Senin, 03 Desember 2012

tokoh misi william carey


                                                                                                                                             I.          PENDAHULUAN
Misi merupakan tugas dari semua orang percaya karena hal itu merupakan tugas yang diberikan dan dipercayakan Allah kepada setiap orang percaya. Misi itu diberikan Allah kepada setiap orang yang dipanggil-Nya untuk melayaninya. Setiap orang berhak menerima tugas yang diberikan Tuhan kepada setiap pribadi. Tetapi sering kali ketika Tuhan mempercayakan suatu tugas panggilan itu kepada setiap orang, pribadi yang dipanggil tersebut tidak ada keinginan dan tidak siap untuk meksanakan tugas tersebut. Terkadang mempertimbangkan konsekuensi yang akan dihadapi sehingga takut mengambil resiko. Melalui pengamatan di atas, dalam paper ini penulis tertarik dan kagum terhadap seorang tokoh misi yang bermana William Carey, dengan semangatnya untuk mengabarkan kabar baik. Dalam paper ini penulis akan mencoba untuk menuliskan tentang siapa itu William Carey, bagaimana pergerakan panggilan misis yang dipercayakan Tuhan kepada dia dan bagaimana relevansi pada masa sekarang ini panggilan William Carey tersebut.

                                                                                            II.            LATAR BELAKANG WILLIAM CAREY
William Carey adalah tokoh pekabaran injil modern. Ia dilahirkan disebuah keluarga yang miskin di Northamtonshire, inggris pada tahun 1761. Orang tuanya adalah anggota gereja Anglikan dan Carey menerima babtisan dalam gereja itu.[1] Sejak umur 14 tahun, Carey telah bekerja sebagai tukang sepatu. Keagamaan keluarga Carey bersifat formal. Ide mengenai hubungan pribadi dengan Allah sebagaimana dikhotbahkan Wesley di seluruh penjuru Inggris itu tampaknya tak pernah menyentuh rumahnya sendiri. Ayahnya adalah seorang pegawai kantor gereja dan guru sekolah, yang mungkin merasa kecewa ketika putranya yang berusia 14 tahun itu meninggalkan rumah untuk magang pada seorang tukang sepatu. Pada tahun 1779 ia mengalami pertobatan dan Carey pun pindah ke gereja Babtis. Kini Ia menjadi seorang pengkhotbah dan menjadi seorang guru sekolah pada siang hari dan pada malam hari ia menjadi seorang tukang sepatu untuk keperluan hidupnya. Namun, Carey seorang yang rajin belajar. Ia telah mempelajari bahasa latin, Yunani, Ibrani, Perancis dan Belanda. Sejak remaja, ia sudah dapat membaca Alkitab dalam 6 bahasa. Karunia bahasa yang ia miliki ini memberikan bantuan yang besar dalam pekerjaan misinya yang kelak.
Di sebuah desa kecil Hackleton, Carey mendengar Injil untuk pertama kalinya dari sesama rekan magangnya. Setelah bertahan sekitar setahun, Carey akhirnya menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya. Orang-orang Kristen di Maluku telah dihidupkan kembali oleh pekerjaan dan pelayanan anak pekabar injil besar ini, yaitu Yabez Carey pada masa pemerintahan Inggris di Indonesia bersama-sama dengan Joseph Kam.[2] Carey meninggal pada tahun 1834 di India pada usia 73 tahun. Pada nisannya tertulis demikian : “William Carey, lahir 17 Agustus 1761. Meninggal 9 Juni 1834, Manusia celaka, yang tidak layak dan seharusnya binasa itu, telah jatuh ke dalam rengkuhan anugerah-Nya.” Istrinya, Dorothy meninggal pada tahun 1807, oleh karena penyakit mental yang dialaminya, sampai akhirnya mengalami kegilaan total.[3] Pernikahan Carey yang kedua pun berakhir dengan kematian istri keduanya itu setelah 12 tahun pernikahan mereka. Carey mempunyai anak yang juga menjadi seorang misionaris, yaitu Yabez Carey. Yabez Carey bersama Joseph Kam menghidupkan api penginjilan di tanah Maluku pada masa penjajahan Inggris di Indonesia.

                                                                                              III.            PANGGILAN SEBAGAI MISIONARIS
Kebutuhan dan permohonan yang penuh keputusan dari suku-suku bangsa yang belumpernah mendengar injil menggerakkan hati Carey. Dia terbeban dengan kebutuhan rohani orang lain, melalui pembacaannya akan buku harian Kaapten Cook. Melalui hal ini dia menuliskan bahasa-bahasa, nama-nama suku, dan banyak hal yang lain. Hatinya tergerak setelah membaca buku harian tentang pelayanan terakhir Kapten Cook. Dia mengembangkan harat untuk menjangkau orang-orang Kafir yang terhilang dengan injil Yesus Kristus.[4] Pada jam-jam sekolah, dia mengajar geografi dan Alkitab kepada anak-anak, dan pada saat yang sama juga mengajar dirinya. Ide misi bangkit dibenaknya, dan jiwanya dibakar dengan konsekrasi diri, hal yang tak dikenal oleh Wiclif dan Huss, luther dan Calvin, Knox dan bahkan Buyon karena dipanggil mereka adalah tugas yang lain.
Allah menggunakan kesadaran global untuk meyakinkan dia tentang kebutuhan akan suatu gerakan misi menjangkau orang-orang kafir. Dia mulai bertumbuh dalam pengertian bahwa apabila ini adalah kewajiban semua manusia untuk mempercayai injil, maka adalah kewajiban gereja untuk memperkenalkannya diantara semua suku bangsa. Carey meresponi panggilan Tuhan, “Ini aku Tuhan, utuslah aku!” Carey yakin bahwa panmggilan ini berasal dari Allah dia tidak ragu lagi. Dia mengirimkan surat kepada ayahnya dengan kata-kata, “saya bukan lagi milik saya sendiri, tidak juga memilih diri bagi diri saya sendiri. Kiranya Allah mempekerjakan saya dimana Dia pikir paling tepat, dan memberi kepada saya kesabaran dan kebijaksanaan untuk mengisi tempat saya bagi kehormatan dan kemuliaan-Nya.
Carey bergabung dengan gerakan Particular atau Calvinistic Baptist yang merupakan pewaris John             Bunyan. Kontroversi teologis merupakan hal yang    sangat lazim terjadi dalam gerakan Particular Baptist. Salah satu pokok pertikaian adalah menyangkut pemberitaan Injil kepada umat bukan pilihan. Carey menemukan sistem teologinya dalam karya Hall yang berjudul Helps to Zion’s Travelers. Sistem ini dapat disebut sebagai “Calvinisme Injili.” Atas dasar inspirasi dari karya tulis Jonathan Edwards, sistem teologi Hall ini menegaskan bahwa Allah berdaulat dalam keselamatan dan pada saat yang sama Dia menyatakan bahwa Injil harus diberitakan kepada seluruh umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, yang harus didorong untuk mencari keselamatan mereka di dalam Kristus. Allah berdaulat untuk menyelamatkan, tetapi gereja wajib memberitakan firman dan umat manusia yang berdosa harus berespons.
Pada tahun 1786, Carey menjadi pendeta dari Moulton Baptist Chapel dan akhirnya sama sekali meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang sepatu. Pada tahun 1789, dia melayani sebagai pendeta di Baptist Church di Harvey Lane, Leicester. Sepanjang tahun 1780-an, kerinduannya akan suatu misi global ditumbuhkan oleh program doa baru persekutuan para pendeta yang dikutinya secara rutin. Buku karya Jonathan Edwards yang berjudul A Humble Attempt to Promote Explicit Agreement memberi suatu pengaruh besar pada The Northamptonshire Baptist Association dimana Carey menjadi anggotanya. Edwards mengajak gereja di seluruh dunia untuk secara rutin berdoa bagi penginjilan dan pemuridan sedunia bagi Amanat Agung Kristus.[5] Carey mencela gereja pada zamannya karena bersikap apatis terhadap misi. Gereja telah membiarkan kemah Injil menjadi semakin mengerut dan layu. Menurut Carey gereja harus “ memohonkan hal-hal yang besar dari Allah dan mengusahakan hal-hal yang besar bagi Allah.” Mereka yang mendengar berita itu berhasil diyakinkan oleh “kejinya sikap apatis terhadap rencana Allah.”
Carey bertekun melalui penghalang-penghalang signifikan seraya dia mencoba untuk memenuhi panggilan misinya. Carey dengan teliti mengetahui dan menyadari akan panggilan misinya, namun tidak demikian halnya dengan istrinya. Itu tentu mebuat dia sulit untuk meninggalkan rumah dan sanak keluarga menjadi luar biasa penuh dengan tekanan. Perasaan Carey akan panggilannya muncul dari kesadaran akan perintah Alkitab untuk menginjili yang terhilang dan melayani kebutuhan-kebutuhan dari suku-suku bangsa di dunia. Dia dengan jelas mengetahui panggilannya yang dari Allah lebih utama dari setiap kewajiban lain dalam hidupnya, istrinya, anak-anak, keluarga dan negaranya. Ketekunannya menghasilkan warisan yang berlanjut sampai hari ini di India.

                                                                                            IV.            KEGIATAN MISI YANG DILAKUKAN

Pada tahun 1800, saat melayani di pesisir Serampore (wilayah jajahan Denmark)[6], Carey bersama dengan tiga rekannya yang cakap : Joshua Marsham, William dan Hannah Ward, mereka membuat suatu perjanjian yang dirumuskan sebagai Form of Agreement (Kerangka Kesepakatan) yang memuat 11 janji menyangkut cara yang akan dilakukan dalam rangka merealisasikan misi mereka, yaitu : [7]
1.        Menetapkan nilai tak terhingga bagi jiwa manusia.
2.        Mempelajari berbagai jebakan yang menawan pikiran manusia.
3.        Menghindarkan segala sesuatu yang dapat memperparah kesalahpahaman masyarakat India terhadap Injil.
4.        Memanfaatkan setiap peluang untuk menjadikan orang lain lebih baik.
5.        Memberitakan “Kristus yang tersalib itu” sebagai sarana utama pertobatan.
6.        Menghargai dan memperlakukan bangsa India sebagai sesama yang sederajat.
7.        Memelihara dan membangun “berbagai perkumpulan yang mungkin dapat diselenggarakan.”
8.        Mengusahakan karunia rohani mereka, selalu menekankan kewajiban misioner mereka, sebab orang India sendirilah yang dapat memenangkan bangsa India bagi Kristus.
9.        Terus melanjutkan usaha penerjemahan Alkitab.
10.    Senantiasa memelihara kehidupan rohani pribadi masing-masing.
11.    Mempersembahkan diri kita tanpa batas dengan prinsip “tidak memperhitungkan bahkan pakaian yang sedang kita pakai.”
Kegiatan-kegiatan misi yang dilakukan Carey adalah :
·      Pada tahun 1801, Carey menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Bengali dan diselesaikannya pada tahun 1809. Pada tahun 1801 itu, Carey menjadi dosen bahasa di Universitas Fort William di Calcutta dan mengajar di sana selama 30 tahun.
·      Pada tahun 1802 Carey membuka sebuah sekolah untuk mendidik orang-orang pribumi india agar mereka menjadi pendeta di India. Sekolah tersebut diberi nama William College. Carey mengajar bahasa sansekerta, Bengali dan Marathi. Ia mengajar di sini selama 30 tahun.  Kegiatan yang dilaksanakan oleh Carey di India didasarkan pada pandangan-pandangannya yang prinsipil dalam bidang pekabaran injil sebagai berikut:
ü  Pekabaran injil harus dikerjakan seluas mungkin.
ü  Pekabaran injil harus dilakukan dalam bahasa-bahasa yang dipahami oleh para pengajar.
ü  Penyebaran Alkitab seluas mungkin dalam bahasa setempat.
ü  Mendirikan gereja secepat mungkin.
ü  Segera mendidik bangsa pribumi untuk menjadi pemberita injil/ pendeta.
·      Pada tahun 1819, Carey membantu mendirikan Serampore College, dan menjadi profesor bahasa di sana. Carey yakin hanya melalui para pengkhotbah pribumilah dapat diharapkan adanya pekabaran Injil secara universal ke seluruh benua yang luas itu.
·      Tahun 1824 dengan dukungan Marshman, Carey menerjemahkan dan menerbitkan beberapa bagian Alkitab ke dalam 37 bahasa lainnya, termasuk diantaranya 6 karya terjemahan lengkap. Untuk menunjang berbagai karya terjemahan itu, Carey menulis dan menerbitkan sejumlah kamus dan buku tata bahasa. Sebagai karya utamanya adalah kamus bahasa Bengali pada tahun 1815. Hal ini juga berarti Carey terlibat dalam usaha penghapusan tuna-aksara penduduk setempat.
·      Pada tahun 1828-1829, Carey ikut berperan dalam mewujudkan undang-undang penghapusan suttee (ritus pembakaran seorang janda). Ia berusaha mempengaruhi golongan Hindu yang menganut praktik pengorbanan bayi.
·      Carey berjuang dalam pendirian sebuah rumah sakit untuk penderita lepra dan untuk mengakhiri praktik pembakaran para penderita penyakit tersebut.
·      Melatih, memperlengkapi dan memuridkan penduduk pribumi setempat untuk pekerjaan pelayanan, seperti diaken, mempersiapkan hamba Tuhan, dll.
Kesehatannya semakin meburuk karena kesukaran keluarganya. Seorang bayi meninggal. Isterinya mengalami tekanan mental. Mereka sering kekurangan uang untuk makan yang layak. Diatas semua kesulitan ini, observasi Carey membawa injil keluar negeri, sebagai kewajiban orang Kristen meningkat.[8]

                                                                 V.            PENGARUH CAREY DALAM GERAKAN MISI DUNIA
Konsep misi Carey menjadi suatu terobosan terbesar   dalam gerakan misi dunia. Bagi Carey, tugas utama suatu    misi adalah untuk menjadikan firman Allah berakar dalam kultur manusia dengan mengaplikasikan 7 prinsip berikut ini :
1.    Misi yang efektif itu didasarkan atas suatu teologi yang Alkitabiah, yang menghasilkan doa sekaligus tindakan.Allah merupakan sumber semua misi melalui firman, karya dan Roh-Nya.
2.    Misi yang efektif itu dijalankan melalui perantaraan lembaga pendukung gereja yang memiliki komitmen terhadap firman Allah.
3.    Misi yang efektif itu hendaknya berpusatkan pada penerjemahan dan penyebaran firman Allah. Firman Allah harus disebarluaskan dan penerjemahan adalah salah satu usaha supaya firman itu dapat dipahami oleh penduduk setempat. Aktivitas menghapuskan tuna-aksara merupakan konsekuensi logis dari aktivitas penerjemahan dan pendistribusian Alkitab.
4.    Misi yang efektif itu didukung oleh suatu kesatuan visibel diantara orang-orang yang meyakini firman Allah.
5.    Misi yang efektif itu bergantung pada gereja-gereja nasional dan para pemimpin pribumi yang telah dimuridkan oleh firman Allah.
6.    Misi yang efektif itu hendaknya menunjukkan suatu kepekaan (sensitivitas) kultural yang sejalan dengan firman Allah. Ada 3 ungkapan sensitivitas yang paling menonjol, yaitu :
1)   Dalam melakukan misi harus dipelajari pola pikir penduduk setempat, kebiasaan mereka, kesukaan dan ketidaksukaan mereka, cara mereka memahami Allah, dosa, etika, jalan keselamatan dan dunia yang akan datang.
2)   Petobat baru dianjurkan untuk tetap mempertahankan nama dan cara berbusana mereka. Carey menolak untuk memberikan ‘nama Kristen’ bagi petobat baru itu, bahkan walaupun nama mereka diambil dari nama seorang dewa Hindu. Carey meyakini bahwa kultur itu selayaknya dikukuhkan, dan bukan justru dihancurkan.
3)   Dalam melakukan misi harus menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan kecurigaan penduduk pribumi terhadap Injil. Sensitivitas kultural merupakan suatu tindakan kasih yang akan membawa orang untuk mendengarkan Injil.
7.    Misi yang efektif itu bersumber dari suatu cara hidup yang berpolakan inkarnasi Firman Allah. Carey dan timnya melakukan konsep misi yang integral.  Model misi yang integral ini sangatlah menyita tenaga dan waktu ditinjau dari wilayah jangkauannya : penerjemahan Alkitab, penginjilan, pendirian gereja, pelayanan medis, keadilan sosial (menentang suttee), pelatihan kepemimpinan dan pendidikan. Carey menekankan team-work dalam misi. Strategi misi yang integral ini bukan sekedar menjembatani kesenjangan antara penginjilan dan aksi sosial, namun sekaligus juga kesenjangan antara siapa kita sebenarnya (being) dan apa yang kita lakukan (doing).

[1] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal 53.
[2] Ibid, hal 54.
[3] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal 120-121.
[4] M. David Sill, Panggilan Misi: menemukan Tempat Anda Dalam Rancangan Allah Bagi Dunia Ini, (Surabaya: Momentum, 2011), hal  187,188.
[5] Van Den end, Sejarah gereja Asia, (Yogyakarta: Duta Wacana, 1988), hal 61-63
[6] A. Kennet Curtis, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah kristen, hal 114.
[7] M. David Sill, Panggilan Misi: menemukan Tempat Anda Dalam Rancangan Allah Bagi Dunia Ini, hal  187,188.
[8] A. Kenneth Curtis, dkk, 100 peristiwa penting dalam sejaran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal 114.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar