Selasa, 18 Maret 2014

Antara Kaum Injili Dan Kaum Oikumenis (Kontroversinya Mengenai Fundamentalisme)

Judul              : Antara Kaum Injili Dan Kaum Oikumenis (Kontroversinya Mengenai Fundamentalisme)
Penulis            : Togardo Siburian
Penerbit          : Sekolah Tinggi Teologi Bandung
Jumlah hlm    : 250 hal

1.      MEMBACA SITUASI KONTEMPORER KEKRISTENAN INDONESIA: PERSELISIHAN DAN PERTIKAIAN

Kebangkitan agama dialami oleh semua agama-agama di dunia ini, termasuk kekristenan sebagai agama. Di Indonesia, kebangkitan agama-agama disoroti sebagai suatu kebangkitan kelompok-kelompok fundamentalistik di dalam kalangan agama-agama. Tidak terkecuali di dalam kekristenan, ada kelompok Kristen yang mengidentifikasikan munculnya apa yang dikatakan gerakan fundamentalisme. Secara umum, fundamentalisme agama adalah fenomena yang mendunia di mana para sosiolog (keagamaan) mendefenisikannya sebagai gerakan-gerakan soosial yang memecah masyarakat dan seringkali menuju kekerasan dengan kepemimpinan karismatik, dan menuduh keagamaan lama yang sudah mapan telah kehilangan kemurniannya dan menggunakan isu nasionalisme.
Banyak penelitian bahwa perkembangan kekristenan di Indonesia dibayangi oleh semangat polarisasi antar golongan-golongan Kristen. padahal, diakui atau tidak diakui perkembangan kekristenan di indoesia dipelopori dan diperjuangkan oleh dua kelompok Kristen yaitu kaum injili dan kaum oikumenis. Istilah injili dan oikumenis dipakai menunjukkan pada kelompok Kristen tertentu yang sudah dipakai dengan sebagai istilah yang saling berproposisi baik dalam pembicaraan biasa maupun dalam litertur-literatur yang diterbitkan oleh masing-masing kelompok kristen tersebut, pada dua dekade terakhir ini. Dengan semakin lebarnya jurang pemisah antara kaum injili dan kaum oikumene, serta semakin meruncingnya pertentangan diantara keduanya, muncullah suatu istilah tambahan yang sering dikemukakan oleh kaum oikumenis terhadap kaum injili. Pelopor gerakan oikumene dengan rajin memakai istilah fundamentalisme atau cap kaum fundamentalis terhadap kaum yang terkesan bermusuhan dengan mereka yaitu kaum injili. Jadi bagi kaum oikumenis yang dimaksudkan kaum fundamentalis dengan fundamentalismenya adalah kaum injili pada umumnya atau setidaknya kaum yang memakai payung pengaman injili atau juga berlindung dibawah panji-panji golongan injili.
Secara eksternal dan fenomenal memang terlihat kaum injili dirugikan dengan tuduhan kaum oikumene tersebut, namun secara fundamental dan internal tidak dapat tergoyahkan, karena berdasarkan kekuatan Firman Tuhan dan didasarkan pada kemahakuasaan Firman. Kaum fundamentalisme secara historis adalah suatu golongan Kristen, yang ada pada mulanya muncul di Amerika Serikat pada awal abad 20-an dalam menghadapi liberalisme teologis.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memaparkan kembali secara singkat dan adil mengenai gerakan fundamentalisme, oikumenisme dan evangelikalisme. Kemudian menjelaskan pandangan kaum oikumenis tentang fundamentalisme dan pandangan kaum injili tentang fundamentalisme. Fundamentalis dan fundamentalisme memiliki persamaan dan perbedaan di mana persamaan dan perbedaan keduanya dalam sikap dan hal-hal doktrinal serta ketergabungan dan keterpisahan kedua golongan tersebut dalam sejarah gereja.

2.      DUA GERAKAN UTAMA DALAM PROTESTANISME MASA KINI: OIKUMENISME DAN EVANGELIKALISME (INJILI)

Reformasi adalah suatu gerakan dalam sejarah gereja yang berdampak sampai pada kekristenan sekarang. Kadang kala pengertiannya dipersempit menjadi protestan yang berpengertian umum non-katolik Roma dengan segala macam implikasi dan implementasinya bagi gereja. Pada masa kini protestanisme dipelopori oleh tiga gerakan besar yaitu evangelikalisme, oikumenisme dan fundamentalisme dengan perselisihan antara  mereka. Kelompok Kristen masa kini dari jalur atau gerakan reformasi awal menolak untuk dipersamakan dengan protestan, demikian juga sebaliknya sehingg gerakan ini diberikan nama pentakostalisme dan karismatik (neo pentakostalisme).
Sebagai suatu gerakan protestan, maka oikumenisme bersifat interdenominasi dengan merangkul banyak ajaran teologis dan aliran Kristen dari gereja-gereja yang berseberangan. Sedangkan evangelikalisme bersifat transdenominational (non denominational) yang secara sewajarnya dapat terdiri dari lembaga-lembaga, denominasi-denominasi bahkan perorangan dibawah istilah gereja. Ciri suatu gerakan adalah suatu yang dinamis dan bergerak mencapai suatu tujuan yang telah disepakati bersama secara konsensus dan ketekadan dari beberapa golongan atau pribadi, yang walaupun mempunyai perbedaan khusus namun secara umumnya mempunyai tujuan bersama di atas tujuan dan kepentingan golongan. Suatu gerakan (movement) adalah suatu usaha yang dengan sadar dan terencana dijalankan dengan motif, dan akibat-akibat yang telah diakui secara umum dan dilakukan secara sistematis. Jadi masing-masing gerakan tersebut mempunyai ideologi khusus tertentu yang membedakan satu dengan lainnya secara radikal.

Gerakan Evagelikal (Injili)
Istilah evangelikal atau injili adalah istilah alkitabiah yang berasal dari kata benda Yunani euanggelion, injil (euanggelizomai, memberitakan injil). Perjanjian baru memakai kata benda euanggelion dengan tiga pengertian yaitu 1. Kabar baik, kabar gembira (Mat. 4:23; 9:35), 2. Injil atau ajaran injil (Mat. 26:13; 8:35), 3. Khotbah injil atau pengajaran injil (1 Kor. 4:15; 9:14). Secara pergumulan dan rumusan doktrinalnya teologi injili adalah pergumulan kekristenan barat, eropa kemudian ke Amerika Utara sehingga sering diklaim sebagai milik orang kristen barat. Berjalannya waktu pemikiran-pemikiran teologis ini semakin terkristalisasi dan telah terinstitusikan dalam suatu gerekan yang bernama evangelikalisme.
Secara khusus perbedaan kaum injili dan non injili dapat dimengerti berdasarkan asas-asas: 1. Keteguhan pada doktrin ineransi Alkitab, 2. Keunikan Kristus sebagai Tuhan; Allah dan manusia sejati, 3.Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, 4. Mengemban mandat ilahi berganda pembaharuan spiritual dan pembangunan kultural. Dari segi dinamika pengikutNya menjadi: 1. Orang yang mengalami pengalaman pertobatan yang subjektif dan sering disebut dengan kelahiran kembali atau diselamatkan, 2. Orang-orang yang tunduk pada otoritas Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan oleh Allah, 3. Orang-orang memberitakan imannya atau penginjilan,
Jadi evangelikan adalah suatu nama kelompok Kristen yang bersifat interdenominasi dan sudah umum di abad 20 yang lalu, yang digunakan untuk menjelaskan suatu gerakan internasional yang berkomitmen pada ajaran-ajaran protestan yang historis dan terpanggil untuk mempertahankan teologi protestan ortodoks. Karena itu sering disebut injil konservatif, yang membedakan katolikisme oikumenisme dan sekte bidat. Keunikan lain gerakan ini adalah pentingnya pemberitaan injil, di mana Allah menganugerahkan keselamatan, berdasarkan penebusan pengganti Kristus bagi manusia yang berdosa.
Kaum injili adalah pewaris reformasi yang masih mempertahankan otoritas Alkitab dan Kristus, serta secara konservatif membedakan diri dari orang-orang protestan yang terkemudian, yang sudah tidak berpegang pada otoritas Alkitab lagi. Kaum injili identik dengan kaum reformasi yang secara umum lebih dikenal dengan Lutheran bahkan sebutan protestan pada ukuran masa kini yang konon pada waktu itu ditolak oleh Martin Luther sendiri. Luther tidak menerima sebutan protestan tetapi menerima dengan senang hati sebutan evangelisch (injili).
Seiring berjalannya waktu, kaum injili atau protestan mengalami degrasi dalam pelayanan, pengalaman dan kepercayaannya, ketika masuknya ajaran-ajaran modernisme akibat derasnya arus rasionalisme, dan juga modernisme pencerahan. Protestanisme sebelum bereaksi keras terhadap penyimpang katolikisme, pada abad-abad ini lebih tertarik pada pembelaan rasio dan humanisme sehingga meniggalkan kesetiaannya pada ajaran-ajaran ortodoksi dan otoritas Alkitab bagi iman dan praktek hidup kekristenan. Orang protestan yang dikatakan injili sudah tidak mau setia lagi pada ajaran injil Allah dan ajaran Alkitab, tetapi lebih mengutamakan kemuliaan manusia artinya banyak orang injili tidak memegang prinsip-prinsip reformasi yang selama ini menjadi jantung eksistensinya. Kaum injili sekarang sebagai pewaris reformasi yang ortodoks yang menekankan keselamatan hanya berdasarkan injil saja, bukan pada gereja, yang sering dianggap sebagai penyalur resmi keselamatan. Hal ini sebenarnya mengungkapkan  bahwa selanjutnya reformasi dalam tubuh protestanisme bercabang dua yaitu bersifat konservatif dan bersifat liberal.
Pada permulaan abad 20, kaum injili bereaksi sebagai fundamentalis dan menghadapi modernisme dan teologi liberal. Kaum fundamentalis pada waktu itu adalah orang –orang yang secara militan mempertahankan ajaran-ajaran dasar kekristenan yagn dipercaya sepanjang zaman (ortodoksi). Ketika kaum fundamentalis semakin berkembang secara moral dan bertambah kuat dengan masuknya banyak golongan konservatif yang lain seperti dispensasionalisme, maka kaum fundamentalis semakin ekstrim dan suka berkelahi terhadap kawan-kawan injili konservatif yang lain yang hidup  memisahkan diri dari masyarakat serta bersikap negatif terhadap dunia luar dan pada titik inilaj terbentuk gerakan forman yang dinamakan fundamentalisme.
Pada waktu kemudian, kira-kira tahun 1930-an, banyak orang injili konservatif yang tergabung di dalam kelompok fundamentalis awal keluar dari gerakan ini, karena dirasakan gerakan tersebut menyimpang dari gerakan mula-mula. Gerakan ini dimulai disebut gerakan neo-evangelism. Pada masa sekarang ini neo-evangelikalisme adalah gerakan yang paling komprehensif dan mencakup kontroversi injili, sekaligus menempatkannya identik dengan nama injili itu sendiri dan dapat dikatakan menjadi ibu yang menurunkan mode-mode gerakan injili paling kontemporer, sejak tahun 1960-an.  Gerakan injili adalah suatu gerakan reaksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang muncul di dalam sejarah gereja. Pertama terhadap ketidakkonsistenan Roma Katolik. Kedua terhadap kesesatan kaum modernis/ teologi liberal.dan ketiga terhadap kenegatifan sikap-sikap dan ekstrim dari fundamentalisme.
Kaum fundamentalisme mula-mula tidak ingin memihak pada fundamentalisme ekstrim dan mempertimbangkan gerakan injili baru sebagai sesuatu yang baik tetapi juga terjatuh dalam kompromis radikal dan tetap berada dalam sebutan lama kaum injili konservatif yang setara dengan sebutan establishment evangelicals dan dikontraskan dengan young evangelicals. Ada beberapa variasi yang ada diantara kaum injili yang didasarkan pada: prioritas tekanan yang relatif, penambahan fokus pelayanan yang dipilih dan penafsiran Alkitab yang lebih tepat atas elemen-elemen pengukur tersebut. Ada juga dua gerakan injili yang dicatat sebagai usaha reuni  dikalangan orang Kristiani, yaitu Catholic Evangelicals dan Ecumenical Evangelicals.
Kaum injili adalah orang-orang yang masih setia kepada ortodoksi Kristen dan secara jujur diakui sebagai kaum fundamentalis mula-mula. Sejak saat itu semakin diteguhkan bahwa pengertian injili adalah orang-orang yang setia paa kebenaran injil dan memberitakan injil. Gerakan injil masuk ke Indonesia sejak 70-an abad yang lalu, secara formal keberadaannya dipertegas dala pendirian persekutuan injili Indonesia yang dibentuk dalam wadah gerakan injili, yang menampung bukan hanya geraja yag formal tetapi juga yayasan dan pribadi yang berwatak injili. Tetapi sekarang banyak dari anggota PII dari gereka pntakosta dan orang-orang karismatik atau yayasan juga sekolah teologi yang beraliran karismatik. Gerakan evangelical berakar pada peristiwa reformasi, bahkan gerakan ini pada saat ini kelanjutan dari gerakan reformasi Great Evangelical Aweking dari kebangunan rohani pietis dan puritasn dan evangelical alliance.

Gerakan Oikumene
Oikumene berasal dari dua kata menurut orang-orang oikumenis yaitu oikos dan menein. Jadi oikumene itu adalah bentuk pattisip presen dari kata kerja oikeo. Konotasi kata ini dibawa masuk ke dalam lingkungan gereja menjadi the whole household of faith yang menyangkut semua ras, bangsa, dan cabang gereja Kristen di dalam dunia. Dalam hal ini dikatakan berasal dari akar kata yang membentuk oikumene yaitu oikos yang artinya rumah dan menein yang artinya menempati atau tinggal. Jadi malalui kata ini, oikumene diartikan menjadi tinggal dalam satu rumah. Tetapi pada masa sekarang ini pemahaman tentang oikumenisme boleh dikatakan berubah menjadi ekspresi suatu keseluruhan dalam diri suatu kualitas hidup dan sikap.
Gerakan oikumene ini bermaksud untuk menyatukan gereja-gereja yang tercerai-berai diseluruh dunia menjadi satu gereja protestan yang esa, namun secepat kilat muncul permasalahan dikarenakan perbedaan keyakinan dan tatacara ibadah yang bermacam-macam pula dari gereja-gereja yang mengikuti gerakan tersebut. Dan juga bukan hanya itu yang berbeda tetapi doktrin-doktrin yang diajarkan. Oleh karena itu satu kesatua yang lahir untuk penyatuan gereja-gereja yaitu gerakan laife and work. Proyek ini mengenai kerja sama dalam pelayanan gereja-gereja yang harus mendiskusikan dulu doktrinalnya.
Pembentukan Dewan Gereja-Gereja Sedunia (DGD), perlu untuk menjiwai kerjasama antar gereja, bangsa-bangsa sekaligus dipakai sebagai sarana untuk pembicara-pembicara demi terbentuknya gereja Kristen yang bersatu. Tujuaan DGD di Indonesia adalah pembentukan gereja Kristen yang Esa di Indonesia atau pembentukan gereja Protestan Indonesia (GPI). DGI pada dimensi misi kesatuan gereja secara eksternal, tetapi kurang memperhatikan dimensi sebelahnya yaitu dimensi misi penginjilan.
Gerakan oikumenis semakin melebar dari tujuan teologis mula-mula di mana hanya berfokus pada gereja dan penginjilan sedunia. Persatuan dan kesatuan yang sedang berkembang dalam gerakan oikumene di Indonesia lebih mengarah pada penggalangan antar agama-agama danlam satu wadah gerakan oikumenis atau gerakan oikumene. Gerakan oikumene kemudian kembali pada pengertian umum yaitu sebatas seluruh dunia diduduki, tidak memaksudkan khusus gerejawi lagi, tetapi diperluas keluar gereja yang ditandai dengan mulai diundangnya utusan-utusan dari agama-agama lain, singkatannya bukan lagi whole the church tetap[i whole the world. Gerakan oikumenis lebih dekat dan dapat bermanis-manis dengan golongan agama lain.


3.      PERMASALAHAN FUNDAMENTASLISME DALAM GERAKAN PROTESTAN

Fundamentalisme adalah suatu gerakan protestan pada mulanya muncul di Amerika Serikat pada abad ke-20 M. Fundamentalisme bukan istilah Alkitabiah, tetapi esensinya adalah ajaran Alkitab. Fundamental berasal dari bahasa inggris yaitu fundaments yang artinya dasar-dasar atau hal-hal dasar. Sedangkan fundamental adalah kata sifat yang berarti yang mendasar atau yang bersifat. Prinsip dalam fundamental adalah back to the Bibble. Fundamentalis disebarkan dari 1910-1915 di mana di dalamnya didaftarkan sejumlah pengajaran daras kekristenan yang harus ditekankan kembali. Dasar-dasar Kristen yang selama ini dipercayai orang adalah inspirasi dan inneransi Alkitab, ketuhanan Yesus Kristus, kematian Kristus sebagai penebusan dan pengganti, kebangkitan Yesus Kristus secara literal dan kesejarahan mujizat.
Sebutan fundamentalisme yang sangat popular dalam kaitannya dengan traktat yang berjudul the fundamentals. Kaum fundamentalis adalah orang-orang injili konservatif yang ingin mempertahankan orang Kristen untuk dapat berdiri pada dasar-dasar kepercayaan Kristen yang ortodoks dengan memakai pendekatan konservatif bagi Alkitab. Fundamentalisme dianggap sebagai gerakan independen. Fundamentalis adalah separatis yang sejati, tidak kerjasama dan kompromi dengan kaum modernis liberal yang sekarang banyak bernaung dibawah panji-panji gerakan oikumenis baik dalam pelayanan penginjilan bagi dunia yang terhilang apalagi dalam pengajaran doktrinal.
Gerakan fundamentalisme bukan hanya bersikap separatis lagi tetapi lebih jauh menjadi mengisolasi diri dari pergaulan sosial dan masyarakat. Ciri-ciri ini membuat fundamentalis seolah-olah sama dengan kaum karismatik. Kaum fundamentalis yang kontemporer tidak mau juga untuk disamakan dengan kaum injili seperti yang disarankan oleh kaum oikumenis. Kaum fundamentalis sangat menentang golongan karismatik dan doktrin-doktrin yang dianggap sesat dan tidak mau dipersamakan dengan golongan karismatik. Memang semuanya ini memiliki kesamaan tetapi kaum fundamentalis dan karismatik tidak mau disamakan seperti yang dikatakan oleh kaum oikumenis. Fundamentalis ini adalah fenomena Amerika serikat khusunya penduduk dari lapisan bulenya. Kaum ini adalah pencetus dasar-dasar kekristenan tidak ada kaitannya lagi dengan funamentalisme tersebut sebagi suatu gerakan tertentu. 

4.      GAMBARAN KRISIS KAUM OIKUMENIS TENTANG FUNDAMENTASLISME

Fundamentalis dalam kekristenan secara terstruktud dan ideologis tidak hadir di Indonesia. Fundamentalisme sebagai suatu protestan adalah fenomena kekristenan di barat khususnya Amerika Utara. Dimata kaum oikumene, keberadaan fundamentalis itu menjadi penghambat gerakan laju modernisasi kekristenan berpendekatan liberal terhadap Alkitab dan ortodoksi, serta mengganggu gerakan oikumenisme yang sangat inklusif radikal di dalam masyarakat agar kekristenan dapat dengan aman hidup ditengah-tengah masyarakat plural.
Fundamentalisme memiliki pengertiap positif dan merupakan gerakan yang selalu dibutuuhkan oleh agama-agama apapun, termasuk agama Kristen. fundamentalisme adalah suatu paham yang bersemangat kembali ke akarnya atau kembali kepada ajaran-ajaran mula-mula dan didirikan oleh pendiri agama tersebut dengan mengikuti ajaran-ajaran kitab suci secara harafiah.
Menurut kaum oikumenis, gerakan fundamentalis adalah suatu gejala kemasyarakatan dan keagamaan ketika keadaan iman Kristen seolah-olah didesak oleh ajaran lain dan pemikiran modern atau liberal di dalam gereja-gereja protestan. Fundamentalisme pada mulanya adalah reaksi warga gereja protestan yang merasa dirinya terjepit oleh situasi yang tidak menguntungkan bagi gereja, pada waktu itu diancam dari berbagai arah.
Kaum fundamentalis menentukan garis perjuangan secara nyata untuk membela gereja yang sudah kalah dengan tiga sikap tegas yaitu pernyataan Alkitab dipertentangkan dengan akal budi, Alkitab dipertentangkan dengan Ilmi pengetahuan, dan menciptakan ajaran inspirasi dan ineransi Alkitab. Kaum fundamentalis dianggap tidak akan mengerti Alkitab yang benar tanpa metode historis yang modern tersebut. Fundamentalis muncul sebagai reaksi terhadap keadaan di dalam gereja yang tidak dapat menunjukkan kekuatan iman dalam menghadapi dunia ini. Eka Darmaputra menilai gerakan fundamentalis sebagai gerakan anti institusi, yang tidak membawa apa-apa selain kesalahan yang sama dengan kaum mapan yang digoyang mereka.
Kaum oikumene sangat menyoroti doktrin ineransi dan pengilhaman Alkitab sebagai tanda yang mencirikan gerakan fundamentalisme beserta kaumnya sebagai suatu yang khusus. Setiap orang yang mengakui doktrin ineransi Alkitab, pengilhaman dan otoritas Alkitab maka mereka digeneralisasikan sebagai kaum fundamentalis. Sikap fundamentalis yang sering disoroti oleh kaum oikumenis adalah sikap anti ilmu pengetahuan serta sikap anti kemasyarakatan. Anti ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah anti intelektual dan anti sosial mmasyarakat serta sikapnya munafik. Ciri khas metoda yang dipakai gerakan fundamentalisme dalam menghadapi kenyataan hidup termasuk musuh-musuh kekristenan secara praktis dan teoritis adalah pendekatan benteng, konfrontasi, dan non-kooperasi. Ciri khas pelayanan yang ada yaitu kebaktian spektakuler, proselitisasi sampai pencurian domba.
Kaum oikumenis secara umum dapat mengulang pernyataan-pernyataan kaum fundamentalis mula-mula yang biasanya dipakai sebagai program penyerangan yang tegas pula dalam hal melindungi ajaran Kristen ortodoks. Hal tersebut terungkap dal;am ajaran yang dinamakan the testimony of truth yang mencakup inspirasi dan ineransi Alkitab, keilahian Kristus termasuk kelahiran dari seorang perawan, kematian Yesus Kristus sebagai penebus pengganti, kebangkitan Kristus secara jasmaniah dan kedatangan Kristus yang kedua kali. Religi fundamentalisme mengajarkan tentang Kristen sejati dan kelahiran baru, mengajarkan injil khusus, doa pribadi dan penginjilan spektakuler, keotoriterian Alkitab dan literalisme, milenialisme apokaliptik, teologi obskurantisme.

5.      PENILAIAN KAUM INJILI TERHADAP FUNDAMENTASLISME

Bagi kaum injili, permasalahannya adalah istilah fundamentalisme itu sendiri yang kehilangan pengertian yang sesungguhnya dan pendapat pengertian yang buruk karena kepicikan, kenegatifan, keekstriman serta kefanatikan yang menghambat banyak kaum injili konservatif tidak memakai julukan itu lagi karena konotasi negatif dari kaum fundamentalis yang picik. Seorang injili berpendapat bahwa kaum fundamentalis adalah unsur ekstrim kanan dalam tubuh protestanisme yang ortodoks, yang berupaya mempertahankan statusnya dengan menyerang modernisme yang liberal (unsur kiri), namun tidak berhasil karena kehilangan tujuan dan motivasi mula-mula, lalu mendapat status jelek di dalam kekristenan.
Secara kegerejaan, fundamentalisme didefinisikan dari segi pengikutnya sebagai orang protestan injili, seorang anti modernis dan melawan setiap aspek sekularisasi, dan penganutnya supranaturalisme Kristen. Seorang dari kaum injili mendefinisikan fundamentalisme menjadi empat kategori yaitu kategori sikap yang anti intelektual, kesarjanaan dan kebudayaan kemudian kategori pemisahan diri dari yang dianggap menyimpang, kategori Alkitabiah dan kategori eskatologis yang bersifat dispensasionalis. Jadi secara umum kaum injili mengartikan fundamentalisme adalah kaum fundamentalisme yang berkembang secara negatif yang kemudian disebut ultra fundamentalisme bukan fundamentalisme mula-mula, dimana kaum injili berkecimpung menghadapi teologi liberal dan higher criticism terhadap Alkitab.
Kaum injili memandang gerakan fundamentalisme  menjadi dua fase penting dalam sejarah yaitu fundamentalisme awal sampai sebelum tahun 1920-an dan fundamentalisme kemudian sesudah tahun 1920-an. Kedua fase ini dilanjutkan dengan eksodus besar-besaran orang injili konservatif yang positif khusus tahun 1930-an. Kritikan orang injili disebut sebagai higher criticsm yang merupakan suatu metode yang berasumsi anti supranaturalisme dalam mendekati dan meneliti Alkitab. Situasi dunia yang dihadapi oleh kaum fundamentalisme adalah higher criticsm dan teologi liberal, ilmu pengetahuan modern dan naturalisme, serta sekularisasi dan modernisasi gereja. Kaum konservatif mula-mula menghadapi liberalisme yang masuk ke dalam gereja yang sekarang mengalami bentrokan antar sesama konservatif sehingga menjadi dua kelompok dari tubuh fundamentalis pada waktu itu.
Kaum injili mencirikan ada tiga karakteristik fundamentalisme dengan segala macam variasi sebutannya seperti hiper, neo, ultra atau modern yaitu tekanan doktrin sekunder, metode gerakan dan sikap fundamentalis. Doktrin sekunder ini dikuasai oleh aliran-aliran yang bersifat apokaliptik. Kaum injili juga melihat dua metoda gabungan yang khas dalam gerakan fundamentalisme yaitu konservatif-konfrontasi (mempertahankan Alkitab dan ajaran-ajaran Kristen dari serangan kaum modernisme dan kritikus anti-kristen) dan separasi-isolasi (menganggap diri murni dalam ajaran bahkan menyarankan pengunduran diri dari khalayak ramai dan tenggelam dalam kerohanian yang terisolasi).
Kaum injili menyoroti sikap-sikap kaum fundamentalisme dengan nada yang tidak setuju seperti anti intelektual-ilmu pengetahuan, anti kemasyarakatan sosial dan tidak kompromi, tidak bekerja sama, dan sektarian ekstrim. Kaum injili menyoroti teologi kaum fundamentalis dengan membaginya dalam dua besar yaitu doktrin primer dan sekunder. Kaum injili tetap memandang fundamentalisme sebagai fenomena Amerika Utara sampai pada masa kini.

6.      KONTROVERSI KAUM INJILI DENGAN OIKUMENISME TENTANG FUNDAMENTASLISME

Kaum oikumenis mencoba mengerti fundamentalisme sebagai suatu gerakan keagamaan yang ingin kembali kebelakang dan meliat ajaran-ajaran dasar dari sudut pendiri mula-mula dari agam tersebut. Kaum oikumenis mengartikan fundamentalisme dari segi negatif yaitu suatui gerakan yang mempertahankan pokok-pokok ajaran Kristen yang dianggap sudah kuno karena kaidah-kaidah kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan modern. Dan kaum injili juga tidak dapat menyamakan mereka dengan kaum fundamentalis. Dalam hal ini kaum injili memandang kaum oikumenis adalah orang luar dari gerakan injili dan mencoba mengkritik kaum konservatif dengan cara mengambil kenegatifan kaum fundamentalis modern untuk mengenakan kepada semua orang yang bersemangat injili konservatif.
Secara umum kaum injili indonesia menarik kesimpulan bahwa fundamentalisme protestan yang dibicarakan sekarang sebagai fenomena keagamaan Amerika Serikat. Kaum injili memandang fundamentalisme sebagai gerakan positif yang bersikap baik pada awal perjuangannya yaitu memperjuangkan ajaran-ajaran pokok kekristenan yang sedang dirongrong oleh modernisme dan kritik liberal dengan cara-cara terhormat. Kaum injili dapat memahami adanya kelompok Kristen yang dapat dikatakan fundamentalistik.
Dalam memandang sejarah gerakan fundamentalisme, kaum oikumenis dan kaum injili berbeda sekali di mana dalam hal ini kaum oikumenis melakukan suatu kesalahan generalisasi, sepintas lalu dalam sejarah fundamentalisme dan belum dapat melihat dinamika kesejarahan fundamentalisme dengan pikiran yang jernih dan adil. Sebaliknya kaum injili berhasil mengidentifikasikan secara menyeluruh dan lebih adil dan benar.
Kaum oukimenis di era sebelum 1920-an memandang gerakan sejarah gerakan fundamentalisme sangt sepintas dan tidak menyeluruh. Kaum oikumenis Indonesia tidak cermat dalam menilai fundamentalisme. Dan kaum oikumenis di era sesudah 1930-an menghabiskan waktu dan tepat dalam penulisan tentang fundamentalisme dari segi kenegatifan dan kejelekannya saja. Kaum oikumenis tidak berhasil mengidentifikasi perubahan arah bahkan cenderung mengabaikan.
Pandangan kaum injili melihat perubahan dan perbedaan dalam perjalanan sejarah fundamentalisme dan sebagian lagi ikut pada gerakan tersebut pada mulanya. Di era 1960-an kaum injili berhasil mengidentifikasi munculnya yang dikatakan fundamentalisme modern, hiper fundamentalisme atau sejarawan menyebutnya secara politis sebagai ultrafundamentalisme dikalangan protestan masa kini. Sedangkan kaum oikumenis memaksakan kehendaknya bahwa kaum fundamentalis modern sebagai kaum injili dan ada juga yang mengidentifikasikannya dengan kaum karismatik.
Pandangan kaum oikumenis dan injili yang relatif sama tetapi tidak sama sekali. Artinya menunjukkan hal yang sama tetapi memberikan keberatan yang tidak sederajat. Kaum oikumenisme memandang ciri khas fundamentalisme dengan sikap negatif, terutama pada ciri khas anti sosial dari kaum fundamentalis ditambah lagi ciri khas doktrin ineransi dan otoritas Alkitab, yang sangat tidak disenangi oleh kaum oikumenis. Sejalan dengan kaum injili, kaum oikumene juga menentang sikap separatis kaum fundamentalis dan mengganggap bukan sebagai Kristen yang sejati. Bagi kaum oikumenis sikap berdialog lebih menguntungkan daripada membangun tembok pwemisah agar tidak bercampur dan menyerang dari balik tembok tersebut.
Kaum oikumenis menentang sikap anti sosial dari kaum fundamentalis, namun sayangnya yang dimaksudkan dengan kaum tersebut adalah orang-orang injili. Kaum injili juga mencela sikap anti sosial kaum fundamentalis, namun sayangnya kaum oikumenis tidak memahami secara mendalam sehingga terkecoh karena pikiran yang tidak matang tersebut, dengan mengatakan kaum injili bersikap anti sosial karena mereka adalah kaum fundamentalis. Kaum injili menolak sikap legalistik kaum fundamentalis engan segala macam peraturan-peraturan tambahan yang tidak berdasarkan kasih dan keadilan.
Salah satu ciri khas lain dari kaum fundamentalis adalah anti intelektual. Kaum oikumenis secara kasar menolaknya karena sikap ini bentuk mati-matian untuk menolak kritik Alkitab modern yang gigih dianjurkan oleh teolog-teolog oikumenisme. Seiring dengan itu kaum oikumenis dan ijilipun tidak menyetujui anti intelektual dan anti ilmu pengetahuan dari kaum fundamenltalis. Kaum oikumenis cenderung mengagungkan akal dan ilmu pengetahuan, kadang-kadang dipercaya dan diakui berotoritas setara dengan Tuhan, bahkan lebih dari Tuhan. Kaum oikumenis sangat mengagungkan akal dan kemajuan ilmu pengetahuan, sampai menolak beberapa kepercayaan Kristen yang hakiki, demi menerima ilmu pengetahuan dan menjadi modern sedangkan kaum injili menolak kaum oikumenis, orang yang lebih baik mencari perkenana manusia daripada Allah. Kaum injili tidak menyetujui pukul rata dari kaum fundamentalisme tentang ilmu pengetahuan dan rasio yang dianggap negatif  dan sangat bertentangan dengan iman dan Alkitab. Sementara kaum oikumenis meninggikan rasio, modernisasi, ilmu pengetahuan yang baru, walaupun hal-hal tersebut menetang kekristenan secara terang-terangan.
Kaum oikumene dan akum injili memandang pokok-pokok teologis kaum fundamentalis da garis utamanya adalah Alkitab sebagai Firman Allah yang diinspirasikan dam tanpa salah serta berotoritas penuh. Kaum injili menilai penafsiran literal dari kaum fundamentalis sudah terlalu ekstrim sehingga mengarak letterism yaitu sikap yang mengaplikasikan setiap huruf bahkan tanda baca sebagai suatu Firman Tuhan yang berarti sama dengan pikiran dan maksud Allah melalui Alkitab.
Kaum oikumene melanjutkan penolakannya terhadap konsep soterologis fundamentalisme. Kaum oikumene lebih berkompromi dengan agama lain. Dalam hal ini oikumene tidak sama dengan gerakan kekeritenan lainnya yang mengalami degradasi, frustasi dan kegagalan dimana-mana. Kaum injili jelas menolak anggapan dan konsep keagamaan dari suatu oikumenis yang memperjuangkan pluralisme agama secara ekstrim dan membabi buta sehingga membuat kekristenan menjadi sama dengan agama-agama lainnya, walaupun mempunyai kelebihan dan kebaikan yang lebih tinggi mutunya saja. Atau kelebihan kekristenan bukan dalam pengertian keselamatan ilahi yang eksklusif seperti yang dipegang oleh kaum konservatif seperti kaum injili dan kaum fundamentalis.
Kaum oikumenis menolak usaha penginjilan, tetapi kaum injili sangat menekankan penginjilan yaitu suatu tugas yang sering dilupakan oleh kaum fundamentalis karena semangat perlawanan dan separatisnya. Kaum oikumenis hanya menganjurkan suatu kegiatan berdialog antar umat beragama untuk mendiskusikan isu-isu teologis masing-masing agama, bertuka pengalaman dan mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada, tetapi mencari kesamaan-kesamaan saja. Bagi kaum oikumenis penginjilan adalah hanya tugas sosial saja seperti mengaggulangi kemiskinan, penderitaan jasmani dan penyakit, dan juga yang lain. Kontroversi kaum injili dan oikumenisdi Indonesia nyata karena perbedaan perspektif dan tujuan serta orientasi penyelidikan. Kaum injili berbeda pandangan dengan kaum oikumenis khususnya dalam kaitannya dengan gerakan injili dan fundamentalis.

7.      KESENJANGAN FAKTUAL ANTARA GERAKAN INJILI DAN FUNDAMENTALISME

Kaum injili adalah pencetus gerakan fundamentalisme yang sangat fanatik dalam membela kekristenan yang ortodoks. Pendekatan konservatif terhadap ajaran ortodoksi Kristen dan Alkitab sebagai Firman Tuhan dipakai spirit orang-orang fundamentalis pada waktu itu dan dengan gigih melawan apa yang disebut dengan pemodernan Kristen yang sebenarnya agama baru yang anti Kristen namun masih memakai kedok Kristen.
Kaum injili adalah kaum fundamentalis awal yang bergabung bersama untuk menghadapi agama baru kekristenan yang menyatakan kefundamentalisan kaum injili di masa lalu agar terus dapat bekerja sama dan kembali pada akar-akar kekristenan yang semula. Gerakan fundamentalis terdiri dari kaum injili yang konservatif di dalam sejarah perkembangan menjadi negatif, kontradiktif dan suka berkelahi. Kaum fundamentalis kemudian cenderung separatis dan mengisolasi diri dari orang-orang konservatif yang tidak sepaham dalam hal-hal sepele dan tidak mau juga memisahkan diri dari musuh-musuh kekristenan pada waktu itu.
Persamaan antara kaum injili modern indonesia dan kaum fundamentalis di Amerika masih ada dan terbaca dengan jelas. Hal ini karena kedua golongan sama-sama mempertahankan iman Kristen dan Alkitab, meskipun disana-sini banyak perbedaan sekunder.


8.      PENGINGATAN KEPADA KAUM OIKUMENIS

Gerakan oikumene didefinisikan sebagai gerakan pemikiran dan tindakan yang berhubungan dengan persatuan kembali orang Kristen. ada dua aspek penting dalam definisi seperti itu yaitu aspek misi yaitu penyebaran agama Kristen ke seluruh muka bumi dan aspek penyatuan kembali gereja-gereja yang terpecah di seluruh muka bumi karena denominasi, golongan, ras dan lain-lain. Gerakan oikumene mula-mula sangat berbeda dengan gerakan oikumene sekarang, terutama dalam palangan misi gereja. Misi penginjilan bahkan pengkristenan sedunia telah diganti dengan hanya dialog agama dan melarang keras penginjilan rohani. Tujuan misi secara teologis dalam gerakan oikumene sekarang sangat kurang jelas dan tidak mempunyai dasar teologis.
Di Indonesia gerakan oikumene di bawah  komando PGI (DGI), yang dianggap gagal dalam penyatuan dan kesatuan gereja di Indonesia. Kesatuan gereja adalah pemberian Allahdan dimungkinkan karena Kristus yang satu adalah kepala gereja. Prinsip oikumenistik sebaiknya diteliti ulang dan dipertimbangkan untuk dipelajari oleh kelompok PGI. Oikumene yang dimaksudkan bukanlah dalam pengertian teknis persatuan institusi dan terbatas, tetapi kesatuan imani yang rohaniah.

9.      KAUM INJILI DAN KAUM OIKUMENIS DALAM PELAYANAN BERSAMA-SAMA DI INDONESIA

Istilah neofundamentalisme adalah lawan dari fundamentalisme klasik yang mula-mula dan sebagai hasil dari reaksi terhadap kakasaran dan kekakuan hati yang disebut gerakan injili baru yang kelak sering disebut dengan injili. Kaum injili menegaskan bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan di mana berpengertian yang mendalam sebagai Alkitab menghakimi manusia, sedangkan oikumenikal yang berpendapat liberal biasanya terbagi kelompok menyatakan Alkitab berisi Firman Tuhan dan yang lebih lunak berpendapat Alkitab menjadi Firman Tuhan.
Kaum injili menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang satu-satunya di mana tidak ada yang lain lagi. Sedangkan kaum oikumenikal sering menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah seorang anak Allah, dalam pengertian salah satu diantara semua manusia sebagai anak Allah juga, apapun imannya, bahkan yang anti agamapun dapat sampai selamat dihadapan Allah.
Kaum injili menegaskan bahwa kelahiran Yesus Kristus dari anak dara maria adalah suatu peristiwa supranatural oleh Roh Kudus atau pekerjaan intervensi Allah yang luar biasa atau umum sedangkan oikumenikal menyatakan bahwa kelahiran Yesus Kristus bersifat alamiah atau natural saja atau dari hubungan manusiawi semata-mata. Kaum injili menekankan kematian Yesus Kristus adalah penebusan bagi manusia berdosa sedangkan kaum oikumenikal mengatakan kematian Yesus Kristus itu adalah teladan bagi manusia yang berdosa. Kaum injili juga menekankan bahwa manusia berdosa sejak kejatuhan Adam sedangkan kaum oikumenikal beranggapan bahwa manusia adalah korban ketidakberuntungan dari lingkungan.
Bagi kaum injili manusia adalah hasil ciptaan khusus Allah berdasarkan kejadian sedangkan kaum oikumenis banyak mempercayai dan memegang teori evolusi serta menyangkali doktrin penciptaan. Kaum injili selalu menegaskan bahwa manusia dibenarkan karena iman saja di dalam penebusan darah Yesus Kristus, sedangkan kaum oikumenikal selalu menekankan pembenaran oleh perbuatan manusia di mana manusia tersebut mencontohkan  teladan yang diberikan Kristus. Dan injili juga menekankan pentingnya tugas penginjilan di mana memberitakan Kristus tersalib bagi dosa-dosa manusia sedangkan kaum oikumenikal seringkali penginjilan yang demikian karena dianggap tidak toleransi antara agama, dan menyarankan dialog antar agama sebagai tugas penting gereja sekarang ini.
Tujuan bersama dari gereja Tuhan di Indonesia ini harus ditinjau kembali berdasarkan Alkitab dan teologi Kristen. kaum evangelical dan kaum oikumenikal harus menjelaskan dua tujuan dasar kedua golongan protestan protestan tersebut. Yang pertama yaitu menghilangkan dan mengurangi  ketidakbergunaan konflik diaantara keduanya. Yang kedua mendeklarasikan bahwa keduanya harus menggali pola-pola bekerja dan bersaksi bersama dalam kaitannya melanjutkan satu misi Kristus di Indonesia. Tuntutan bagi kaum injili supaya berhati-hati dalam membicarakan gerakan oikumenis karena mengajar dan berkhotbah.

10.  KAUM INJILI INDONESIA MENUJU MASA DEPAN: MELAMPAUI FUNDAMENTALISME DAN OIKUMENISME

Beberapa identitas universal kaum injili yaitu mempercayai inji (Kristus sebagai penebus-pengganti), berdasarkan injil, dan memberitakan injil. Dasar reformatoris dalam teologi injili adalah sola scriptura, sola fide, sola gratia, soli deo gloria, dan solus Christus. Fundamentalis dengan literalisme dan leteralisme dipakai oleh kaum konservatif selama mempertahankan doktrin ineransi Alkitab.
Sejak semula prinsip persatuan dan kesatuan Kristen menurut kaum injili adalah berdasarkan  keselamatan dalam nama Yesus kemudian disatukan dalam tubuh Kristus bersifat rohaniah, jadi bukan persatuan organisatoris tetapi organisme. Secara teologis gereja Kristus mencakup semuanya sebagai gereja universal.
Kaum injili Indonesia menganggap kaum oikumenis sama saja dengan kaum fundamentalis dan kedua golongan tersebut sama-sama tidak bersikap baik seperti ekstrim, separatis serta arogant dalam kehidupannya. Sikap oikumenis ini seakan-akan sangat menolak dan menghina kaum injili agar dapat hidup tenang dengan agam mayoritas. Kaum injili lebih oikumenis daripada kaum oikumenis itu sendiri, sedangkan sikap arrogant kaum oikumenis tidak akan membawa pada keyakinan injili klasik dalam kepercayaan Kristen. kedua golongan sama-sama memperjuangkan agama Kristen di Indonesia.

Sikap konservatif injili lebih menunjukkan pada sikap yang mempertahankan doktrin tradisional yang unik sekaligus membuka diri kepada semua orang di dalam masyarakat di mana kita tinggal. Jadi perjuangan doktrinal injili secara menyeluruh adalah berusaha mencari relasi keberadaannya dalam situasi dunia dengan pendekatan akomodasi dan juga menarik pengajaran bagi kebudayaan setempat agar dapat dipahami dalam situasi setempat. Kaum injili juga berusaha menjalanka konsekuensi iman dalam dunia yang terhilang kesaksian injil keselamatannya secara terhormat. Serta juga membangun kerjasama dengan semua golongan manusia di dalam nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan manusia tanpa harus berkompromi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar