I.
PENDAHULUAN
Misi merupakan tugas
dari semua orang percaya karena hal itu merupakan tugas yang diberikan dan
dipercayakan Allah kepada setiap orang percaya. Misi itu diberikan Allah kepada
setiap orang yang dipanggil-Nya untuk melayaninya. Setiap orang berhak menerima
tugas yang diberikan Tuhan kepada setiap pribadi. Tetapi sering kali ketika
Tuhan mempercayakan suatu tugas panggilan itu kepada setiap orang, pribadi yang
dipanggil tersebut tidak ada keinginan dan tidak siap untuk meksanakan tugas
tersebut. Terkadang mempertimbangkan konsekuensi yang akan dihadapi sehingga
takut mengambil resiko. Melalui pengamatan di atas, dalam paper ini penulis
tertarik dan kagum terhadap seorang tokoh misi yang bermana William Carey,
dengan semangatnya untuk mengabarkan kabar baik. Dalam paper ini penulis akan
mencoba untuk menuliskan tentang siapa itu William Carey, bagaimana pergerakan
panggilan misis yang dipercayakan Tuhan kepada dia dan bagaimana relevansi pada
masa sekarang ini panggilan William Carey tersebut.
II.
LATAR
BELAKANG WILLIAM CAREY
William Carey adalah
tokoh pekabaran injil modern. Ia dilahirkan disebuah keluarga yang miskin di
Northamtonshire, inggris pada tahun 1761. Orang tuanya adalah anggota gereja
Anglikan dan Carey menerima babtisan dalam gereja itu.[1]
Sejak umur 14 tahun, Carey telah bekerja sebagai tukang sepatu. Keagamaan
keluarga Carey bersifat formal. Ide mengenai hubungan pribadi dengan Allah
sebagaimana dikhotbahkan Wesley di seluruh penjuru Inggris itu tampaknya tak
pernah menyentuh rumahnya sendiri. Ayahnya adalah seorang pegawai kantor gereja
dan guru sekolah, yang mungkin merasa kecewa ketika putranya yang berusia 14
tahun itu meninggalkan rumah untuk magang pada seorang tukang sepatu. Pada
tahun 1779 ia mengalami pertobatan dan Carey pun pindah ke gereja Babtis. Kini
Ia menjadi seorang pengkhotbah dan menjadi seorang guru sekolah pada siang hari
dan pada malam hari ia menjadi seorang tukang sepatu untuk keperluan hidupnya. Namun,
Carey seorang yang rajin belajar. Ia telah mempelajari bahasa latin, Yunani,
Ibrani, Perancis dan Belanda. Sejak remaja, ia sudah dapat membaca Alkitab
dalam 6 bahasa. Karunia bahasa yang ia miliki ini memberikan bantuan yang besar
dalam pekerjaan misinya yang kelak.
Di sebuah desa kecil
Hackleton, Carey mendengar Injil untuk pertama kalinya dari sesama rekan
magangnya. Setelah bertahan sekitar setahun, Carey akhirnya menyerahkan
hidupnya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya. Orang-orang
Kristen di Maluku telah dihidupkan kembali oleh pekerjaan dan pelayanan anak
pekabar injil besar ini, yaitu Yabez Carey pada masa pemerintahan Inggris di
Indonesia bersama-sama dengan Joseph Kam.[2] Carey
meninggal pada tahun 1834 di India pada usia 73 tahun. Pada nisannya tertulis
demikian : “William Carey, lahir 17 Agustus 1761. Meninggal 9 Juni 1834,
Manusia celaka, yang tidak layak dan seharusnya binasa itu, telah jatuh ke
dalam rengkuhan anugerah-Nya.” Istrinya, Dorothy meninggal pada tahun 1807,
oleh karena penyakit mental yang dialaminya, sampai akhirnya mengalami kegilaan
total.[3]
Pernikahan Carey yang kedua pun berakhir dengan kematian istri keduanya itu
setelah 12 tahun pernikahan mereka. Carey mempunyai anak yang juga menjadi
seorang misionaris, yaitu Yabez Carey. Yabez Carey bersama Joseph Kam
menghidupkan api penginjilan di tanah Maluku pada masa penjajahan Inggris di
Indonesia.
III.
PANGGILAN SEBAGAI MISIONARIS
Kebutuhan dan
permohonan yang penuh keputusan dari suku-suku bangsa yang belumpernah mendengar
injil menggerakkan hati Carey. Dia terbeban dengan kebutuhan rohani orang lain,
melalui pembacaannya akan buku harian Kaapten Cook. Melalui hal ini dia
menuliskan bahasa-bahasa, nama-nama suku, dan banyak hal yang lain. Hatinya
tergerak setelah membaca buku harian tentang pelayanan terakhir Kapten Cook.
Dia mengembangkan harat untuk menjangkau orang-orang Kafir yang terhilang
dengan injil Yesus Kristus.[4] Pada
jam-jam sekolah, dia mengajar geografi dan Alkitab kepada anak-anak, dan pada
saat yang sama juga mengajar dirinya. Ide misi bangkit dibenaknya, dan jiwanya
dibakar dengan konsekrasi diri, hal yang tak dikenal oleh Wiclif dan Huss,
luther dan Calvin, Knox dan bahkan Buyon karena dipanggil mereka adalah tugas
yang lain.
Allah menggunakan kesadaran
global untuk meyakinkan dia tentang kebutuhan akan suatu gerakan misi
menjangkau orang-orang kafir. Dia mulai bertumbuh dalam pengertian bahwa
apabila ini adalah kewajiban semua manusia untuk mempercayai injil, maka adalah
kewajiban gereja untuk memperkenalkannya diantara semua suku bangsa. Carey
meresponi panggilan Tuhan, “Ini aku Tuhan, utuslah aku!” Carey yakin bahwa
panmggilan ini berasal dari Allah dia tidak ragu lagi. Dia mengirimkan surat
kepada ayahnya dengan kata-kata, “saya bukan lagi milik saya sendiri, tidak
juga memilih diri bagi diri saya sendiri. Kiranya Allah mempekerjakan saya
dimana Dia pikir paling tepat, dan memberi kepada saya kesabaran dan
kebijaksanaan untuk mengisi tempat saya bagi kehormatan dan kemuliaan-Nya.
Carey bergabung dengan
gerakan Particular atau Calvinistic Baptist yang merupakan
pewaris John Bunyan.
Kontroversi teologis merupakan hal yang sangat
lazim terjadi dalam gerakan Particular Baptist. Salah satu pokok
pertikaian adalah menyangkut pemberitaan Injil kepada umat bukan pilihan. Carey
menemukan sistem teologinya dalam karya Hall yang berjudul Helps to Zion’s
Travelers. Sistem ini dapat disebut sebagai “Calvinisme Injili.” Atas dasar
inspirasi dari karya tulis Jonathan Edwards, sistem teologi Hall ini menegaskan
bahwa Allah berdaulat dalam keselamatan dan pada saat yang sama Dia menyatakan
bahwa Injil harus diberitakan kepada seluruh umat manusia yang telah jatuh ke
dalam dosa, yang harus didorong untuk mencari keselamatan mereka di dalam
Kristus. Allah berdaulat untuk menyelamatkan, tetapi gereja wajib memberitakan
firman dan umat manusia yang berdosa harus berespons.
Pada tahun 1786, Carey
menjadi pendeta dari Moulton Baptist Chapel dan akhirnya sama sekali
meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang sepatu. Pada tahun 1789, dia melayani
sebagai pendeta di Baptist Church di Harvey Lane, Leicester. Sepanjang
tahun 1780-an, kerinduannya akan suatu misi global ditumbuhkan oleh program doa
baru persekutuan para pendeta yang dikutinya secara rutin. Buku karya Jonathan
Edwards yang berjudul A Humble Attempt to Promote Explicit Agreement
memberi suatu pengaruh besar pada The Northamptonshire Baptist Association
dimana Carey menjadi anggotanya. Edwards mengajak gereja di seluruh dunia untuk
secara rutin berdoa bagi penginjilan dan pemuridan sedunia bagi Amanat Agung
Kristus.[5] Carey
mencela gereja pada zamannya karena bersikap apatis terhadap misi. Gereja telah
membiarkan kemah Injil menjadi semakin mengerut dan layu. Menurut Carey gereja
harus “ memohonkan hal-hal yang besar dari Allah dan mengusahakan hal-hal
yang besar bagi Allah.” Mereka yang mendengar berita itu berhasil
diyakinkan oleh “kejinya sikap apatis terhadap rencana Allah.”
Carey bertekun melalui
penghalang-penghalang signifikan seraya dia mencoba untuk memenuhi panggilan
misinya. Carey dengan teliti mengetahui dan menyadari akan panggilan misinya,
namun tidak demikian halnya dengan istrinya. Itu tentu mebuat dia sulit untuk
meninggalkan rumah dan sanak keluarga menjadi luar biasa penuh dengan tekanan.
Perasaan Carey akan panggilannya muncul dari kesadaran akan perintah Alkitab
untuk menginjili yang terhilang dan melayani kebutuhan-kebutuhan dari suku-suku
bangsa di dunia. Dia dengan jelas mengetahui panggilannya yang dari Allah lebih
utama dari setiap kewajiban lain dalam hidupnya, istrinya, anak-anak, keluarga
dan negaranya. Ketekunannya menghasilkan warisan yang berlanjut sampai hari ini
di India.
IV. KEGIATAN MISI YANG DILAKUKAN
Pada tahun 1800, saat
melayani di pesisir Serampore (wilayah jajahan Denmark)[6],
Carey bersama dengan tiga rekannya yang cakap : Joshua Marsham, William dan
Hannah Ward, mereka membuat suatu perjanjian yang dirumuskan sebagai Form of
Agreement (Kerangka Kesepakatan) yang memuat 11 janji menyangkut cara yang
akan dilakukan dalam rangka merealisasikan misi mereka, yaitu : [7]
1.
Menetapkan nilai tak terhingga bagi jiwa
manusia.
2.
Mempelajari berbagai jebakan yang
menawan pikiran manusia.
3.
Menghindarkan segala sesuatu yang dapat
memperparah kesalahpahaman masyarakat India terhadap Injil.
4.
Memanfaatkan setiap peluang untuk
menjadikan orang lain lebih baik.
5.
Memberitakan “Kristus yang tersalib itu”
sebagai sarana utama pertobatan.
6.
Menghargai dan memperlakukan bangsa
India sebagai sesama yang sederajat.
7.
Memelihara dan membangun “berbagai
perkumpulan yang mungkin dapat diselenggarakan.”
8.
Mengusahakan karunia rohani mereka,
selalu menekankan kewajiban misioner mereka, sebab orang India sendirilah yang
dapat memenangkan bangsa India bagi Kristus.
9.
Terus melanjutkan usaha penerjemahan
Alkitab.
10. Senantiasa
memelihara kehidupan rohani pribadi masing-masing.
11. Mempersembahkan
diri kita tanpa batas dengan prinsip “tidak memperhitungkan bahkan pakaian yang
sedang kita pakai.”
Kegiatan-kegiatan misi yang
dilakukan Carey adalah :
· Pada
tahun 1801, Carey menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Bengali dan
diselesaikannya pada tahun 1809. Pada tahun 1801 itu, Carey menjadi dosen
bahasa di Universitas Fort William di Calcutta dan mengajar di sana selama 30
tahun.
· Pada
tahun 1802 Carey membuka sebuah sekolah untuk mendidik orang-orang pribumi
india agar mereka menjadi pendeta di India. Sekolah tersebut diberi nama
William College. Carey mengajar bahasa sansekerta, Bengali dan Marathi. Ia
mengajar di sini selama 30 tahun. Kegiatan
yang dilaksanakan oleh Carey di India didasarkan pada pandangan-pandangannya
yang prinsipil dalam bidang pekabaran injil sebagai berikut:
ü Pekabaran
injil harus dikerjakan seluas mungkin.
ü Pekabaran
injil harus dilakukan dalam bahasa-bahasa yang dipahami oleh para pengajar.
ü Penyebaran
Alkitab seluas mungkin dalam bahasa setempat.
ü Mendirikan
gereja secepat mungkin.
ü Segera
mendidik bangsa pribumi untuk menjadi pemberita injil/ pendeta.
· Pada
tahun 1819, Carey membantu mendirikan Serampore College, dan menjadi
profesor bahasa di sana. Carey yakin hanya melalui para pengkhotbah pribumilah
dapat diharapkan adanya pekabaran Injil secara universal ke seluruh benua yang
luas itu.
· Tahun
1824 dengan dukungan Marshman, Carey menerjemahkan dan menerbitkan beberapa
bagian Alkitab ke dalam 37 bahasa lainnya, termasuk diantaranya 6 karya
terjemahan lengkap. Untuk menunjang berbagai karya terjemahan itu, Carey
menulis dan menerbitkan sejumlah kamus dan buku tata bahasa. Sebagai karya
utamanya adalah kamus bahasa Bengali pada tahun 1815. Hal ini juga berarti
Carey terlibat dalam usaha penghapusan tuna-aksara penduduk setempat.
· Pada
tahun 1828-1829, Carey ikut berperan dalam mewujudkan undang-undang penghapusan
suttee (ritus pembakaran seorang janda). Ia berusaha mempengaruhi
golongan Hindu yang menganut praktik pengorbanan bayi.
· Carey
berjuang dalam pendirian sebuah rumah sakit untuk penderita lepra dan untuk
mengakhiri praktik pembakaran para penderita penyakit tersebut.
· Melatih,
memperlengkapi dan memuridkan penduduk pribumi setempat untuk pekerjaan
pelayanan, seperti diaken, mempersiapkan hamba Tuhan, dll.
Kesehatannya semakin
meburuk karena kesukaran keluarganya. Seorang bayi meninggal. Isterinya
mengalami tekanan mental. Mereka sering kekurangan uang untuk makan yang layak.
Diatas semua kesulitan ini, observasi Carey membawa injil keluar negeri,
sebagai kewajiban orang Kristen meningkat.[8]
V.
PENGARUH CAREY DALAM GERAKAN MISI DUNIA
Konsep misi Carey
menjadi suatu terobosan terbesar dalam
gerakan misi dunia. Bagi Carey, tugas utama suatu misi adalah untuk menjadikan firman Allah berakar dalam kultur
manusia dengan mengaplikasikan 7 prinsip berikut ini :
1. Misi
yang efektif itu didasarkan atas suatu teologi yang Alkitabiah, yang
menghasilkan doa sekaligus tindakan.Allah merupakan sumber
semua misi melalui firman, karya dan Roh-Nya.
2. Misi
yang efektif itu dijalankan melalui perantaraan lembaga pendukung gereja yang
memiliki komitmen terhadap firman Allah.
3. Misi
yang efektif itu hendaknya berpusatkan pada penerjemahan dan penyebaran firman
Allah. Firman Allah harus disebarluaskan dan penerjemahan
adalah salah satu usaha supaya firman itu dapat dipahami oleh penduduk
setempat. Aktivitas menghapuskan tuna-aksara merupakan konsekuensi logis dari
aktivitas penerjemahan dan pendistribusian Alkitab.
4. Misi
yang efektif itu didukung oleh suatu kesatuan visibel diantara orang-orang yang
meyakini firman Allah.
5. Misi
yang efektif itu bergantung pada gereja-gereja nasional dan para pemimpin
pribumi yang telah dimuridkan oleh firman Allah.
6. Misi
yang efektif itu hendaknya menunjukkan suatu kepekaan (sensitivitas) kultural
yang sejalan dengan firman Allah. Ada 3 ungkapan
sensitivitas yang paling menonjol, yaitu :
1) Dalam
melakukan misi harus dipelajari pola pikir penduduk setempat, kebiasaan mereka,
kesukaan dan ketidaksukaan mereka, cara mereka memahami Allah, dosa, etika,
jalan keselamatan dan dunia yang akan datang.
2) Petobat
baru dianjurkan untuk tetap mempertahankan nama dan cara berbusana mereka.
Carey menolak untuk memberikan ‘nama Kristen’ bagi petobat baru itu, bahkan
walaupun nama mereka diambil dari nama seorang dewa Hindu. Carey meyakini bahwa
kultur itu selayaknya dikukuhkan, dan bukan justru dihancurkan.
3) Dalam
melakukan misi harus menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan
kecurigaan penduduk pribumi terhadap Injil. Sensitivitas kultural merupakan
suatu tindakan kasih yang akan membawa orang untuk mendengarkan Injil.
7. Misi
yang efektif itu bersumber dari suatu cara hidup yang berpolakan inkarnasi
Firman Allah. Carey dan timnya melakukan konsep misi
yang integral. Model misi yang integral
ini sangatlah menyita tenaga dan waktu ditinjau dari wilayah jangkauannya :
penerjemahan Alkitab, penginjilan, pendirian gereja, pelayanan medis, keadilan
sosial (menentang suttee), pelatihan kepemimpinan dan pendidikan. Carey
menekankan team-work dalam misi. Strategi misi yang integral ini bukan
sekedar menjembatani kesenjangan antara penginjilan dan aksi sosial, namun
sekaligus juga kesenjangan antara siapa kita sebenarnya (being) dan apa
yang kita lakukan (doing).
[1] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-Tokoh dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal 53.
[2] Ibid, hal 54.
[3] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal
120-121.
[4] M. David Sill, Panggilan Misi: menemukan Tempat Anda Dalam
Rancangan Allah Bagi Dunia Ini, (Surabaya: Momentum, 2011), hal 187,188.
[5] Van Den end, Sejarah gereja Asia, (Yogyakarta: Duta
Wacana, 1988), hal 61-63
[6] A. Kennet Curtis, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah kristen,
hal 114.
[7] M. David Sill, Panggilan Misi: menemukan Tempat Anda Dalam
Rancangan Allah Bagi Dunia Ini, hal
187,188.
[8] A. Kenneth Curtis, dkk, 100 peristiwa penting dalam sejaran Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), hal 114.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar