga-lembaga,
denominasi-denominasi bahkan perorangan dibawah istilah gereja. Ciri suatu
gerakan adalah suatu yang dinamis dan bergerak mencapai suatu tujuan yang telah
disepakati bersama secara konsensus dan ketekadan dari beberapa golongan atau
pribadi, yang walaupun mempunyai perbedaan khusus namun secara umumnya
mempunyai tujuan bersama di atas tujuan dan kepentingan golongan. Suatu gerakan
(movement) adalah suatu usaha yang dengan sadar dan terencana dijalankan dengan
motif, dan akibat-akibat yang telah diakui secara umum dan dilakukan secara
sistematis. Jadi masing-masing gerakan tersebut mempunyai ideologi khusus
tertentu yang membedakan satu dengan lainnya secara radikal.
Gerakan
Evagelikal (Injili)
Istilah evangelikal atau injili adalah istilah alkitabiah yang berasal dari
kata benda Yunani euanggelion, injil
(euanggelizomai, memberitakan injil).
Perjanjian baru memakai kata benda euanggelion dengan tiga pengertian yaitu 1.
Kabar baik, kabar gembira (Mat. 4:23; 9:35), 2. Injil atau ajaran injil (Mat.
26:13; 8:35), 3. Khotbah injil atau pengajaran injil (1 Kor. 4:15; 9:14).
Secara pergumulan dan rumusan doktrinalnya teologi injili adalah pergumulan
kekristenan barat, eropa kemudian ke Amerika Utara sehingga sering diklaim
sebagai milik orang kristen barat. Berjalannya waktu pemikiran-pemikiran
teologis ini semakin terkristalisasi dan telah terinstitusikan dalam suatu
gerekan yang bernama evangelikalisme.
Secara khusus perbedaan kaum injili dan non injili dapat dimengerti
berdasarkan asas-asas: 1. Keteguhan pada doktrin ineransi Alkitab, 2. Keunikan
Kristus sebagai Tuhan; Allah dan manusia sejati, 3.Kristus sebagai satu-satunya
Juruselamat, 4. Mengemban mandat ilahi berganda pembaharuan spiritual dan pembangunan
kultural. Dari segi dinamika pengikutNya menjadi: 1. Orang yang mengalami
pengalaman pertobatan yang subjektif dan sering disebut dengan kelahiran
kembali atau diselamatkan, 2. Orang-orang yang tunduk pada otoritas Alkitab
sebagai Firman Allah yang diilhamkan oleh Allah, 3. Orang-orang memberitakan
imannya atau penginjilan,
Jadi evangelikan adalah suatu nama kelompok Kristen yang bersifat
interdenominasi dan sudah umum di abad 20 yang lalu, yang digunakan untuk
menjelaskan suatu gerakan internasional yang berkomitmen pada ajaran-ajaran
protestan yang historis dan terpanggil untuk mempertahankan teologi protestan
ortodoks. Karena itu sering disebut injil konservatif, yang membedakan
katolikisme oikumenisme dan sekte bidat. Keunikan lain gerakan ini adalah
pentingnya pemberitaan injil, di mana Allah menganugerahkan keselamatan,
berdasarkan penebusan pengganti Kristus bagi manusia yang berdosa.
Kaum injili adalah pewaris reformasi yang masih mempertahankan otoritas
Alkitab dan Kristus, serta secara konservatif membedakan diri dari orang-orang
protestan yang terkemudian, yang sudah tidak berpegang pada otoritas Alkitab
lagi. Kaum injili identik dengan kaum reformasi yang secara umum lebih dikenal
dengan Lutheran bahkan sebutan protestan pada ukuran masa kini yang konon pada
waktu itu ditolak oleh Martin Luther sendiri. Luther tidak menerima sebutan
protestan tetapi menerima dengan senang hati sebutan evangelisch (injili).
Seiring berjalannya waktu, kaum injili atau protestan mengalami degrasi
dalam pelayanan, pengalaman dan kepercayaannya, ketika masuknya ajaran-ajaran
modernisme akibat derasnya arus rasionalisme, dan juga modernisme pencerahan.
Protestanisme sebelum bereaksi keras terhadap penyimpang katolikisme, pada
abad-abad ini lebih tertarik pada pembelaan rasio dan humanisme sehingga
meniggalkan kesetiaannya pada ajaran-ajaran ortodoksi dan otoritas Alkitab bagi
iman dan praktek hidup kekristenan. Orang protestan yang dikatakan injili sudah
tidak mau setia lagi pada ajaran injil Allah dan ajaran Alkitab, tetapi lebih
mengutamakan kemuliaan manusia artinya banyak orang injili tidak memegang
prinsip-prinsip reformasi yang selama ini menjadi jantung eksistensinya. Kaum
injili sekarang sebagai pewaris reformasi yang ortodoks yang menekankan
keselamatan hanya berdasarkan injil saja, bukan pada gereja, yang sering
dianggap sebagai penyalur resmi keselamatan. Hal ini sebenarnya
mengungkapkan bahwa selanjutnya
reformasi dalam tubuh protestanisme bercabang dua yaitu bersifat konservatif
dan bersifat liberal.
Pada permulaan abad 20, kaum injili bereaksi sebagai fundamentalis dan
menghadapi modernisme dan teologi liberal. Kaum fundamentalis pada waktu itu
adalah orang –orang yang secara militan mempertahankan ajaran-ajaran dasar
kekristenan yagn dipercaya sepanjang zaman (ortodoksi). Ketika kaum
fundamentalis semakin berkembang secara moral dan bertambah kuat dengan
masuknya banyak golongan konservatif yang lain seperti dispensasionalisme, maka
kaum fundamentalis semakin ekstrim dan suka berkelahi terhadap kawan-kawan
injili konservatif yang lain yang hidup
memisahkan diri dari masyarakat serta bersikap negatif terhadap dunia
luar dan pada titik inilaj terbentuk gerakan forman yang dinamakan
fundamentalisme.
Pada waktu kemudian, kira-kira tahun 1930-an, banyak orang injili
konservatif yang tergabung di dalam kelompok fundamentalis awal keluar dari
gerakan ini, karena dirasakan gerakan tersebut menyimpang dari gerakan
mula-mula. Gerakan ini dimulai disebut gerakan neo-evangelism. Pada masa
sekarang ini neo-evangelikalisme adalah gerakan yang paling komprehensif dan
mencakup kontroversi injili, sekaligus menempatkannya identik dengan nama
injili itu sendiri dan dapat dikatakan menjadi ibu yang menurunkan mode-mode
gerakan injili paling kontemporer, sejak tahun 1960-an. Gerakan injili adalah suatu gerakan reaksi
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang muncul di dalam sejarah gereja. Pertama
terhadap ketidakkonsistenan Roma Katolik. Kedua terhadap kesesatan kaum
modernis/ teologi liberal.dan ketiga terhadap kenegatifan sikap-sikap dan
ekstrim dari fundamentalisme.
Kaum fundamentalisme mula-mula tidak ingin memihak pada fundamentalisme
ekstrim dan mempertimbangkan gerakan injili baru sebagai sesuatu yang baik
tetapi juga terjatuh dalam kompromis radikal dan tetap berada dalam sebutan
lama kaum injili konservatif yang setara dengan sebutan establishment
evangelicals dan dikontraskan dengan young evangelicals. Ada beberapa variasi
yang ada diantara kaum injili yang didasarkan pada: prioritas tekanan yang
relatif, penambahan fokus pelayanan yang dipilih dan penafsiran Alkitab yang
lebih tepat atas elemen-elemen pengukur tersebut. Ada juga dua gerakan injili
yang dicatat sebagai usaha reuni
dikalangan orang Kristiani, yaitu Catholic Evangelicals dan Ecumenical
Evangelicals.
Kaum injili adalah orang-orang yang masih setia kepada ortodoksi Kristen
dan secara jujur diakui sebagai kaum fundamentalis mula-mula. Sejak saat itu
semakin diteguhkan bahwa pengertian injili adalah orang-orang yang setia paa
kebenaran injil dan memberitakan injil. Gerakan injil masuk ke Indonesia sejak
70-an abad yang lalu, secara formal keberadaannya dipertegas dala pendirian
persekutuan injili Indonesia yang dibentuk dalam wadah gerakan injili, yang
menampung bukan hanya geraja yag formal tetapi juga yayasan dan pribadi yang
berwatak injili. Tetapi sekarang banyak dari anggota PII dari gereka pntakosta
dan orang-orang karismatik atau yayasan juga sekolah teologi yang beraliran
karismatik. Gerakan evangelical berakar pada peristiwa reformasi, bahkan
gerakan ini pada saat ini kelanjutan dari gerakan reformasi Great Evangelical
Aweking dari kebangunan rohani pietis dan puritasn dan evangelical alliance.
Gerakan Oikumene
Oikumene berasal dari dua kata menurut orang-orang oikumenis yaitu oikos dan menein. Jadi oikumene itu adalah bentuk pattisip presen dari kata
kerja oikeo. Konotasi kata ini dibawa
masuk ke dalam lingkungan gereja menjadi the whole household of faith yang
menyangkut semua ras, bangsa, dan cabang gereja Kristen di dalam dunia. Dalam
hal ini dikatakan berasal dari akar kata yang membentuk oikumene yaitu oikos yang
artinya rumah dan menein yang artinya
menempati atau tinggal. Jadi malalui kata ini, oikumene diartikan menjadi tinggal dalam satu rumah. Tetapi pada
masa sekarang ini pemahaman tentang oikumenisme boleh dikatakan berubah menjadi
ekspresi suatu keseluruhan dalam diri suatu kualitas hidup dan sikap.
Gerakan oikumene ini bermaksud untuk menyatukan gereja-gereja yang
tercerai-berai diseluruh dunia menjadi satu gereja protestan yang esa, namun
secepat kilat muncul permasalahan dikarenakan perbedaan keyakinan dan tatacara
ibadah yang bermacam-macam pula dari gereja-gereja yang mengikuti gerakan
tersebut. Dan juga bukan hanya itu yang berbeda tetapi doktrin-doktrin yang
diajarkan. Oleh karena itu satu kesatua yang lahir untuk penyatuan
gereja-gereja yaitu gerakan laife and work. Proyek ini mengenai kerja sama
dalam pelayanan gereja-gereja yang harus mendiskusikan dulu doktrinalnya.
Pembentukan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (DGD), perlu untuk menjiwai
kerjasama antar gereja, bangsa-bangsa sekaligus dipakai sebagai sarana untuk
pembicara-pembicara demi terbentuknya gereja Kristen yang bersatu. Tujuaan DGD
di Indonesia adalah pembentukan gereja Kristen yang Esa di Indonesia atau
pembentukan gereja Protestan Indonesia (GPI). DGI pada dimensi misi kesatuan
gereja secara eksternal, tetapi kurang memperhatikan dimensi sebelahnya yaitu
dimensi misi penginjilan.
Gerakan oikumenis semakin melebar dari tujuan teologis mula-mula di mana
hanya berfokus pada gereja dan penginjilan sedunia. Persatuan dan kesatuan yang
sedang berkembang dalam gerakan oikumene di Indonesia lebih mengarah pada
penggalangan antar agama-agama danlam satu wadah gerakan oikumenis atau gerakan
oikumene. Gerakan oikumene kemudian kembali pada pengertian umum yaitu sebatas
seluruh dunia diduduki, tidak memaksudkan khusus gerejawi lagi, tetapi
diperluas keluar gereja yang ditandai dengan mulai diundangnya utusan-utusan
dari agama-agama lain, singkatannya bukan lagi whole the church tetap[i whole
the world. Gerakan oikumenis lebih dekat dan dapat bermanis-manis dengan
golongan agama lain.
3. PERMASALAHAN
FUNDAMENTASLISME DALAM GERAKAN PROTESTAN
Fundamentalisme adalah suatu gerakan protestan pada mulanya muncul di
Amerika Serikat pada abad ke-20 M. Fundamentalisme bukan istilah Alkitabiah,
tetapi esensinya adalah ajaran Alkitab. Fundamental berasal dari bahasa inggris
yaitu fundaments yang artinya dasar-dasar atau hal-hal dasar. Sedangkan
fundamental adalah kata sifat yang berarti yang mendasar atau yang bersifat.
Prinsip dalam fundamental adalah back to the Bibble. Fundamentalis disebarkan
dari 1910-1915 di mana di dalamnya didaftarkan sejumlah pengajaran daras
kekristenan yang harus ditekankan kembali. Dasar-dasar Kristen yang selama ini
dipercayai orang adalah inspirasi dan inneransi Alkitab, ketuhanan Yesus
Kristus, kematian Kristus sebagai penebusan dan pengganti, kebangkitan Yesus
Kristus secara literal dan kesejarahan mujizat.
Sebutan fundamentalisme yang sangat popular dalam kaitannya dengan traktat
yang berjudul the fundamentals. Kaum fundamentalis adalah orang-orang injili
konservatif yang ingin mempertahankan orang Kristen untuk dapat berdiri pada
dasar-dasar kepercayaan Kristen yang ortodoks dengan memakai pendekatan
konservatif bagi Alkitab. Fundamentalisme dianggap sebagai gerakan independen.
Fundamentalis adalah separatis yang sejati, tidak kerjasama dan kompromi dengan
kaum modernis liberal yang sekarang banyak bernaung dibawah panji-panji gerakan
oikumenis baik dalam pelayanan penginjilan bagi dunia yang terhilang apalagi
dalam pengajaran doktrinal.
Gerakan fundamentalisme bukan hanya bersikap separatis lagi tetapi lebih
jauh menjadi mengisolasi diri dari pergaulan sosial dan masyarakat. Ciri-ciri
ini membuat fundamentalis seolah-olah sama dengan kaum karismatik. Kaum
fundamentalis yang kontemporer tidak mau juga untuk disamakan dengan kaum
injili seperti yang disarankan oleh kaum oikumenis. Kaum fundamentalis sangat
menentang golongan karismatik dan doktrin-doktrin yang dianggap sesat dan tidak
mau dipersamakan dengan golongan karismatik. Memang semuanya ini memiliki
kesamaan tetapi kaum fundamentalis dan karismatik tidak mau disamakan seperti
yang dikatakan oleh kaum oikumenis. Fundamentalis ini adalah fenomena Amerika
serikat khusunya penduduk dari lapisan bulenya. Kaum ini adalah pencetus
dasar-dasar kekristenan tidak ada kaitannya lagi dengan funamentalisme tersebut
sebagi suatu gerakan tertentu.
4. GAMBARAN
KRISIS KAUM OIKUMENIS TENTANG FUNDAMENTASLISME
Fundamentalis dalam kekristenan secara terstruktud dan ideologis tidak
hadir di Indonesia. Fundamentalisme sebagai suatu protestan adalah fenomena
kekristenan di barat khususnya Amerika Utara. Dimata kaum oikumene, keberadaan
fundamentalis itu menjadi penghambat gerakan laju modernisasi kekristenan
berpendekatan liberal terhadap Alkitab dan ortodoksi, serta mengganggu gerakan
oikumenisme yang sangat inklusif radikal di dalam masyarakat agar kekristenan
dapat dengan aman hidup ditengah-tengah masyarakat plural.
Fundamentalisme memiliki pengertiap positif dan merupakan gerakan yang
selalu dibutuuhkan oleh agama-agama apapun, termasuk agama Kristen.
fundamentalisme adalah suatu paham yang bersemangat kembali ke akarnya atau
kembali kepada ajaran-ajaran mula-mula dan didirikan oleh pendiri agama
tersebut dengan mengikuti ajaran-ajaran kitab suci secara harafiah.
Menurut kaum oikumenis, gerakan fundamentalis adalah suatu gejala
kemasyarakatan dan keagamaan ketika keadaan iman Kristen seolah-olah didesak
oleh ajaran lain dan pemikiran modern atau liberal di dalam gereja-gereja
protestan. Fundamentalisme pada mulanya adalah reaksi warga gereja protestan
yang merasa dirinya terjepit oleh situasi yang tidak menguntungkan bagi gereja,
pada waktu itu diancam dari berbagai arah.
Kaum fundamentalis menentukan garis perjuangan secara nyata untuk membela
gereja yang sudah kalah dengan tiga sikap tegas yaitu pernyataan Alkitab
dipertentangkan dengan akal budi, Alkitab dipertentangkan dengan Ilmi
pengetahuan, dan menciptakan ajaran inspirasi dan ineransi Alkitab. Kaum
fundamentalis dianggap tidak akan mengerti Alkitab yang benar tanpa metode
historis yang modern tersebut. Fundamentalis muncul sebagai reaksi terhadap
keadaan di dalam gereja yang tidak dapat menunjukkan kekuatan iman dalam
menghadapi dunia ini. Eka Darmaputra menilai gerakan fundamentalis sebagai
gerakan anti institusi, yang tidak membawa apa-apa selain kesalahan yang sama
dengan kaum mapan yang digoyang mereka.
Kaum oikumene sangat menyoroti doktrin ineransi dan pengilhaman Alkitab
sebagai tanda yang mencirikan gerakan fundamentalisme beserta kaumnya sebagai
suatu yang khusus. Setiap orang yang mengakui doktrin ineransi Alkitab,
pengilhaman dan otoritas Alkitab maka mereka digeneralisasikan sebagai kaum
fundamentalis. Sikap fundamentalis yang sering disoroti oleh kaum oikumenis
adalah sikap anti ilmu pengetahuan serta sikap anti kemasyarakatan. Anti ilmu
pengetahuan yang dimaksudkan adalah anti intelektual dan anti sosial
mmasyarakat serta sikapnya munafik. Ciri khas metoda yang dipakai gerakan
fundamentalisme dalam menghadapi kenyataan hidup termasuk musuh-musuh kekristenan
secara praktis dan teoritis adalah pendekatan benteng, konfrontasi, dan
non-kooperasi. Ciri khas pelayanan yang ada yaitu kebaktian spektakuler,
proselitisasi sampai pencurian domba.
Kaum oikumenis secara umum dapat mengulang pernyataan-pernyataan kaum
fundamentalis mula-mula yang biasanya dipakai sebagai program penyerangan yang
tegas pula dalam hal melindungi ajaran Kristen ortodoks. Hal tersebut terungkap
dal;am ajaran yang dinamakan the testimony of truth yang mencakup inspirasi dan
ineransi Alkitab, keilahian Kristus termasuk kelahiran dari seorang perawan,
kematian Yesus Kristus sebagai penebus pengganti, kebangkitan Kristus secara
jasmaniah dan kedatangan Kristus yang kedua kali. Religi fundamentalisme
mengajarkan tentang Kristen sejati dan kelahiran baru, mengajarkan injil
khusus, doa pribadi dan penginjilan spektakuler, keotoriterian Alkitab dan
literalisme, milenialisme apokaliptik, teologi obskurantisme.
5. PENILAIAN
KAUM INJILI TERHADAP FUNDAMENTASLISME
Bagi kaum injili, permasalahannya
adalah istilah fundamentalisme itu sendiri yang kehilangan pengertian yang
sesungguhnya dan pendapat pengertian yang buruk karena kepicikan, kenegatifan,
keekstriman serta kefanatikan yang menghambat banyak kaum injili konservatif
tidak memakai julukan itu lagi karena konotasi negatif dari kaum fundamentalis
yang picik. Seorang injili berpendapat bahwa kaum fundamentalis adalah unsur
ekstrim kanan dalam tubuh protestanisme yang ortodoks, yang berupaya
mempertahankan statusnya dengan menyerang modernisme yang liberal (unsur kiri),
namun tidak berhasil karena kehilangan tujuan dan motivasi mula-mula, lalu
mendapat status jelek di dalam kekristenan.
Secara kegerejaan, fundamentalisme
didefinisikan dari segi pengikutnya sebagai orang protestan injili, seorang
anti modernis dan melawan setiap aspek sekularisasi, dan penganutnya
supranaturalisme Kristen. Seorang dari kaum injili mendefinisikan fundamentalisme
menjadi empat kategori yaitu kategori sikap yang anti intelektual, kesarjanaan
dan kebudayaan kemudian kategori pemisahan diri dari yang dianggap menyimpang,
kategori Alkitabiah dan kategori eskatologis yang bersifat dispensasionalis.
Jadi secara umum kaum injili mengartikan fundamentalisme adalah kaum
fundamentalisme yang berkembang secara negatif yang kemudian disebut ultra
fundamentalisme bukan fundamentalisme mula-mula, dimana kaum injili
berkecimpung menghadapi teologi liberal dan higher criticism terhadap Alkitab.
Kaum injili memandang gerakan
fundamentalisme menjadi dua fase penting
dalam sejarah yaitu fundamentalisme awal sampai sebelum tahun 1920-an dan
fundamentalisme kemudian sesudah tahun 1920-an. Kedua fase ini dilanjutkan
dengan eksodus besar-besaran orang injili konservatif yang positif khusus tahun
1930-an. Kritikan orang injili disebut sebagai higher criticsm yang merupakan
suatu metode yang berasumsi anti supranaturalisme dalam mendekati dan meneliti
Alkitab. Situasi dunia yang dihadapi oleh kaum fundamentalisme adalah higher
criticsm dan teologi liberal, ilmu pengetahuan modern dan naturalisme, serta
sekularisasi dan modernisasi gereja. Kaum konservatif mula-mula menghadapi
liberalisme yang masuk ke dalam gereja yang sekarang mengalami bentrokan antar
sesama konservatif sehingga menjadi dua kelompok dari tubuh fundamentalis pada
waktu itu.
Kaum injili mencirikan ada tiga
karakteristik fundamentalisme dengan segala macam variasi sebutannya seperti
hiper, neo, ultra atau modern yaitu tekanan doktrin sekunder, metode gerakan
dan sikap fundamentalis. Doktrin sekunder ini dikuasai oleh aliran-aliran yang
bersifat apokaliptik. Kaum injili juga melihat dua metoda gabungan yang khas
dalam gerakan fundamentalisme yaitu konservatif-konfrontasi (mempertahankan
Alkitab dan ajaran-ajaran Kristen dari serangan kaum modernisme dan kritikus
anti-kristen) dan separasi-isolasi (menganggap diri murni dalam ajaran bahkan
menyarankan pengunduran diri dari khalayak ramai dan tenggelam dalam kerohanian
yang terisolasi).
Kaum injili menyoroti sikap-sikap kaum
fundamentalisme dengan nada yang tidak setuju seperti anti intelektual-ilmu
pengetahuan, anti kemasyarakatan sosial dan tidak kompromi, tidak bekerja sama,
dan sektarian ekstrim. Kaum injili menyoroti teologi kaum fundamentalis dengan
membaginya dalam dua besar yaitu doktrin primer dan sekunder. Kaum injili tetap
memandang fundamentalisme sebagai fenomena Amerika Utara sampai pada masa kini.
6.
KONTROVERSI KAUM INJILI DENGAN OIKUMENISME TENTANG
FUNDAMENTASLISME
Kaum oikumenis mencoba mengerti
fundamentalisme sebagai suatu gerakan keagamaan yang ingin kembali kebelakang
dan meliat ajaran-ajaran dasar dari sudut pendiri mula-mula dari agam tersebut.
Kaum oikumenis mengartikan fundamentalisme dari segi negatif yaitu suatui
gerakan yang mempertahankan pokok-pokok ajaran Kristen yang dianggap sudah kuno
karena kaidah-kaidah kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan modern. Dan kaum
injili juga tidak dapat menyamakan mereka dengan kaum fundamentalis. Dalam hal
ini kaum injili memandang kaum oikumenis adalah orang luar dari gerakan injili
dan mencoba mengkritik kaum konservatif dengan cara mengambil kenegatifan kaum
fundamentalis modern untuk mengenakan kepada semua orang yang bersemangat
injili konservatif.
Secara umum kaum injili indonesia
menarik kesimpulan bahwa fundamentalisme protestan yang dibicarakan sekarang
sebagai fenomena keagamaan Amerika Serikat. Kaum injili memandang
fundamentalisme sebagai gerakan positif yang bersikap baik pada awal
perjuangannya yaitu memperjuangkan ajaran-ajaran pokok kekristenan yang sedang
dirongrong oleh modernisme dan kritik liberal dengan cara-cara terhormat. Kaum
injili dapat memahami adanya kelompok Kristen yang dapat dikatakan
fundamentalistik.
Dalam memandang sejarah gerakan
fundamentalisme, kaum oikumenis dan kaum injili berbeda sekali di mana dalam
hal ini kaum oikumenis melakukan suatu kesalahan generalisasi, sepintas lalu
dalam sejarah fundamentalisme dan belum dapat melihat dinamika kesejarahan
fundamentalisme dengan pikiran yang jernih dan adil. Sebaliknya kaum injili
berhasil mengidentifikasikan secara menyeluruh dan lebih adil dan benar.
Kaum oukimenis di era sebelum 1920-an
memandang gerakan sejarah gerakan fundamentalisme sangt sepintas dan tidak
menyeluruh. Kaum oikumenis Indonesia tidak cermat dalam menilai fundamentalisme.
Dan kaum oikumenis di era sesudah 1930-an menghabiskan waktu dan tepat dalam
penulisan tentang fundamentalisme dari segi kenegatifan dan kejelekannya saja.
Kaum oikumenis tidak berhasil mengidentifikasi perubahan arah bahkan cenderung
mengabaikan.
Pandangan kaum injili melihat
perubahan dan perbedaan dalam perjalanan sejarah fundamentalisme dan sebagian
lagi ikut pada gerakan tersebut pada mulanya. Di era 1960-an kaum injili
berhasil mengidentifikasi munculnya yang dikatakan fundamentalisme modern, hiper
fundamentalisme atau sejarawan menyebutnya secara politis sebagai
ultrafundamentalisme dikalangan protestan masa kini. Sedangkan kaum oikumenis
memaksakan kehendaknya bahwa kaum fundamentalis modern sebagai kaum injili dan
ada juga yang mengidentifikasikannya dengan kaum karismatik.
Pandangan kaum oikumenis dan injili
yang relatif sama tetapi tidak sama sekali. Artinya menunjukkan hal yang sama
tetapi memberikan keberatan yang tidak sederajat. Kaum oikumenisme memandang
ciri khas fundamentalisme dengan sikap negatif, terutama pada ciri khas anti
sosial dari kaum fundamentalis ditambah lagi ciri khas doktrin ineransi dan
otoritas Alkitab, yang sangat tidak disenangi oleh kaum oikumenis. Sejalan
dengan kaum injili, kaum oikumene juga menentang sikap separatis kaum
fundamentalis dan mengganggap bukan sebagai Kristen yang sejati. Bagi kaum
oikumenis sikap berdialog lebih menguntungkan daripada membangun tembok
pwemisah agar tidak bercampur dan menyerang dari balik tembok tersebut.
Kaum oikumenis menentang sikap anti
sosial dari kaum fundamentalis, namun sayangnya yang dimaksudkan dengan kaum
tersebut adalah orang-orang injili. Kaum injili juga mencela sikap anti sosial
kaum fundamentalis, namun sayangnya kaum oikumenis tidak memahami secara
mendalam sehingga terkecoh karena pikiran yang tidak matang tersebut, dengan
mengatakan kaum injili bersikap anti sosial karena mereka adalah kaum
fundamentalis. Kaum injili menolak sikap legalistik kaum fundamentalis engan
segala macam peraturan-peraturan tambahan yang tidak berdasarkan kasih dan
keadilan.
Salah satu ciri khas lain dari kaum
fundamentalis adalah anti intelektual. Kaum oikumenis secara kasar menolaknya
karena sikap ini bentuk mati-matian untuk menolak kritik Alkitab modern yang
gigih dianjurkan oleh teolog-teolog oikumenisme. Seiring dengan itu kaum
oikumenis dan ijilipun tidak menyetujui anti intelektual dan anti ilmu
pengetahuan dari kaum fundamenltalis. Kaum oikumenis cenderung mengagungkan
akal dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang dipercaya dan diakui berotoritas
setara dengan Tuhan, bahkan lebih dari Tuhan. Kaum oikumenis sangat
mengagungkan akal dan kemajuan ilmu pengetahuan, sampai menolak beberapa
kepercayaan Kristen yang hakiki, demi menerima ilmu pengetahuan dan menjadi
modern sedangkan kaum injili menolak kaum oikumenis, orang yang lebih baik
mencari perkenana manusia daripada Allah. Kaum injili tidak menyetujui pukul
rata dari kaum fundamentalisme tentang ilmu pengetahuan dan rasio yang dianggap
negatif dan sangat bertentangan dengan
iman dan Alkitab. Sementara kaum oikumenis meninggikan rasio, modernisasi, ilmu
pengetahuan yang baru, walaupun hal-hal tersebut menetang kekristenan secara
terang-terangan.
Kaum oikumene dan akum injili
memandang pokok-pokok teologis kaum fundamentalis da garis utamanya adalah
Alkitab sebagai Firman Allah yang diinspirasikan dam tanpa salah serta
berotoritas penuh. Kaum injili menilai penafsiran literal dari kaum
fundamentalis sudah terlalu ekstrim sehingga mengarak letterism yaitu sikap
yang mengaplikasikan setiap huruf bahkan tanda baca sebagai suatu Firman Tuhan
yang berarti sama dengan pikiran dan maksud Allah melalui Alkitab.
Kaum oikumene melanjutkan penolakannya
terhadap konsep soterologis fundamentalisme. Kaum oikumene lebih berkompromi
dengan agama lain. Dalam hal ini oikumene tidak sama dengan gerakan kekeritenan
lainnya yang mengalami degradasi, frustasi dan kegagalan dimana-mana. Kaum
injili jelas menolak anggapan dan konsep keagamaan dari suatu oikumenis yang
memperjuangkan pluralisme agama secara ekstrim dan membabi buta sehingga
membuat kekristenan menjadi sama dengan agama-agama lainnya, walaupun mempunyai
kelebihan dan kebaikan yang lebih tinggi mutunya saja. Atau kelebihan
kekristenan bukan dalam pengertian keselamatan ilahi yang eksklusif seperti
yang dipegang oleh kaum konservatif seperti kaum injili dan kaum fundamentalis.
Kaum oikumenis menolak usaha
penginjilan, tetapi kaum injili sangat menekankan penginjilan yaitu suatu tugas
yang sering dilupakan oleh kaum fundamentalis karena semangat perlawanan dan
separatisnya. Kaum oikumenis hanya menganjurkan suatu kegiatan berdialog antar
umat beragama untuk mendiskusikan isu-isu teologis masing-masing agama, bertuka
pengalaman dan mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada, tetapi mencari
kesamaan-kesamaan saja. Bagi kaum oikumenis penginjilan adalah hanya tugas
sosial saja seperti mengaggulangi kemiskinan, penderitaan jasmani dan penyakit,
dan juga yang lain. Kontroversi kaum injili dan oikumenisdi Indonesia nyata
karena perbedaan perspektif dan tujuan serta orientasi penyelidikan. Kaum
injili berbeda pandangan dengan kaum oikumenis khususnya dalam kaitannya dengan
gerakan injili dan fundamentalis.
7.
KESENJANGAN FAKTUAL ANTARA GERAKAN INJILI DAN
FUNDAMENTALISME
Kaum injili adalah pencetus gerakan
fundamentalisme yang sangat fanatik dalam membela kekristenan yang ortodoks.
Pendekatan konservatif terhadap ajaran ortodoksi Kristen dan Alkitab sebagai
Firman Tuhan dipakai spirit orang-orang fundamentalis pada waktu itu dan dengan
gigih melawan apa yang disebut dengan pemodernan Kristen yang sebenarnya agama
baru yang anti Kristen namun masih memakai kedok Kristen.
Kaum injili adalah kaum fundamentalis
awal yang bergabung bersama untuk menghadapi agama baru kekristenan yang
menyatakan kefundamentalisan kaum injili di masa lalu agar terus dapat bekerja
sama dan kembali pada akar-akar kekristenan yang semula. Gerakan fundamentalis
terdiri dari kaum injili yang konservatif di dalam sejarah perkembangan menjadi
negatif, kontradiktif dan suka berkelahi. Kaum fundamentalis kemudian cenderung
separatis dan mengisolasi diri dari orang-orang konservatif yang tidak sepaham
dalam hal-hal sepele dan tidak mau juga memisahkan diri dari musuh-musuh
kekristenan pada waktu itu.
Persamaan antara kaum injili modern
indonesia dan kaum fundamentalis di Amerika masih ada dan terbaca dengan jelas.
Hal ini karena kedua golongan sama-sama mempertahankan iman Kristen dan
Alkitab, meskipun disana-sini banyak perbedaan sekunder.
8.
PENGINGATAN KEPADA KAUM OIKUMENIS
Gerakan oikumene didefinisikan sebagai
gerakan pemikiran dan tindakan yang berhubungan dengan persatuan kembali orang
Kristen. ada dua aspek penting dalam definisi seperti itu yaitu aspek misi
yaitu penyebaran agama Kristen ke seluruh muka bumi dan aspek penyatuan kembali
gereja-gereja yang terpecah di seluruh muka bumi karena denominasi, golongan,
ras dan lain-lain. Gerakan oikumene mula-mula sangat berbeda dengan gerakan
oikumene sekarang, terutama dalam palangan misi gereja. Misi penginjilan bahkan
pengkristenan sedunia telah diganti dengan hanya dialog agama dan melarang
keras penginjilan rohani. Tujuan misi secara teologis dalam gerakan oikumene
sekarang sangat kurang jelas dan tidak mempunyai dasar teologis.
Di Indonesia gerakan oikumene di
bawah komando PGI (DGI), yang dianggap
gagal dalam penyatuan dan kesatuan gereja di Indonesia. Kesatuan gereja adalah
pemberian Allahdan dimungkinkan karena Kristus yang satu adalah kepala gereja. Prinsip
oikumenistik sebaiknya diteliti ulang dan dipertimbangkan untuk dipelajari oleh
kelompok PGI. Oikumene yang dimaksudkan bukanlah dalam pengertian teknis
persatuan institusi dan terbatas, tetapi kesatuan imani yang rohaniah.
9.
KAUM INJILI DAN KAUM OIKUMENIS DALAM PELAYANAN
BERSAMA-SAMA DI INDONESIA
Istilah neofundamentalisme adalah
lawan dari fundamentalisme klasik yang mula-mula dan sebagai hasil dari reaksi
terhadap kakasaran dan kekakuan hati yang disebut gerakan injili baru yang
kelak sering disebut dengan injili. Kaum injili menegaskan bahwa Alkitab adalah
Firman Tuhan di mana berpengertian yang mendalam sebagai Alkitab menghakimi
manusia, sedangkan oikumenikal yang berpendapat liberal biasanya terbagi
kelompok menyatakan Alkitab berisi Firman Tuhan dan yang lebih lunak
berpendapat Alkitab menjadi Firman Tuhan.
Kaum injili menegaskan bahwa Yesus
Kristus adalah Anak Allah yang satu-satunya di mana tidak ada yang lain lagi.
Sedangkan kaum oikumenikal sering menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah seorang
anak Allah, dalam pengertian salah satu diantara semua manusia sebagai anak
Allah juga, apapun imannya, bahkan yang anti agamapun dapat sampai selamat
dihadapan Allah.
Kaum injili menegaskan bahwa kelahiran
Yesus Kristus dari anak dara maria adalah suatu peristiwa supranatural oleh Roh
Kudus atau pekerjaan intervensi Allah yang luar biasa atau umum sedangkan
oikumenikal menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus bersifat alamiah atau
natural saja atau dari hubungan manusiawi semata-mata. Kaum injili menekankan
kematian Yesus Kristus adalah penebusan bagi manusia berdosa sedangkan kaum
oikumenikal mengatakan kematian Yesus Kristus itu adalah teladan bagi manusia
yang berdosa. Kaum injili juga menekankan bahwa manusia berdosa sejak kejatuhan
Adam sedangkan kaum oikumenikal beranggapan bahwa manusia adalah korban
ketidakberuntungan dari lingkungan.
Bagi kaum injili manusia adalah hasil
ciptaan khusus Allah berdasarkan kejadian sedangkan kaum oikumenis banyak
mempercayai dan memegang teori evolusi serta menyangkali doktrin penciptaan. Kaum
injili selalu menegaskan bahwa manusia dibenarkan karena iman saja di dalam
penebusan darah Yesus Kristus, sedangkan kaum oikumenikal selalu menekankan
pembenaran oleh perbuatan manusia di mana manusia tersebut mencontohkan teladan yang diberikan Kristus. Dan injili
juga menekankan pentingnya tugas penginjilan di mana memberitakan Kristus
tersalib bagi dosa-dosa manusia sedangkan kaum oikumenikal seringkali
penginjilan yang demikian karena dianggap tidak toleransi antara agama, dan
menyarankan dialog antar agama sebagai tugas penting gereja sekarang ini.
Tujuan bersama dari gereja Tuhan di
Indonesia ini harus ditinjau kembali berdasarkan Alkitab dan teologi Kristen.
kaum evangelical dan kaum oikumenikal harus menjelaskan dua tujuan dasar kedua
golongan protestan protestan tersebut. Yang pertama yaitu menghilangkan dan
mengurangi ketidakbergunaan konflik
diaantara keduanya. Yang kedua mendeklarasikan bahwa keduanya harus menggali
pola-pola bekerja dan bersaksi bersama dalam kaitannya melanjutkan satu misi
Kristus di Indonesia. Tuntutan bagi kaum injili supaya berhati-hati dalam
membicarakan gerakan oikumenis karena mengajar dan berkhotbah.
10. KAUM
INJILI INDONESIA MENUJU MASA DEPAN: MELAMPAUI FUNDAMENTALISME DAN OIKUMENISME
Beberapa identitas universal kaum injili yaitu mempercayai inji (Kristus
sebagai penebus-pengganti), berdasarkan injil, dan memberitakan injil. Dasar
reformatoris dalam teologi injili adalah sola scriptura, sola fide, sola
gratia, soli deo gloria, dan solus Christus. Fundamentalis dengan literalisme
dan leteralisme dipakai oleh kaum konservatif selama mempertahankan doktrin
ineransi Alkitab.
Sejak semula prinsip persatuan dan kesatuan Kristen menurut kaum injili
adalah berdasarkan keselamatan dalam
nama Yesus kemudian disatukan dalam tubuh Kristus bersifat rohaniah, jadi bukan
persatuan organisatoris tetapi organisme. Secara teologis gereja Kristus
mencakup semuanya sebagai gereja universal.
Kaum injili Indonesia menganggap kaum oikumenis sama saja dengan kaum
fundamentalis dan kedua golongan tersebut sama-sama tidak bersikap baik seperti
ekstrim, separatis serta arogant dalam kehidupannya. Sikap oikumenis ini
seakan-akan sangat menolak dan menghina kaum injili agar dapat hidup tenang
dengan agam mayoritas. Kaum injili lebih oikumenis daripada kaum oikumenis itu
sendiri, sedangkan sikap arrogant kaum oikumenis tidak akan membawa pada
keyakinan injili klasik dalam kepercayaan Kristen. kedua golongan sama-sama
memperjuangkan agama Kristen di Indonesia.
Sikap konservatif injili lebih menunjukkan pada sikap yang mempertahankan doktrin
tradisional yang unik sekaligus membuka diri kepada semua orang di dalam
masyarakat di mana kita tinggal. Jadi perjuangan doktrinal injili secara
menyeluruh adalah berusaha mencari relasi keberadaannya dalam situasi dunia
dengan pendekatan akomodasi dan juga menarik pengajaran bagi kebudayaan
setempat agar dapat dipahami dalam situasi setempat. Kaum injili juga berusaha
menjalanka konsekuensi iman dalam dunia yang terhilang kesaksian injil
keselamatannya secara terhormat. Serta juga membangun kerjasama dengan semua
golongan manusia di dalam nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan manusia
tanpa harus berkompromi.