Kamis, 18 Oktober 2012

Doktri Pengetahuan Tentang Allah 1





OBJEK DARI PENGETAHUAN.

Allah, Tuhan, Konvenan
Apakah “ objek pengetahuan akan Allah? dalam mengenal Allah, apakah yang kita kenal? Tentu saja tentang Allah ! jadi apa yang kita bicarakan? Kita harus jelas mengenal Allah yang bagaimana yang ingin kita kenal. Ada bayak jenis pengetahuan dalam pembenaran, dan metode pengetahuan seringkali didasarkan pada perbedaan objek yang kita kenal. Mengenal  Allah merupakan hal yang sangat unik, karena Allah itu sendiri unik. Kita berusaha untuk mengenal bukan sembarang Allah, melainkan Tuhan Yehova, Allah kitab suci, Allah dan Bapak Tuhan kita Yesus Kristsus.
Kita tidak mengenal Allah ataupun juga dalam kevakuman. Dalam proses pengetahuan akan Allah kita dapat mengetahui hubungan Allah dengan dunia dan hungan Allah dengan banyak hal didunia ini, khususnya dengan diri kita sendiri .Kita tidak dapat mengenal Allah tanpa memahami beberapa hal tersebut. Allah yang Alkitabiah adalah Allah  konvenan, pencipta dan Penolong dunia, Penebus dan Hakim dari Manusia. Jadi jika Kita tidak mengenal Allah tanpa sekaligus mengetahui hal- hal lainnya. Dan yang penting, kita tidak dapat mengetahui hal- hal lain dengan benar tanpa mengenal Allah dengan benar. Dengan demikian EpistemologI teistik, yaitu Doktrin tentang Pengetahuan tentang Allah, secara tidak langsung mencakup Epistemologi umum yaitu Doktrin tentang Pengetahuan segala sesuatu. Oleh karena itu, pada bagian ini, meskipun terbatas, KIta harus mendiskusikan semua’’ objek – objek ’’ dari pengetahuan manusia
Dengan memulai buku ini dengan pembahasan ‘’ objek’’ dari pengetahuan,tidak bermaksud membangun jurang pemisah yang tinggi antara ‘’ subjek’’ dan ‘’ objek’’ apabila melakukan hal ini maka itu berat menghancurkan semua pengetahuan dan hal-hal ini benar-benar bertentangandengan kitab suci. Karena itu memulai “ objek ” dari pengetahuan, kita akan melihat betapa dekatnya hubungan objek itu dengan subjek pengetahuan. Pada bagian ini mendiskusikan (1)Allah Tuhan konvenan (2) Allah dan dunia (3) Allah dan studi kita. Dalam ketiga bab ini mendiskusikan Allah, hukum- Nya , Penciptaan manusia sebagai gambar Allah, dan ‘’’ objek- objek ’’ dari pengetahuan dalam Teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan Apologika. Masing- masing disiplin ilmu ini Kita akan mengajukan pertanyaan apa yang sesungguhnya ingin kita ketahui atau kenali.

Allah, Tuhan Konvenan
            Siapakah Allah, yang ingin kita kenal ? Kitab suci menggambarkan-Nya dengan banyak cara dan adalah bahaya menganggap salah satu dari gambaran tersebut mendasar atau lebih penting dibandingkan lainnya. Untuk meringkas kitab suci lebih baik menggunakan konsep “ Ketuhanan” yang Ilahi sebagai titik awak kita.” Tuhan”    (dalam bahasa Ibrani ‘’ Yahweh’’ ) merupakan nama yang dinggunakan Allah untuk memperkenalkan diri-Nya, pada awal konvenan-Nya dengan Israel (kel.3: 13-15; 6: 1-8; 20: 1) Tuhan dalam bahasa Yunani’’ Kurios’’ , yang telah diberikan kepada Yesus Kristus, sebagai kepala dari konvenan baru dan sebagai kepalah dari tubuh-Nya yang telah di tebus ( Yoh 8 : 58; Kis 2: 36; Rm 14: 9). Pengakuan iman yang mendasar dari konvenan lama maupun konvenan baru mengakui Allah dan Kristus sebagai Tuhan     ( Ul 6: 4; Rm 10 : 9; 1 Kor 12: 3; Flp 2: 11). Allah menunjukkan tindakan-Nya yang penuh kuasa agar Kamu mengetahui bahwa Aku adalah Tuhan. Salah satu kesaksian yang luar biasa dari Ketuhan Yesus adalah cara Dia dan murid- muridnya mengidenfikasikan diri-Nya dengan Yahweh . Dalam keluaran 3- sebuah nama yang berkaitan erat dengan Allah, sehingga orang yahudi untuk mengucapkannya saja merasa takut. sepanjang sejarah penebusan Allah berusaha mengidefikasikan diri-Nya kepada Manusia sebagai Tuhan yang menunjukkan kepada Mereka arti dari konsep tersebut. Berita konvenan lama adalah  “ Yesus Kristus itu  Tuhan”

Konsep Alkitabiah  dari Ketuhanan
Apakah ketuhanan yang Ilahi itu? Yang dapat kita pelajari dari Etimologi Yahweh Adonai, atau Kurios. Hal ini desebabkan karena kerena Erimologi – Etimologi itu sifatnya tidak pasti  ( khususnya berkaitan dengan kata Yahweh ).
(1)Tuhan adalah kovenan
Studi ini dapat diringkas sebagai berikut : Ketuhanan merupakan sebuah konsep konvenan. ‘’ Tuhan’’ adalah nama yang diberikan kepada Allah kepada diri-Nya sendiri sebagai kepala dari konvenan Musa dan nama yang diberikan kepada Yesus Kristus sebagai kepala dari konvenan yang baru. Konvenan dapat menunjukan sebuah kontrak atau kesempatan antara dua pihak yang sederajat atau dalam relasi antara tuan dan para pembantunya. Konvenanan antara Allah dan manusia dalam kitab suci . Dalam konvenan- konvenanan yang paling terkenal, Allah sebagai Tuhan konvenan memili umat tertentu dari seluruh bangsa dibumi untuk menjadi kepunyaan- Nya sendiri. Konvenan ini bukan hanya hukum, melainkan beruapa anugerah.
Konvenan ini adalah anugerah atau kemurahan yang tidak diberikan berdasarkan perbuatan dari si penerima atau atau keyakan sang penerima. Konvenan anugerah Allah inilah yang digunakan untuk memilih umat konvenan. Dan karena semua manusia berdosa, maka hanya oleh anugerah Allah akan ada berkat karena konvenan. Hubungan antara pencipta dengan makluk ciptaan adalah hubungan konvenan yaitu relasi  antara Tuhan dan hambah. Allah adalah Tuhan dari segala sesuatu, dan seluruh hubungan-Nya dengan dunia Dia bicara dan bertindak sebagai Tuhan.

(2)Transedensui dan Imanensi
Jika Allah adalah kepala Konvenan, maka Ia di tingggikan melalui umat- Nya, Dia transenden. Jika Dia adalah kepala konvenan, maka Dia terlibat secara mendalam dengan umat-Nya, Dia Imanen ( selalu hadir), betapa indahnya keselarasan antara kedua konsep ini jika dimengerti secara alkitabiah.
Manusia memahami transendesi Allah ( keagungan-Nya, Kemisteriusan-Nya) Sebagai keberadaan Allah yang sangat terpencil dari ciptaan-Nya, sangat jauh, sangat berbeda dengan kita dan ‘’ benar- benar  tersembunyi’’ dari kita sehingga kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang Dia dan  kita tidak dapat membuat pertanyaan yang benar tentang Dia.
Konsep imanensi telah terdistorsi dalam pemilkiran non Kristen, bahkan dalam beberapa teologi Kristen yang palsu. Imanesi diartikan Allah sebenarnya tidak dapat dibedahkan dari dunia, ketika Allah memasuki dunia Dia menjadi sangat ” duniawi “ sehingga tidak dapat ditemukan.
§  Para “ Ateis Kristen ‘’ mengatakan bahwa Allah meninggalkan keilahihan-Nya, dan tidak lagi memiliki eksistensi sebagai Allah.
§  Barth dan Bultman mengatakan bahwa meskipun meskipun Allah masih tetap ada, aktivitas-Nya tidak mempengaruhi semua waktu dan tempat, secara sebanding dan tidak secara khusus.sebagai akibatnya kita tidak memiliki tanggungjawab di hadapan Allah.
Konsep-konsep yang salah mengenai transedensi dan imanensi tersebut bersesuaian secara unik. Keduanya mempunyai keinginan yang penuh dengan dosa untuk melepaskan diri dari wahyu Allah, menghingdari tanggung jawab, dan memberikan alasan untuk ketidaktaatan. Tetapi pada dasarnya kedua konsep ini tidak konsisten satu sama lain. Bagaimana mungkin Allah sangat jauh dari kita? Tidak satupun dari konsep ini dapat dimengerti secara jelas, Jika Allah ‘’ sangat berbedah’’ bagaimana kita dapat mengakui atau mengatakan bahwa Dia sangat berbeda? Apakah kita mempunyai hak untuk berteologi jika memang demikianlah masalahnya? Dan jika Allah tidak dibedahkan dari dunia, memang para teolog harus merepotkan diri berbicara tentang Allah? mengapa tidak berbicara tentang dunia saja ? Apakah Iman membenarkan pembicaraan semacam ini? Iman yang didasarkan pada apa? Mungkin iman semacam ini tidak lebih dari loncatan dalam kegelapan yang tidak rasional? Transendesi adalah kepemimpinan konvenan dan jika imanensi adalah keterlibatan Allah dalam konvenan dengan umat­-Nya, maka kita memiliki dasar yang kokoh.
Perbedaan antara pemikiran yang alkitabiah dan yang tidak alkitabiah mengenai masalah ini :

POSISI KRISTENAN                                               POSISI NON- KRISTEN

                                    

              

 
TRANSENDENSI                 1                                  3

IMANENSI                            2                                  4


                                    Gambar 1. Bujursangkar pertentangan agama

Keempat sudut ini menggarkan empat hal :
1.      Allah adalah kepala konvenan
2.      Allah sebagai Tuhan yang melibatkan diri dengan umat-Nya.
3.      Allah secara tidak terbatas jauh dari ciptaan-Nya.
4.      Allah identik dengan ciptaan-Nya.
Pernyataan 1 dan 2 merupakan pernyataan yang alkitabiah, sedangkan pernyataan 3 dan 4 tidak akitabiah.
Transensi Ilahi dalam kitab suci tampaknya berpusat pada konsep kontrol dan otoritas.kontrol sanagat jelas karena konvenan ditimbulkan oleh kuasa Allah yang berdaulat.  Allah yang membangkitkan hambah- hambah konvenan-Nya ( Yes 41:4; 43 : 10-13 ; 44:6; 48: 12)dan mengendalikan mereka sepenuhnya ( kel 3: 8,14). Otoritas merupakan hak Allah yang harus Kita taati, dan karena Allah memiliki kontrol dan otoritas, maka Dia memilki kuasa dan hak. Berulangkali Tuhan konvenan menegaskan bahwa hambah- hambah-Nya harus menaati perintah-Nya. ( kel 3 : 13-18;20: 2; Im 19: 2-5,30;19:37; ul 6: 4-9), mengakui kemutlakan otoritas Allah berarti kita tidak boleh mempertanyakan perintah- perintah-Nya, (Ayub 40:11); Rm 4: 18-20; 9: 20;Ibrni 11: 47,8,17, dan hampir seluruh bagian Otoritas  Allah melampauhi segala hal  ( kel 20:3; Ukl 6: 4; mat 8: 19-22; 10: 34-38; Fil 3 : 8) dan menjangkau semua bidang Manusia( kel, im, bil, ul,Rm 14:32; 1kor 2: 31, 2 kor 10: 5,Kol 3: 17 ,23 ).
Konsep Kontrol dan otoritas ini akan muncul jika Tuhan dinyatakan kepada kita sebagai yang ditinggikan atas semua ciptaan. Pengertian ini berbeda dengan pengertian bahwa Allah “ wholly other” atau “ infinitely”distant’’ ( Allah tidak dijangkau oleh manusia dan tidak mengkomunikasikan diri- Nya, dengan manusia).
Imanensi Allah selanjutnya dapat menjelaskan sebagai ‘’ solideritas konvenan ’’. Allah memili umat konvenan-Nya, dan menjadikan tujuan- tujuan mereka sesuai dengan tujuan-Nya. Inti dari hubungan ini di ungkapkan dengan kata- kata” Aku akan menjadi  Allahmu” dan kamu akan menjadi umat-Ku, (Im 26: 12, bkd Kel 29: 45; 2 Sam 7:14;             Why 21; 27 ). Dia menyebutkan diri-Nya sendiri sebagai Allah mereka, ‘’Allah Israel’’ dan mengidenfikasikan diri-Nya dengan mereka. Untuk menegaskan dekatnya hubungan-Nya, dengan Israel secara rohani, , Allah mendekati mereka dengan memakai pengertian ruang atau lokasi yang dapat dengan  muda diterima oleh manusia. Allah juga mendekatkan diri dalam waktu, dengan kata lain Dia ada sekarang dan disini.
Ketuhanan Allah merupakan konsep yang sangat pribadi dan praktis.Allah bukanlah sebuah prinsip, yang sangat pribadi atau kekuatan abstrak yang tidak jelas, melainkan pribadi yang hidup bersekutu dengan umat-Nya. Dialah Allah yang hidup dan benar, bertentangan dengan semua berhala, yang tuli dan bisu dari dunia ini. Karena itu pengetahuan akan Allah merupakan pengetahuan antar  pribadi. Kedekatan Allah dengan ciptaan-Nya, itu tidaka dapat dihindari. Kita selalu memiliki keterlibatan dengan Dia. Sebagai pengontrol dan otoritas Allah bersifat ’’ mutlak ’’artinya kebijaksanaan dan kebijakan-Nya, tidak mungkin dapat ditantang dan digagalkan. Dengan demikian Allah itu kekal, tidak terbatas, mahatahu, maha kuasa, dan seterusnya.
Menurut kitab suci pengontrolan Allah mencakup otoritas akarena Allah juga, mengendalikan stuktur kebenaran. Pengontrolan mencakup kehadiran karena kekuasaan Allah sangat mendalam sehingga membuat kita berhadapan  muka dengan muka dengan-Nya,dalam setiap pengalaman kita.
Otoritas menyangkut kontrol karena perintah- perintah Allah, mengasumsikan kemampuan Allah untuk melaksanakannya. Otoritas mencakup kehadiran karena perintah- perintah Allah dinyatakan dengan jelas dan merupakan sarana yang dipakai Allah untuk bertindak ditengah- tengah kita, baik dalam bentuk berkat maupun kutuk. Kehadiran menyangkut otoritas karena kehadiran Allah selalu disertai dengan firman-Nya ( bkd. Ul 30:11; yoh 1: 1). Mengenal Allah berati mengenalnya sebagai Tuhan’’ mengenal bahwa Akulah Tuhan ‘’. Dengan mengenal Dia sebagai Tuhan berati mengenal kontrol, otoritas dan kehadiran-Nya.

KETUHANAN DAN PENGETAHUAN

Krakter Allah sebagai Tuhan dapat mempengaruhi cara pengetahuan kita terhadap-Nya.
Allah yang dapat dikenal dan tidak dapat dipahami secara tuntas.

a. setiap orang mengenal Allah.
Karena Allah adalah Tuhan, Dia bukan hanya dapat dikenal tetapi Dia dapat dikenal oleh semua orang ( Rm 1: 21). Kehadiran Allah konvenan menyertai seluruh  karya-Nya, dan karena-Nya tidak dapat kita hindari ( mzm 139). Oleh karena itu pada saat kita mengetahui tentang apa saja, hal ini akan membawa kita kepada pengetahuan akan Allah. Orang- orang yang tidak memilki kitab suci pun mengetahui pengetahuan ini; mereka mengenal Allah , mereka tahu kewajiban mereka terhadap-Nya ( Rm 1: 32) dan mereka murka yang akan menimpa mereka karena ketidaktaatan mereka  ( Rm 1: 12). Tetapi hanya orang beriman yang memiliki pengetahuan tentang Allah secara lebih mendalam. Hanya orang Kristen yang memilki pengetahuan terhadap  Allah, sebagai inti kehidupan yang kekal. Meskipun orang- orang nonkristen memilki pengatahuan akan Allah, mereka sering berusaha untuk menyangkal bahwa Allah telah dikenali atau bahkan Allah dapat dikendalikan oleh mereka. Pandangan tentang Allah baik bagi orang Kristen maupun non Kristen adalah sama yaitu selalu timbul dari hubungan pribadi dengan Allah, dari pandangan  etika, dan orintasi religius seseorang. Disatu pihak Allah sangat jauh sehingga tidak dapat diidenfikasikan  ( transeden ), maka tentu saja Ia tidak dapat dikenal. Dipihak lain jika Allah begitu dekat dengan dunia sehingga Dia tidak dapat dipisahkan dari dunia  ( Imanen ), maka itu berarti kita tidak dapat mengenal Allah dengan benar.Sudut pandang transidensi maupun Imanensi non Kristen, menyangkali pegetahuan  Allah, yang alkitabiah. Ada kolerasi antara metafisik dan epistemologi, hakekat Allah menentukan apakah Dia mungkin dapat dikendali. Jika anda menyangkali Ketuhanan Allah, anda tidak akan dapat mengatakan bahwa Dia tidak dapat dikendali. Jika kita menyangkali ketuhanan Allah, kita akan dapat dinyatakan oleh kitab suci, barulah kita dapat mengklaim bahwa kita mengenal-Nya. Dan jika Dia adalah Tuhan, maka kontol otoritas, dan kehadiran-Nya, didunia membuat -Nya  pasti dapat dikendalikan. Jadi dengan mengenal dunia kita, kita mengenal Allah. Karena Allah adalah pemegang otoritas tertinggi dan pencipta dari semua kriteria yang menentukan perbuatan, keputusan, atau kesimpulan kita, maka kita mengenal Dia dengan lebih pasti dibandingkan fakta apapun tentang dunia ini. Jika Allah dinyatakan seperti yang dinyatakan kitab suci, maka tidak ada penghalang untuk mengenal-Nya.
b. Keterbatasan pengetahuan kita akan Allah.
Fakta bahwa Allah adalah Tuhan secara tidak langsung juga menyatakan bahwa  pengetahuan kita tidak sebanding dengan-Nya, karena keterbasan manusia yaitu :
Dosa memotivasi manusia yang telah jatuh merusak kebenaran, lari dari kebenaran, menggantikan dengan dusta, dan menyalagunakannya. Kesalahan dalam pengetahuan kita yang timbul dari ketidakdewasaan dan kelemahan.
Kitab suci mengajarkan kesenjangan berikut ini antara pikiran Allah dan pikiran kita yaitu : 
§  Pikiran Allah tidak diciptakan,kekal , pikiran kita, diciptakan dan dibatasi oleh waktu. Pikiran-pikiran Allah pada akhirnya, menentukan atau menetapkan apa yang akan terjadi.
§   Pikiran- pikiran Allah  mewujudkan atau menjadi penyebab dari kebenaran- kebenaran yang dipikirkan-Nya, sedangkan pikiran kita tidak seperti itu. Ini merupakan kontrol dari atribut ketuhanan dalam  Allah, dalam wilayah pengetahuan.
§  Pikiran- pikiran Allah merupakan penguji atau pengukur diri-Nya sendiri.
§  Pikiran Allah selalu membawa dan hormat bagi Diakarena Allah selalu ’’ hadir dalam berkat ’’bagi diri-Nya sendiri.
§  Pikiran- pikiran Allah merupakan pikiran- pikiran yang asli dari Allah, sedangkan pikiran yang baik pun merupakan salinan atau gambar dari pikiran Allah. Oleh Karena itu pemikiran- pemikiran tidak dapat terlepas dari kehadiran Allah konvenan.
Allah  tidak memerlukan apapun juga untuk ‘’ diwahyukan kepada Dia, Dia mengetahui apa yang Dia ketahui semata-mata kerena siapa Dia dan apa yang Dia nyatakan,Ia mengetahui lebih inisiatifnya sendiri. Tetapi semua pengetahuan kita didasari atas pertanyaan. Jika kita mengetahui sesuatu karena Allah memutuskan unyuk mengizinkan  kita, mengetahuinya, baik melalui kitab suci maupun alam semesta. Pengetahuan kita diawali oleh pengetahuan yang lain.pengetahuan kita adalah akibat dari anugerah. Ini merupakan manifestasi  lain dari hakekat’’kontrol” ketuhanan . Allah tidak memutuskan untuk meyatakan seluruh kebenaran kepada kita. Misalnya:  Kita tidak tahu tentang masa depan, selain dari apa yang diajarkan tentang kitab suci. Kita tidak tahu semua fakta tentang Allah atau bahkan ciptaan.
Allah mendapatkan pengetahuan secara berbeda dari kita. Allah adalah Roh karena itu Dia tidak mendapat pengtahuan tentang panca indra. Dia juga tidak  mendapatkan pengetahuan melalui proses penalaran yang merupakan hasil dari tindakan yang bersifat sementara.Pikiran Allah tidak dibatasi oleh keterbatasan  ingatan yang  salah atau ingatan yang bisa salah. Sebagaian orang mengkrakterisasikan pengetahuan Allah sebagai ‘’ intuisi ’’ yang kekal.  Apapun yang dinyatakan Allah kita, dinyatakanNya dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh makluk ciptaan.  Wahyu tidak sampai kepada kita dalam bentuk yang ada dari pikiran Allah. kitab suci sebagai contonya, ditulis dalam bahasa manusia bukan bahasa ilahi. Kitab suci itu diakomodasikan , yaitu sedikit banyak diaplikasikan kedalam suatu ukuran yang sesuai dengan kemampuan kita untuk mengerti. Meskipun suda didalam bentuk yang sudah diakomodasikan, kita tetap tidak bisa mengerti secara tuntas.
Jika dilihat secara keseluruhan maka pikiran- pikiran Allah merupakan hikmat yang sempurna. Pikiran nya tidak kacau melainkan selaras satu sama lain. Ketetapan-Nya menggambarkan rancangan yang bijaksana. Pimikiran Allah saling berkaitan secatra logis, pemikiran Ilahi selaras dengan logika Ilahi. Kita tidak memilki alasan untuk perbendapat bahwa  ketika  berhubungan dengan wahyu, kita tidak akan berjumpa dengan kebenaran yang tidak dapat disistimatiskan oleh logika kita.  Dan kita juga tidak  dapat mengatakan bahwa kebenaran itu tidak berkaitan     kebenaran yang lain secara Koheren. Karena itu dalam wahyu kita dapat menemukan apa yang disebut oleh Van Til dengan kelihatannya seperti kontradiksi. Kesenjangan  yang di jelaskan dalam no 7 dipengaruhi oleh wahyu yang bersifat progesif. Semakin banyak fakta yang kita ketahui , meskipun kita tidak akan pernah mencapai satu titik dimana kita dapat mengetahui fakta- fakta sebanyak yang  di ketahui oleh Allah. Bertapa pun  bayak hal yang dinyatakan Allah tentang diri-Nya sendiri , selalu ada keseimbangan yang besar antara keberadaan dan pengetahuan Allah yang tidak terbatas dengan kapalitas dan kecerdasan makluk yang terbatas, jadi hal -hal yang telah diwahyukan oleh Allah tetap merupakan hal- hal yang berada di luar batas pengertian kita ( bkd, Hak 13:18; Yer 9 : 5; Mzm 139: 6; 147: 5; Yes 9: 6; 55:8, dsb). Menurut ayat- ayat diatas , bukan hal- hal yang diluar wilayah  kemampuan kita. Untuk mengetahuinya,melainkan juga hal- hal yang ada didalam wilayah kemampuan kita dapat membawa kita beribadah kepada-Nya dengan penuh ketakjuban. Pujian dengan penuh kekaguman dalam Rm 11: 33-36 bukan mengekpresikan kekagungan pada apa yang tidak diwahyukan melainkan apa yang telah diwahyukan sebagaimana telah dijelaskan dengan rinci oleh Rasul Paulus. Semakin banyak  kita ketahui maka rasa  takjub kita seharusnya semakin besar oleh Karena  bertambahnya pengetahuan  membawa kita lebih dekat kapada Allah  yang tidak dapat dipahami secara tuntas . Disproporsi yang esensial antara Pencipta dengan ciptaan-Nya.
Kita tidak dapat tuntas menguraikan  perbedaan anatara pemikiran Allah dengan pemikiran kita , jika kita dapat melakukannya maka kita adalah Allah. Kitab suci mengajarkan beberapa kesinambungan berikut antara pikiran Allah dan  pikiran manusia. Penolakan Kita terhadap kebenaran ini akan membawa kita pada skeptisisme. Apabila pengetahuan dalam bentuk apapun dapat diketahui, maka dalam satu pengertian tertentu  pemikiran tertentu , pikiran manusia, dapat sepakat dengan pengertian Allah. Dengan kata lain kita dapat memikirkan pikiran Allah sesuai dengan apa yang dipikirkan Allah. Pikiran Allah dan manusia terkait pada standar kebenaran yang sama.
Van Til berkata iman reformed mengajarkan bahwa titik acuan untuk setiap proposisi sama bagi Allah dan manusia. Pikiran Allah mengacu kepada pemikiran-Nya, sendiri sedangkan pemikiran manusia benar,apabila sesuai dengan pemikiran Allah. Jadi keduanya benar mengacu pada standar  yang sama, yaitu pikiran Allah. Pemilikiran manusia benar sejauh pikiran itu sesuai dengan norma- norma Allah untuk pemikiran manusia. Selain itu ditekankan bahwa pemikiran kita tunduk pada norma pemikiran Allah dan bukan identik dengan pikiran Allah. Allah dan manusia dapat memikirkan hal yang sama, atau menurut para filsuf, memiliki objek yang sama.
Selain Allah itu Mahatahu, demikian pengetahuan manusia dalam pengertian tertentu bersifat universal.
Van Til berkata ‘’ manusia tahu sesuatu tentang segala hal,  Karena kita mengenal Allah maka kita tahu bahwa segala sesuatu dalam alam semesta diciptakan, tunduk kepada kekuasaan-Nya, dan dipengaruhi oleh kehadiran-Nya. Karena Allah mengetahui segala sesuatu maka Ia dapat mengungkapakan pengetahuan tentang apapun kepada kita. Jadi segala sesuatu pada dasarnya dapat diketahui, meskipun pengetahuan yang kita ketahui tidak identik dengan pengetahuan Allah.
Allah mengetahui segala sesuatu melalui pengenalan terhadap diriNya sendiri. Dengan kata lain Dia mengetahui apa yang diketahuiNya, dengan mengenal hakekat dan rencana-Nya sendiri. Jadi dalam pengertian tertentu semua pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui pengetahuan terhadap diri-Nya sendiri. Memang tidak sama dengan pengetahuan Allah yang berasal dari diriNya sendiri, pengetahuan kita tidak  berasal dari dalam diri kita ( sumber dari diluar diri kita terlebih dahulu sebelum berada dalam diri kita). Meskipun  kemudian pengetahuan ini kita dapat melalui pengetahuan  terhadap diri sendiri, dalam hal ini kita mendapatkan pengetahuan yang serupa dengan Allah. Pengetahuan akan Allah didasarkan pada pemikiran-Nya sendiri. Norma itu berasal dari Allah oleh karena otoritas yang tertinggi hanya pada Allah bukan pada kita. Oleh karena itu kita betanggungjawab untuk memilih norma-norma yang benar-benar memiliki otoritas Ilahi.
Pemikiran- pemikiran  Allah merupakan pimikiran sang pencipta. Pemikiran- pemikiran Allah menghasilkan kebenaran yang dipikirkanNya, tetapi pikiran kita tidak. Dalam pengertian tertentu orang berdosa adalah ‘’ pencipta sekunder’’ yang memili untuk hidup dalam  dunia impian yang telah diciptakannya. Orang percaya juga pencipta sekunder yang mengadopsi dunia Allah sebagai  dunianya sendiri. Menjadikan manusia sebagai pencipta atau menjadi orang yang dapat mengapsahkan sesuatu dalam pengertian apapun tampaknya dapat menghalangi kualitas dan otoritas Allah yang tertinggi. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan bukan hanya memiki ototitas dan kontrol . Dia juga hadir berdasarkan konvenan-Nya.
    
(iii) Wilayah probema
Ada beberapa wilayah problema. Kita akan melihat bahwa pikiran Allah tidak identik dengan pikiran  kita, dalam hal tertentu dan sama dengan pikiran kita dalam pengertian tertentu. Beberapa wilayah probema yang ada yaitu : Apakah kita memiliki ide yang memadai ‘’ tentang Allah?  Meskipun Allah tidak dapat dimengerti setidaknya kita memiliki pengetahuan yang memadai tentang Dia. Dalam teologi Klastik kata adequario secara umum memiliki arti yang jauh lebih mendalam dari kata adequate   ( memadai) arti kata mendekati comprehension ( pemahaman).
Apakah kita mengetahui esensi Allah? dalam berteologi menyangkal bahwa kita mengetahuinya suda merupakan hal yang umum.
Bavinck mengatakan Calvin beranggapan bahwa berusaha ‘ menyeliki esensi Allah adalah spekulasi yang sia-sia. Kita cukup mengenal sifatNya dan mengetahui apa yang sesuai esensi-Nya. Secara umum esensial adalah kualitas yang mendefinisikan sesuatu dan membuatnya sebagaimana adanya. Dalam berteologi kita mendefenisikan pembenaran sebagai impulasi( istilah teologia yang berarti karena kebenaran Kristus yang diaplikasikan kepada manusia, maka kita dibenarkan oleh Allah ) kebenaran Kristus kepada manusia  dan pengampunan dosa.
 Empat kreteria untuk kualitas yang esensial yaitu :
1.      Kualitas yang esensial adalah kualitas yang dalam pengertian tertentu nyata dan bukan hanya tampak nyata bahkan mungkin kualitas yang paling nyata tentang sesuatu.
2.      Kualitas yang esensial adalah kualitas yang perlu untuk keberadaan sesuatu, dimana sesuatu itu tidak dapat menjadi sebagaimana adanya tanpa kualitas tersebut.
3.      Kualitas yang esensial tanpak jelas pada benda yang didefinisikan.
4.      Kualitas yang esensial harus memilki makna terhadap pemahaman kita kepada hal yang didefinisikan.
Baik keyakinan manusia maupun keyakinan Allah mungkin secara bersamaan benar. Keyakinan yang benar berarti keinginan yang tidak menyesatkan. Keyakinan Allah tidak menyesatkan Dia, dan keyakinan manusia yang benar tidak menyesatkan manusia. Sebuah proposisi yang benar bagi manusia memainkan peranan yang serupa dalam kehidupan manusia dengan peranan yang dimaikan oleh preposisi yang benar bagi Allah dalam kehidupanNya. Jika tidak ada kebenaran atau jika kebenaran menusia itu benar- benar berbeda, dan tidak aknologis dengan kebenaran Allah. maka tidak mungkin ada pengetahuan.
 Apakah kita mengenal Allah pada diriNya sendiri, atau kita mengenalnya hanya dengan hubungan antara Allah denagn kita? Para teolog  sering dengan keras menyakal bahwa kita  mengenal Allah pada dirinya sendiri. 
Dalam pengertian tertentu semua sifat Allah sama pentingnya.  Karena semuanya memiliki titik akhir yang sama dengan menggambarkan keseluran keberadaan Allah sebagai perspektis yang berbeda . Dalam pengertian lain sulit untuk menentukan apa yang paling penting bagi pemahaman kita akan Allah, pengertian subjektif yang menimbulkan pertanyaan mengenai seluruh gagasan hakekat yang muncul saat ini,barangkali apa yang penting erat kaitannya dengan kebutuhan subjektif kita seperti kaitannya dengan realitas yang objektif, hakekat dianggap sebagai paradikma objektifitas.
Apa yang kita ketahui tentang esensi Allah? kita memang mengetahui beberapa sifat atau kulitas Allah: Allah adalah Roh yang tidak terbatas, kekal dan tak berubah dalam kebreradaan, hikmat dan sebagainya.sifat- sifat ini nyata.
a.       Meskipun ada perbedaan antara pemilkiran Allah dengan pemikiran kita, kita tidak berani memperbesarkan perbedaan sehingga menghilangkan realitas Allah.Ketika kita bicara tentang Allah itu kekal sebenarnya kita berbicara mengenai Allah yang sesungguhnya, bukan hanya apa yang hanya nampak kepada kita.  Kita bicara tentang Allah berdasarkan pandangan manusia, tetapi dengan cara yang benar.Allah jelas telah memberikan kemungkinan kepada kita untuk bicara benar tentang diriNya.
b.      bukanlah Allah jika Dia tidak kekal. Kekekalan merupakan kekusussan Allah.
c.        Dalam pengertian yang pokok Allah sendiri bersifat kekal.kekekalan juga penting bagi pemahaman kita akan Allah.
d.      Meskipun melakukan penilaan tentang apa sifat Allahyang paling penting merupakan hal yang berbahaya.

Dalam pengertian lain kita memiliki kehidupan yang oleh kitab suci itu kekal tetapi hal ini berbeda dengan kekekalan pencipta yang khusus. Semua pengetahuan akan Allah bersifat Praktis karena kebutuhan itu memenuhi kebutuhan manusia. Pengetahuan akan Allah dalam kitab suci memiliki cirri ini.Dengan demikian tidak ada pengetahuan akan Allah pada diriNya sendiri. Dalam pengertian yang tidak logis.
Calvin sering mengarahkan seluruh pemikiran kita untuk tunduk kepada Allah dan wahyu. Jika sebuah istilah memiliki banyak kemungkinan arti, misalnya’ Allah pada diriNya sendiri. Maka kita harus dengan teliti membedakan artinya untuk menentukan dalam pengertian apa yang kita dapat. Menerimanya dalam pengertian apa kita tidak dapat menerimanya.   
Pengetahuan akan Allah secara mendalam dan utuh atau tuntas. Pengetahuan akan esensi Allah. Pengetahuan akan fakta- fakta tentang Allah, hal ini berati bahwa   kita dapat mengenal Allah pada diriNya, faktanya karena kitab suci mengatakannya.
Pengetahuan akan Allah sebagaimana Dia adanya. Sebahagian orang berpendapat bahwa karena pengetahuan kita akan Allah terjadi melalui wahyu dan kemudian pancaindra, akal dan imajinasi kita, maka pengetahuan itu  tidak mungkin  adalah pengetahuan akan Allah sebagaimana Dia adanya tetapi sebagaimana tampaknya Dia. Jika sebuah istilah memliki banyak kemungkinan arti, misalnya Allah pada diri-Nya sendiri. Maka kita harus dengan teliti membedahkan artinya untuk menentukan dalam pengertian ,apa kita dapat menerimanya.
 Apakah bahasa manusia memilki arti yang sama bagi Allah dan manusia?
Salah satu dari kesimpulan tersebut adalah bahwa mempelajari arti yang perlu dilakukan secara bertahap, semakin lama semakin baik.
Tentu saja Allah tidak secara khusus menyatakan tentang arti kata kepada kita, tetapi dia mengharapkan kita menggunakan bahasa dengan benar yaitu tulus jelas dan penuh kasih dengan cara mempelajari bahasa tersebut dalam konteks ciptaanNya .
Pengetahuan Allah termasuk tentang bahasa manusia secara fundamental berbeda dengan pengetahuan kita. Apakah ini berati kitab suci tidak jelas atau bahkan tidak dapat dimengerti dimengerti oleh manusia? Jika hal in benar maka itu berati kita mengatakan bahawa Allah telah gagal dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan kita. Pernyataan itu tidak benar kitab suci cukup jelas bagi kita, serhinga kita tidak memilki  alasan untuk tidak mentaatinya. Kita cukup mengenal bahasa kitab suci untuk dapat menggunakan kitab suci itu seperti yang dikehendaki Allah. Tetapi karena bahasa manusia sangat kaya  dan Karena pengetahuan Allah tentang bahasa itu menyeluruh dan tuntas,mka kitab suci akan selalu mengandung arti yang didalamnya melampaui pemahaman kita. Apakah semua bahasa tentang Allah bersifat kiasan dan bukan harifiah ? Kitab suci menggunakan bahasa kiasan untuk menggambarkan Allah, misalnya: tangan Allah ,mata Allah dan sebagainya.  Beberapa orang beranggapan bahwa semua bahasa manusia tentang Alllah bersifat kiasan. Mereka mengatakan bahwa bahasa manusia adalah bahasa bumi yang pada pokoknya menunjukan realitas yang terbatas dan sementara. Jika digunakan pada Allah maka bahasa ini harus digunakan secara berbeda dari penggunaannya yang normal yaitu secara kiasan atau arnologis.
Beberapa masalah dasar yang perlu dipertimbangkan :
a.       Tingkat pemahaman yang berbeda, bukan arti yang berbeda. Kebenaran Allah secara secara Siknifikasi berbeda dengan kebenaran manusia. Namun arti sebuah istilah tidak sama dengan tingkat  pemahamannya.
b.      Perbedaan menghasilkan ketidaktetapan. Ada ketidaktetapan dalam perbedaan antara Pengunaan harafiah dan kiasan. Pengguanan harafiah dari sebuah istilah merupakan Pengunaan standar atau utama,namun perbedaan penggunaan stadar dan nonstandar secara  tegas tidak selalu mungkin dilakukan.
c.        Bahasa manusia mengacu pada realitas yang terbatas karena dasar pemikiran ini berasal apa yang
      Kita sebut pandangan transendensi non Kristen yaitu Allah secara tidak jelas menyatakan diriNya dalam ciptaan. Sedangkan menurut pandangan Kristen Kita harus menyatakan bahwa Allah menciptakan bahasa manusia demi tujuanNya, yang terutama adalah menghubungkan kita dengan diri-Nya sendiri. Bahasa rohani merupakan bahasa yang wajar dari wacana manusia  karena Allah sungguh- sungguh terlibat dalam kehidupan manusia dan benda- benda lain.
d.      Beberapa bahasa Allah jelas dan harafiah.
           Kasih Allah melampaui pemahaman  bahasa kita tetapi jelas tidak lebih  kecil. Mengatakan bahwa kasih itu dapat diterapkan pada Allah hanya dalam pengertian figurative berati  mengurangi isi dan tidak menambahkan apapun.
e.       Pendapat Van Til tentang ‘ anologi’ Van Til mengajarkan bahwa Allah itu tidak anologis,  kata Van Til analogis berati mencerminkan pikiran Allah yang mula-mula.Van Til tidak perna member komentar terhadap,pertanyaan apakah bahasa tentang Allah dapat bersifat harafiah  atau tidak.
f.        Jangan kompromi dal hal Allah dapat dikenali. Kita harus selalu berhati-hati dalam membedakan pikiran Allah dan pikiran kita secara tegas, jangan sampai dalam melakukan hal ini kita berkompromi dalam hal Allah dapat dikenali.
Jhon Murray mengatakan kita mengenal Allah melalui anologi, tetapi apa yang kita kenal bukan semata-mata anologi melainkan Allah yang sesungguhNya.
Dalam pikiran tertentu semua pikiran manusia mencerminkan Allah,hanya pikiran yang taat dan percaya mencerminkan Allah.Perbedaan ini selaras dengan perbedaan tradisional yang dilakukan oleh reformed  an tara pikiran yang lebih luas dan lebih sempit tentang gambar Allah. Pikiran yang tidak percaya tidak menggambarkan kebenatran dan kebaikan Allah (kecauali secatra ironis )tatapi pikiran ini memang mencerminkan Allah dalam kepandaianNya.
Apakah isi pikiran Allah selalu berbeda dengan manusia?
Pengikut Van Tin mempertahankan bahwa ketika manusia berpikir tentang sekuntum bunga mawar tertentu sebagai contohnya ‘’isi’’ pikiran nya sangat berbeda dengan isi pikiran Allah. dalam memilkirkan bunga mawar yang sama adalah salah asumsi bahwa isi pikiran memilki arti yang sangat jelas dan kemudian dapat diterapkan dari satu bagian kebahagian yang lainnya.
Dalam pengetian tertentu penulis perbendapat bahwa Van Til benar, dalam pengertian yang lain. Clarklah yang benar (a). Isi pikirannya dapat menunjukkan gambar mental.  Jika Isi dalam kontroversi tersebut berarti ‘’ gambaran mental’ maka semua argumentasi bersifat spekulatif dan bodoh. Kita memilki dasar untuk beranggapan bahwa Allah berpikir sebagai gambaran mental kita meskipun kita dapat berpikir tanpa  menggunakan gambaran mental.Dan meskipun Allah menggunakan ini tidak ada dasar untuk beranggapan bahwa ganbaran- gambaran Allah itu sama atau pun tidak sama dengan gambaran kita. (b). Isi dapat menunjukan isi pada objek- objek dari pikiran.Apabila kita mengatakan bahwa Alah dan manusia memiliki ‘’ isi ‘’  pikiran yang sama berati Allah dan manusia memikirkan khal yang sama.jika memang ini arti dari isi pemikiran maka jelas Allah dan manusia memiliki isi pikiran yang sama. (c).Isi pikiran dapat menunjukkan pada kepercayaan atau penilaan terhadap kebenaran. Tentu saja Allah dan manusia memiliki isi pikiran yang sama dalam pengertian tersebut. Kitab cuci mendesa kita agar sependapat dengan penilaian Allah. Konsep Van Til mengenai penelaran Anologis  tidak dapat dipahami apabila Allah dan manusia tidak memilki kesamaan dalam isi pikiran ini. (d). Isi juga dapat menunjukan arti  yang berkaitan dengan kata- kata yang ada dalam, pikiran ini.  (e).Isi mungkin mngacu kepada ketuhan dan kelangkapan pemahaman sesorang. Selalu ada perbedaan antara Allah dan manusia konsep Allah mengenai segala sesuatu lebih kaya dan lebih lengkap dibandingkan dengan konsep manusia. ( f).Akhirnya isi dapat menunjukan pada semua atribut pimikiran yang sedang dipertimbangkan . Karena pikiran Allah sepenuhnya bersifat Ilahi tidak satupun pikiran kita bersifat Ilahi, ada perbebaan dalam isi pemikiran Allah dan pemikiran kita.
Apa ada perbedaan kualitataif antara pikiran Allah dan pikiran kita? 
Perbedan kualitatif merupakan pendapat dari kelompok Van Til, yang dikemukakan untuk melawan kelompok Clark.Di satu pihak Clak berpendapat bahwa hanya ada perbedaabn kuantitatif  antara pikiran Allah dan pikirann kita. Allah mengetahui lebih banyak fakta dibanding kita. Di lain pihak Van Til merasa yakin bahwa perbedaan tersebut bersifat Kualitatif. Apakah perbedaan kualitatif itu? Didefinisikan sebagai perbedaan dalam kualitas.
Gagasan ini  tam,paknya memenuhi artikel- artikel Halsey Ia terus menurus mengatakan karena saya tidak berbicara tentang kualitatifmaka pasti menganggap perbedaan yang ada  sebagai perpedaan kualitatif. Pandangannya sama seklai salah.
(2). Pengetahuan sebagai Hubungan Konvenan
Yang terpenting adalah kita harus mengetahui bahwa pengetahuan manusia akan Allah berkrakter konvenan. Seperti juga semua aktivitas manusia lainnya. Mengenal adalah tindakan hambah konvenan Allah. Hal ini berarti dalam mengenal Allah seperti dalam setiap aspek kehidupan manusia lainnya kita tunduk pada control dan otoritas Allah dan berhadapan dengan kehadirannya.
Pengetahuan hambah  adalah pengetahuan akan Allah sebagai Tuhan dan pengetahuan yang tunduk kepada Allah sebagai Tuhan.
(a). pengetahuan akan Allah sebagai Tuhan
Mengenal Allah berati mengenal Dia Tuhan, mengenal namaNya yaitu Yahweh ( kel 14:18; 33:11; 34:9; 1 Raj-Raj 8:43; 1 Taw 28: 6-9; Mz 83: 18; 91: 14; Ams 9: 10; Yes 43: 3; 52: 6, yer 9: 23; 16: 21; 33:2; Am 5: 8). Mengenai Allah sebagai Tuhan  mencakup pengetahuan akan kontrolNya. Pengetahuan akan Allah melalui j\karya -Nya mencakup otoritas-Nya, mengakui bahwa Dialah otoritas tertinggi dan mengetahui apa yang diperintahkanNya untuk kita lakukan. Mengenai otoritas Allah juga berate mengetahui bahwa Allah hadir sebagai pribadi yang mempersatukan kita dalam hubungan konvenan.
(b). Pengetahuan dan tunduk kepada Allah sebagai Tuhan
Pengetahuan bersifat konvenan adalah lebih dari sekedar mengatakan ini adalah tentang konvenan. Mengenal Tuhan tidaklah semata-mata berarti mengetahui ketuhanan Allah meskipun memang memilkirkan pengertian itu. Pengetahuan itu sendiri merupakan suatu proses yang tunduk kepada otoritasNya dan kterbuka terhadap kehadiran-Nya.
(i). Pengetahuan dibawah kontrol Allah , pertama pengetahuan kita akan selalu didasarkan pada wahyu.
Jika pengenalan merupakan akibat dari anugherah penebuasan bagaimana mungkin orang- orang yang mengalami kelahiran kembali dapat dikatakan mengenal Allah.? jawabanya ada 2 macam ‘’pengetahuan akan Allah yaitu pengnalan berdasarkan Iman dan pengenalan dalam ketidak percayaan.
(ii).Tunduk pada otoritas Allah .
Dalam kitab suci , pemgetahuan berkait erat dengan kebenaran dan kekudusan  (bkd. Efs 4a; 24;
kol 3: 10 ) , keduanya selaras ( 1 kor 8 : 1-3 ; 1 Yoh 4: 7). Pengetahuan akan Allah pengetahuan yang taat.  5 hal penting antara pengetahuan dan ketaatan.  Yaitu :
Pengetahuan akan Allah menghasilkan ketaatan ( 1 yoh 17: 26; 2 Pet 1;3, 5, 2: 18-20). Semakin mengenalNya, semakin menaatiNya. Kedekatan Allah dengan Transpformasi kita. Gambaran alkitab tentang kemuliaan Alah yang ditranverkan kepada umat-Nya, Roh Nya yang turun atas mereka dan mereka menjadi serupa denagn indikasi gambarNya.
Ketaatan pada Allah membawa pengetahuan akan Dia ( Yoh 7: 17; Ef 3: 17-19; 2 Tim 2: 25;  I Yoh 3: 16 bdk Mz 111: 10; Amsl 1: 7; 15 : 33: 6). Ini merupakan kebalikan dari pengetahuan di Atas ada hubungan sirkular, antara pengetahuan dan ketaatan dalam kitab suci.tak satupun dari keduanya terjadi lebih dahulu dari yang lain baik secata temporal maupun secara kausal.
 Takut akan Allah merupakan sikap hormat dan takjub yang mendalam dan secara pasti menimbulkan hasrat untuk melakukan kehendak Allah.
Ketaatan adalah pengetahuan dan pengetahuan adalah ketaatan.
Kadang- kadang istilah pengetahuan juga munsul pada daftar umum kategori yang jelas bersifat etis ( hos 4:1) dengan demikian dinyatakan bentuk ketaatan. ( Yer 31:31; yoh 8: 55)perhatikan konteks kususnya ayat 19,32,41; 1 kor 2:6; bdk 13-15) dewasa dalam hal ini merupakan kualitas etis- relegius ( Ef 4: 13 : Fil 3: 8-11; 2 Tes 1: 8; 2 Pet 1: 5; 2: 20).Tanpa ketaatan tidaka ada pengetahuan demikian juga sebaliknya. Pengetahuan menggambarkan persahabatan antara diri kita dengan Allah dan ketaatan menggambarkan aktivitas kita dalam hubungan tersebut
Pengenalan berasal dari anugerah Allah dan menimbulkan lebih bayak anugerah ( kel 33: 13)yang membawa pada pengenalan lebih mendalam.tetapi dalam hal terjadi permulaan yng sepihak  anugerah terjadi lebih dahulu dari pengenalan dan bukan sebaliknya.
F Gerald dawning menyamakan penngenalan dengan ketaatan sedemikian rupa sehingga Ia sesunggunya menyangkal   penyangkalan akan Allah yang suda dinyatakan dalam pengertian konseptual dari pengenalan tersebut.
Ketaatan merupakan kreteria pengetahuan. Untuk dapat mengenal Allah tidak hanya memberikan ujian tulis kepadanya, tetapi menyeliki kehidupannya. Ateisme merupakan pandangan yang bukan hanya bersifat  praktis. Penyangkalan terhadap Allah dapat dilihat dalam kehidupan sesorang  yang telah cemas oleh dosa( Mz 10:1; 14: 1-7; 53). Alasan utama dari dari hal ini adalah Allah adalah Allah yang nyata, hidup, dan benar,Dia bukan Allah yang abstak sehingga bukan hanya berteori tentang Allah, tetapi Allah terlibat secara mendalam dalam kehidupan kita. Kata Aku dinyatakan oleh Yahwe yang menunjukan kehadiranNya.
Francis Scheffer mengatakan Dia adalah Allah yang selalu siap menolong. Keterlibatan kita denganNya adalah keterlibatan Praktis kita hanya melewati aktivitas teoris melaikan seluru kehidupan kita. 
Pengetahuan itu sendiri  harus didapatkan melalui ketaatan. Ketika kita dengan taat berusaha  untuk mengenal Allah kita mengetahui hal yang mendasar yaitu : pengetahuan Kristen adalah pengetahuan diatas otoritas tertentu.
Bagi orang Kristen alkitab harus menjadi presuposisi yang tertinggi. Doktrin preposisi ini hanya mengaskan ketuhanan Kristus atas pikiran manusia.Pernyataan apapun yang mengimapang dari ini tidaka akan dapat diterima olehNya.
(iii). Pengetahuan yang diperhadapakan pada kehadiran Allah.
Seorang beriman harus mengetahui fakta -fakta tertentu tentang Allah, misalnya siapa Allah dan apa yang telah dilakukan-Nya.

C. PENGETAHUAN ORANG TIDAK PERCAYA.
Jika pengetahuan akan kitab suci tidaka hanya mencakup pengetahuan faktual tetapi juga merupakan: (1). Anugerah penebusan Allah, (2). Ketaatan kepda konvenan Allah, dan (3). Keterlibatan Allah yang penuh kasih dan bersifat pribadi, bagaimana mungkin yang tidak percaya mengenal Allah? menurut kitab suci orang tidak percaya memang mengenal Allah.( Rm 1:12) tetapi bagaimana mungkin hal ini akan teerjadi? Kitab suci juga mengatakan  kepada kita bahwa orang tidak percaya tidak mengenal Allah. Dengan demikian jelas bahwa dalam pengertian tertentu mereka mengenal Allah dan dalam pengertian lain mereka tidak mengenal Allah.
Persamaan : pengetahauan orang yang tidak percaya sama dengan orang percaya.Bedasarkan penelitian bagian akhir dari dari besar kita dapat mengatakan bahwa (1). Allah dapat dikenal, tetapi tidak dapat dipahami secara tuntas baik orang percaya maupu orang tidak percaya. (2).dalam kedua hal ini pengetahuan ini dapat digambarkan sebagai pengetahuan konvenan , baik orang percaya dan orang tidak percaya tahu tentang control, otoritas, dan kehadiran Allah. orang tidak percaya dan orang percaya sama- sama memilki pengetahuan terhadap Allah sebagai Tuhan.Dan kedua bentuk pengetahuan ini tunduk pada control, otoritas, dan kehadiran Allah. Baik tidak percaya maupun percaya mengenal Allah semata- mata berdasarkan inisiatif Allah meskipun Ia menolak untuk taat kepada otoritas tersebut. Pengetahuan bukan semata-mata pengetahuan akan  Allah sendiri (Rm 12:1).Ini merupakan konfondansi tentang Allah, meskipun ia mengalami murka Allah ( Rm 1: 18), dan bukan berkat penebusanNya (bkd. Kel 14:4), dimana pengetahuan orang mesir akan  Allah terjadi ditengah- tengah pengalaman hukuman.

Tentu saja orang tak percaya juga mengalami ‘’ anugerah Allah yang bersifat umum  ( mat 5: 45; kis 14: 17) yaitu kebaikan Allah yang tidak dimasudkan untuk penebusan, tetapi digunakanNya untuk membawa manusia dengan penuh kasih penuju pertobatan dan iman.

Perbedaan: Pengetahuan orang yang tidak percaya menunjukkan : (1). Tidak adanya anugerah keselamatan, (2). Ketidaktaatan, (3). Tidak adanya berkat penebusan. Bagaimana perbedaan  ini mempengaruhi kesadaran orang tidak percaya dan ekspresi dari kesadaran tersebut pada waktu ia hidup, membuat keputusab, berargumentasi, berfilsafat, terteologi ?
Wahyu tidak menimbulkan pengaruh apapun pada orang tidak percaya.
Kita mungkin akan mengatakan bahwa pengetahuan orang tidak percaya yaitu semata-mata terwujud dalam fakta bahwa ia dikelilingi oleh wahyu Allah, walaupun wahtu itu tidak menimbulkan pengaruh sama sekali pada kesadarannya. Dalam pengertian tertentu Allah menyatakan diriNya kepada setiap orang. Wahyu Allah secara mutlak tidak berpengaru pada pemikirannya. Pandangan ini tidak cukup dengan alasan berikut : (1). Allah mengatakan diri-Nya kepada manusia yang berdosa tetapi tentu  kita tidak dapat mengatakan bahwa orang berdosa mengetahui pikiran akan  Allah. Tetapi kitab suci mengatakan bahwa orang tidak percaya mengenal Allah. (2). Kitab suci mengatakan bahwa orang tidak percaya, bahkan iblis terus- menerus berinteraksi dengan wahyu Allah. Allah bukan hanya dinyatakan kepada mereka tetapi tampak jelas (Rm 1: 20), mereka mengenal Allah(Rm 1:21) dan mereka mereka menggantikan kebenaran Allah  dengan dusta( Rm 1: 23,25). Bagimana mungkin seorang dapat menggantikan sesuatu yang tidak pernah masuk pikirannya? Menurut kitab suci orang tidak percaya juga mengatakan hal yang benar tentang Allah. 
.Dalam Rm 1: 28 mengemukan hal berikut ini: orang tak percaaya tidak ingin menerima Allah dalam pikirannya, karena itu dalam pikirannya tidak ada Allah.Tetapi kata epignosei dalam bahasa yunani bukan semata-mata berate pikiran dan bagaimanpun penolakan yang digambarkan dalam ayat ini merupakan tindakan sengaja yang mengasumsikan adanya pengenalan akan akan Allah, orang tak percaya itu menolak sesuatu yang dikenalnya.

ALLAH DAN DUNIA.  

Hukuman Konvenan  : Tidak ada perbedaan penting antara mengetahui otoritas Allah dengan mengetahui hukum Allah.Dalam pengertian yang penting, sesungguhnya firman Allah (demikian juga hukum Allah, sebuah bentuk dari firman) besifat Ilahi. Firman Allah bersifat Ilahi. ( kej 18:14; Mz 19 : 7, dsb ), berfungsi sebagai objek ibadah, ( Mz 9: 2; 34:3; 56: 410, 68: 4; 119: 120, dsb). Dan disebut sebagai Allah ( Yoh 1: 1; Rm 10 : 6-8, bkd Ul. 30: 11 dsb).
Kita tidak mungkin mengenal Allah tanpa Firman- Nya, dan Kita mungkin mengenal firman Tuhan tanpa mengenal Allah.
Pengetahuan tentang otoritas, kontrol dan kehadiran Allah mencakup pengetahuan tentang hukum, dunia dan diri kita sendiri. Ketiga unsur  ini patut dianalisa.
Mengetahui Allah berarti mengetahui hukumNya.Allah sendiri selalu merupakan hukum bagi semua keberadaan kecuali diriNya. Menjadi Tuhan berati menjadi pemberi dan pelaksana tertinggi dari semua hukum.Karena itulah kitab suci menyebutkan natur Allah sebagai Firman, sebagai nama dan sebagai terang. Menaati hukum berati menaati Allah sendiri. Hukum Alah bersifat Ilahi, baik dalam otoritas, kuasa, kekekalan, dan kefinalannya. Kita tidak mungkin mengenal Allah, tanapa  mengenalNya sebagai hukum. Hukum Allah merupakan hukum penciptaanNya. Dan hukum tersebut dinyatakan kepada kita melalui beberapa media ciptaan, yaitu alam sejarah, hati nurani, penampakan Allah, nubuat, kitab suci. Hukum dalam bentuk - bentuk ini tidaklah kurang bersifat Ilahi dalam identitas esensialnya dengan Allah.  Mengetahui tentang Allah mencakup mengetahui hukum- hukumNya dan menaatiNya. Mengetahui tentang Allah ( dalam pengertian yang sepenuhnya)berati mengenal Allah dalam ketaatan , mengenalNya sebagaimana Dia ingin di kenal. Dan ada hukum- hukum Ilahi yang mengatur pengetahuan  itu.                                                                                                                                Dengan demikian Epistemologi memberi tahu kita apa yang harus kita percayai, bagaimana seharusnya kita berpikir, dasar- dasar kebenaran apa yang kita terima. Keharusan- keharusan ini merupahkan keharusan yang bersifat etis.
Dunia dan Studi Kita :
Mengenal Allah berarti mengenal duniaNya karena beberapa alasan berikut
Sebagaimana mengenal otoritas Allah mencakup pengetahuan akan hukumNya, demikian juga mengenal Kontrol Allah mencakup pengetahuan akan karya- karya Nya yang besar yaitu karya penciptaan, pemeliharaan, dan penebusanNya. Dunia merupakan Karya Allah yang besar, dan seluruh jalannya alam dan sejarah juga termasuk dalam karya ini.
Kita mengenai Allah melalui dunia, Seluruh peristiwa, Nabi, Kitab Suci, atau melalui mata atau telinga manusia. Kita tidak akan mengetahui apapun tanpa Allah tanpa sekaligus mengetahui sesuatu tentang dunia. Allah ingin umatNya menerapkan FirmanNya, pada situasi mereka sendiri, dan secara tak langsung  hal ini menyatakan bahwa, Dia ingin mereka memahami situasi mereka sendiri. Kita mendapat Firman Allah dan mempelajari dunia ini,jadi untuk mengenal Allah dalam ketaatan, kita juga harus mengetahui sesuatu tentang dunia ini. Kita tidak mungkin mengenal dunia tanpa mengenal Alah. Meskipun Allah bukan bagian dari penciptaan, dalam pengertian tertentu Dia merupakan bagian dari dunia. Allah merupakan fakta yang paling pokok dari pengalamn kita. Allah hadir dan dekat dengan dunia yang telah diciptakanNya.
Diri Kita Sendiri 
Calvin menyatakan bahwa pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri sendiri saling berkaitan.  Kita mengharapkan Calvin sebagai penganut Calvinisme yang baik )akan menambahkan kedua pengetahuan tentang Allah terjadi lebih dulu, tetapi yang luar biasa adalah Calvin menyatakan bahwa Ia tidak tahu mana yang terjadi lebih dulu Cara terbaik untuk memandang masalah ini adalah bahwa pengetahuan akan Allah maupun diri sendiri tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan akan yang lainnya, dan pertumbuhan pada satu pihak akan selalu di ikuti oleh pertumbuhan pada pihak lain. Kita dapat mengenal diri kita dengan benar sebelum kita dapat melihat diri kita sebagai gambar Allah yaitu manusia yang jatuh tetapi diselamatkan oleh kasih karunia. Kita tidak mungkin mengenal Allah dengan benar sebelum kita berusaha untuk mengenal Allah dengan menempatkan diri kita sebagai makluk atau hambah. Kedua pengehauan ini terjadi dan bertumbuh secara bersamaan.

HUBUNGAN ANTARA OBJEK- OBJEK PENGETAHUAN. 
Pengtahuan akan Allah melibatkan , pengetahuan akan hukumNya, dunia, dan diri kita sendiri. Ketiga bentuk pengetahuan diatas saling mencakup karena adanya kaitan antara ketiganya dengan rencana Allah. 
(1). Hukum Dan Dunia
a. Hukum dibutuhkan untuk memahami Dunia.
Semua pengetahuan Kita tunduk pada hukum , dengan demikian seluruh pengetahuan akan dunia
 ( benda- benda ‘ fakta) tunduk kapada norma- norma firman Allah. Hukum itu sendiri merupakan suatu fakta mengatur penafsiran kita , tentang fakta- fakta lain,( bagian dari pengalaman harus diperhatikan dengan teliti). Hipotesa atau penafsiran yang didasarkan pada ketelitihan analisa dan ternyata ditemukan bertentangan dengan kitab suci, tetapi tidak diterima dalam pemikiran Kristen. Dengan menolak hukum, orang tidak percaya telah menafsirkan fakta- fakta secara salah.
Dunia dibutuhkan untuk memahami Hukum.
Allah menyatakan kukum- hukumnya melalui dunia dan pernyataan alam, seperti yang dikatakan dalam Rm 1:32. Hukum dinyatakan melalui alam tidak melanggar  hukum kitab suci; kitab suci cukup untuk menyatakan kehendaka Allah ( 2 Thim 3: 17). Tetapi melalui media berbabagai media yang berbeda orang tidak memilki kitab  suci juga bisa mengenal hukum- hukum Ilahi yang pada dasarnya sama dengan terdapat dalam kitab suci. Tetapi dunia membantu kita untuk memahami hukum dan pengertian yang lain .
Allah menyatakan hukumNya untuk dimanfaatkan dan diterapkan pada berbagai situasi dalam kehidupan manusia, untuk dapat menggunakan hukum tersebut kita memerlukan pengetahuan akan dunia. Jadi mengenal dunia menyakut pengetahuan akan hukum- hukumnya. Hukum Allah merupakan fakta dan faktanya adalah hukum.Mengenal hukum sama artinya dengan mengetahui fakta. Kedua proses ini dipandang dari prefektif yang berbeda. Jika kitab suci diterapkan pada dunia dan dunia pahami berdasarkan terang Kitab Suci, maka tidak aka nada konflik dan hukum, keduanya akan menjadi satu.
Orang Nonkristen kehilangan fakta- fakta dan hukum
Apa yang benar bagi Kristen , tidak benar bagi  orang nonkristen. Karena kurang percaya pada alkitab, , para filsuf nonkristen terus menerus merusaha mendapatkan dasar lain untuk suatu kepastian seringkali melalui fakta dan hukum. Van Til mengatakan banyak ahli khususnya dari tradisi empiris telah berusaha menentukan dalam fakta semacam sebuah dasar dimana diatasnya dibentuk semua bentuk pengetahuan .
(2). Dunia dan diri sendiri
a. Pengetahuan Diri dan pengetahuan tentang dunia saling berkolerasi.
Manusia adalah makluk ciptaan Allah  karena itu merupakan bagian dari dunia. Kita termasuk fakta-fakta  yang harus kita pelajari. Dan sebagian dari sistim fakta yang diciptakan itu ,kita mengenal diri kita sendiri ketika kita berinteraksi dengan pribadi yang lain dan benda- benda, khususnya dengan Allah dan firman-Nya, dan juga dengan makluk ciptaan lain. Adanya pikiran murni tentang diri sendiri tanpa hal yang lain. Pikiran murni tentang diri sendiri, pikiran yang hanya berisi tentang diri sendiri tanpa hal lain.Semua pengetahuan merupakan pengetahuan tentang diri, tentu saja tidak seperti Allah pengetahuan kita tidak penjadi tolak ukur bagi dirinya sendiri secara mutlak, pengetahuan kita dibuktikan atau dibenarkan oleh pengetahuan Allah yang sudah ada sebelumnya, pengetahuan Allah akan dirinya sendiri itu lengkap dengan sendirinya.Allah mengetahui segala hal dan rencana- rencanaNya sendiri. Mereka bukan Allah karena itu tidak mungkin ada secara mandiri , pasti ada eksistensi lain selain dirinya. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bukan hanya objek yaitu sebuah benda diantara banyak benda lain.Diri dan dunia itu berbeda, mengetahui diri dan mengetahui dunia pada akhirnya identik.
b. Fakta dan Penafsiran- penafsiran Tidak Terpisahkan
Perbedaan antara Fakta dan penafsiran harus dipikirkan kembali berdasarkan tetang kitab suci.
Dalam filsafat kata fakta itu sendiri sering dianggap senagai semacam realitas tang sama sekali tidak dapat ditafsirkansecara Ilahi maupun manusiawi dan semua usaha untuk menafsirkan secara Ilahi ataupun manusiawi dan semua usaha untuk menafsirkan akan diuji realitas tersebut.  Dasar kekeristenan dan seluruh pemikiran adalah wahyu Allah. ‘’ Fakta’’ adalah fakta dari wahyu tersebut, ditafsirkan oleh Allah, tak ada fakta yang terlepas dari penafsiran ini.
(3). Hukum Dan Diri : Diri ( manusia) bukanlah hukum, demikian pula hukum bukanlah diri, tetapi mengetahui tentang diri sendiri  dan mengetahui hukum pada dasarnya merupakan proses yang sama, Karena kita tidak mungkin mengetahui  yang satu tanpa mengetahuan yang lain. Diri dan hukum ditemukan pada saat  bersamaan karena masing- masing penting untuk memahami yang lainnya. Hukum Allah tertulis dalam diri kita karena kita adalah  gambar Allah. Dengan demikian Kita semakin lama semakin menjadi sumber dari wahyu Allah baik bagi diri kita maupun untuk orang lain.
Perspektif : Etika Nonkristen cendrung memutarbalikan atau menghilanghkan salah satu faktor, karena etika tersebut berusaha mendapat acuan mutlak diluar wahyu Allah karena etika tersebut tidak memiki sumber- sumber untuk menuntukan bagaiamana semua faktor ini dapat bekerjasama. Sebaliknya etiak Kristen harus menyemukan hukum, situasi, dan subjek etis dalam kesatuan organik. Ketiga unsur ini merupakan ‘’ persektif’’ satu terhadapat yang lain, dan secara menyeluruh.
Perspektif normatif : mempelajari kitab suci sebagai hukum moral yang diterapkan pada situasi dan manusia, tanpa penerapan hukum tidak dinyatakan apapun.
Perspektif Situasonal : Mempelajari dunia ini melakukan tindakan etis,kususnya dalam situasi- situasi yang kita rasakan problemalitas. Persektif Situasonal menerima uraian alkitab tentang dunia dan realitas manusia di dunia.
Perspektif Eksternal: mempelajari subjek etis, yaitu dukacitanya, kebagiaannya, kemampuannnya membuat keputusan,  sebagaimana ditafsirkan oleh kitab suci dalam konteks lingkup situsionalnya. 
Persektif yang sama sehubungan dengan epistemologi.
Persektif normatif mmemusatkan perhatian kepada otoritas Allah sebagaiman di ungkapkan  melalui hukumNya. Otoritas Allah tersebut terbukti dengan sendirinya dan tidak dapat diuji dengan kreteria yang lebih tinggi.
Perspektif Situasonal: Memusatkan perhatian pada hukum yang dinyatakan baik yang dikatan oleh kitab suci maupun ciptaan secara umum.Allah memerintah kita untuk memahami ciptaan  dengan baik agar dapat menerapkan kitab suci pada seluruh bidang kehidupan.
Perspektif eksistensial : memusatkan perhatian pada hukum yang dinyatakan melalui manusia dan gambar Allah. Kita akan mengetahui hukum Allah dengan baik, sementara kita mulai mengenal diri kita sendiri dengan  baik.
Pengetahuan manusia dapat dipahami dengan tiga  cara : sebagai pengetahuan akan norma Allah, pengetahuan akan situasi kita, dan pengetahuan akan diri kita sendiri , tak satupun diantaranya dapat dicapai dengan cara memuaskan tanpa yang lainnya. Masing- masing unsur  mencakup yang lainnya. Karena masing-masing unsur  merupakan sebuah  persektif  pada keseluruhan pengetahuan manusia.

ALLAH DAN STUDI- STUDI KITA TEOLOGI
Teologi  sering disamakan  dengan pengetahuan tentang Allah .
Defenisikan Teologi sebagai penerapan firman Allah oleh manusia, dalam seluruh bidang kehidupan. Jika seorang ngin mendefinisikan  Teologia sebagai hukum tentang Allah atau situasi tentang aspek iman dari keberadaan manusia (Dooyeweerd) .
Secara umum  Teologi mengacu pada studi, pengetahuan pembicaraan, pengajaran, dan pelajaran tentang Allah.                 
Schleirmacher : Mengatakan  doktrin Kristen merupakan  penjelasan kasih kristiani yang diungkapkan  melalui bahasa.
Charles Hodge teolog reformed besar abad kesembilan belas dari Princoten Teological seminary, berpendapat bahwa teologi diperlukan untuk menempatkan kebenaran kitab suci dalam bentuk lain. Kitab suci berisi fakta- fakta tersebut .
Teologi Hodge adalah uraian kata- kata kitab suci dalam susunan dan hubungan yang tepat termasuk prinsip- prinsip atau kebenaran umum yang terdapat dalam fakta- fakta itu sendiri dan menyatukan melaraskan keseluruhannya. Berbeda dengan Shleiermacher, Hodge tidak cukup puas hanya dengan menggambarkan keadaan subjektif manusia, Ia ingin agar Teologia menjelaskan kebenaran yang akan terlepas dari perasaan kita yaitu kebenaran objektif. Hodge lebih dekat pada kebenaran dibandingkan Schleiermacher, karena Hodge memiliki krprihatinan untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam Teologi dan menetapkan kebenaran berdasarkan kitab suci. Meskipun rumusan Hodge menimbulkan banyak masalah.
a.Teologi dan  Pengetahuan alam:  Hogle membuat terlalu banyak kepalalehan antara Teologi dan Ilmu pengetahuan alam. Memang benar ada bayak fakta dalam alkitab yang seharusnya diselidiki oleh para teolog. Alkitab adalah bahasa. Alkitab menjelaskan dirinya sendiri. Alkitab bukan saja telah ditafsirkan terlebih dahulu oleh Allah ( seperti semua fakta yang lain),Alkitab juga menasirkan fakta- fakta nya sendiri. Tugas seorang Teolog bukan menjelaskan penjelasan  yang pertama ataupun yang definitis dari kitab suci dalam bahasa manusia. Mengapa? Karen akitab suci telah melakukan hal ini. Jadi  apoa tugas seorang teolog ? Jika Ia ingin menjadi seorang ‘’ peniliti ilmiah kitab suci ‘’ lebih banyak lagi yang perlu dijelaskan tentang bagaimana metode ilmiahnya berbeda dengan metode- metode ilmu pengetahuan yang lain.
Intelektual dan Teologi
Hogle juga membuat kesalahan dalam hal pengarahan yang terlalu itelektual dari teologi, karena Ia agak disesatkan oleh anologi teologi dan ilmu pengetahuan. Ia memandang teologi secara luar sebagai penerapan dari stuktur teori , uraian fakta dan pernyataan  perinsip atau kebenaran umum yang tepat. Mengapa teologi harus dipandang berdasarkan istilah akademis semacam itu? Kita suci bukanlah sekumpulan pernyataan  tentang fakta , juga penuh dengan bentuk bahasa yanga lain : perintah pernyataan, janji, kesaksian puisi, amsal, dll. Tujuan kitab suci tidak hanya memberi sebuah  daftar tentang hal- hal yang harus  kita percayai tetapi mendorong kita, memerintah kia, mengilhamkan imajinasi- imajinsi kita, menanamkan pujian- pujian dalama hati kita, mengajulkan pernyataan kepada kita, menguduskan kita dll.
Seorang teolog beragumentasi Teologi harus  menyatakan isi kitab suci, seperti khobah harus memperhatikan aspek- aspek lain  dari kitab suci.
Kitab suci, Fakta- fakta, susunan dan Reaksi- reaksi.
Kitab suci adalah bahasa yang memiliki susunan  rasionalnya sendiri memberikan uraian dan analisi tentang fakta- fakta penebusan secara sempurna, normative dan rasional.
Tugas Teologi adalah : (1) Menolong orang lain mengerti alkitab secara lebih baik, bukaanya member semacam gambaran yang sempurna secara absrak tanpa mempedudikan orang dapat memahami atau tidak (2)  Mengajar orang tentang kebenaran Allah. Meskipun kitab suci itu jelas , karena berbagai alasan orang tidaka dapat mengerti dan menggunakannnya dengan benar.
Teologi dibenarkan  tidak hanya melalui hubungannya dengan kebenaran jika ini kreterianya, maka Teologi dinilai berdasarkan pertolongan yang diberikannya kepada manusia dan kesuksesannya dalam menolog manusia untuk menerapkan kebenaran.  
 Jika Teologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang murni dan objektif dimana para ilmuwan dapat menemukan kebenaran sebagaimana adanya terlepas dari kebutuahn manusia , maka mereka mau tak mau akan bersaing dengan kitab suci. Mereka mencari formulasi yang lebih baik dari pada isi kitab suci   sendiri. Kebenaran objektif  murni atau fakmta tanpa penafsiran               ( brute factc) itu tidaka ada. Bahkan teologia kita sama sekali bukan rumusan kebenaran terbaik  untuk manusia pada semua waktu dan tempat.
( 3). SEBUAH DEFINISI KONVENANTAL
Mendefinisikan teologi sebagai penerapan firman Allah oleh manusia dalam segala bidang kehidupan. Aplikasi sebagai kebenaran dalam pengertian konvenan baru, sebuah konsep dalam beberapa terjemahan digambarkan dengan kata doktrin. Pengajharan dalam konvenan baru  adalah pewayuan Allah untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia, untuk meningkatkan kekudusabn dankesehatan rohani.
FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN  :
Sukit membedakan antara Teologi Kristen dan filsafat Kristen, ,. Filsafat umum dimengerti sebagai usaha untuk memahami dunia dalam pengertian yang paling umum dan luas. Filsafat menyakutb metafisik atau antologi ( ilmu mempelajari keberadaan) epistemology ( ilmu ysng mempelajari pengetahuan)dan teori nilai (etika, estetika,). Jika seorang bermaksud untuk mengebangkan  filsafat yang benar- benar kritisni , pasti Ia akan melakukannya di bawah otoritas kitab suci, dan selamnjutnya menerapkan kitab suci, pada masalah filsafat. Jadi filsafat Kristen adalah bagian dari  berteologi.
Perbedaan teolog Kristen dan filsuf Kristen  yaitu :
Filsuf Kristen mengunakan waktu lebih bayak untuk mempelajari wahyu yang berkaitan  dengan alam dibanding para teolog, sedangkan teolog menghabiskann lebih banyak waktu untuk mempelajari kitab suci. Teolog ,mencari formulasasi yang merupakan penerapan kitab suci, dan karenanya berotorita mutlak.
b. Ilmu Pengetahuan
            Para ilmuan mempelajari benda- benda ciptaan di berbagai bidang,. Seorang  ilmuan Kristen akan melakukannya dibawah otoritas  firman Allah dan demikian sering berteologi   menerapkan
(kitab suci). Sejauh ilmuan itu konsisten dengan komitmen Kristennya, Ia akan mengasumsikan kebenaran pengajaran kitab suci, dalam studi nya tentang alam ini, kususnya dalam hubungannnya dengan pekerjaannya sebagai seorang ilmuwan.    

APOLOGETIK  : Apologetik didefinisikan sebagai penerapan kitab suci terhadap ketidak percayaan dan dalam hal ini dapat dipandang sebagai bagian dari teologi. Apologik menjadi bagian dari teologi bukan dasar yang netral untuk berteologi. Jila apologetic tidak netral maka tidaka da alasan khsus untuk mengatakan bahwa apologetik itu memberikan dasar atau ba presuposisi bagi  teologi. Teologi memberikan presuposisi untuk apologika.Teologi memformalisasikan kebenaran yang harus dipertahankan oleh apologis dan menggambarkan semacam penalaran yang harus dipraktikkan oleh apologis. Selama apologis ( dengan penalaran yang tidak netral) menyatakan kebenaran keberadaan Allah dan otoritas kitab suci). Yang terbaik adalah mengatakan bahwa dasar teologi adalah firman Allah.
LAMPIRAN A  :  PERSPEKTIVALISME
Pengetahuan tentang hukum Allah mengemukan pendapat bahwa pengetahuan tentang hukum Allah, dunia, dan diri sendiri salaing bergantung pada akhirnya sebenarnya identik. Kita memahami hukum Allah dengan mempelajari kaitannya dengan dunia dan diri sendiri, aplikasinya, sehingga Arti dan aplikasi pada akhirnya sebenarnya identik. Dengan demikan semua pengetahuan merupakan pengetahuan tentang Allah. Semua pengetahuan juga merupakan pengetahuan kita ( tentang Allah maupun dunia ) terjadi melalui media yang diciptakan. Ketiga jenis pengetahuan ini identik tapi berkaitan secara spektical’, ketiganya mengggambarkan pengetahuan yang sama diapandang dari prespektif yang berbeda. Dalam iman reformet bahwa alam adalah wahyu yang diterima sangat serius. Karena Allah berdaulat dan hadir maka segala sesuatu menyatakan Dia. Dalam teologi Reformed mengunakan sepenuhnya konsep alkitabiah  tentang gambar Allah, yaitu bahwa manusia menyatakan wahyu.
LAMPIRAN B : ENSIKLOPEDIA

Ensiklopedia ilmu  pengetahuan berusaha mengatakan pokok  pembahasan yang tepat dari masing- masing ilmu pengetahuan dan hubungan dengan ilmu pengetahuan lainnnya.Yang penting adalah semua didasarkan pada kebenaran kitab suci dan selain itu semua ilmu pengetahuan berkaitan dengan baik. Jika kitab suci merupakan otoritas kita , kita tidak perlu merasa takut akan fleksibelitas dalam bidang ini.Kitab suci memberikan kepada orang percaya pandangan menyeluruh yang melampaui batas-batas antar bidang.

LAMPIRAN  C   ARTI  :
Moris mendefinisikan sikatis sebagai studi mengenai hubungan singtatis antara lambang- lambang terlepas dari hubuangan antara lambang dengan objek atau penafsir. Sinapsis membahas hubungan antara lambang dengan rancangan dengan objek yang mungkin dimaksudkannya. Arti adalah aplikasi, secara ringkas adalah sebagai berikut: Mengajukan pernyataan tentang arti sebuah pernyataan berarti mengajukan pernyataan   tentang penerapannya. Seperti arti adalah aplikasi, demikian pula apalikasi adalah arti. Beberapa orang merasa uraian ini terlalu subjektif dan ingin agar menjadi dasar yang objektif untuk semua aplikasi. Subjektifitas semacam ini secara khusus tampak jelas dalam konteks.

LAMPIRAN D : FAKTA DAN PENAFSIRAN
            Fakta berarti sebuah  keadaan, kedaan bukanlah benda. Fisafat juga merupakan bentuk singkat pernyataan fakta. Beberapa bentuk bahasa- kalimat dan klausa yang bersifat idikatif, mengatakan bahwa demikianlah keadaan yang terjadi. Fakta dan penafsiran adalah satu.

JUSTIFIKASI PENGETAHUAN
Problema dari justifikasi
Apakah pengetahuan  membutuhkan justifikasi?
Dalam pengertian Intelektual pengetahuan ini  didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar yang dijutifikasi. Pengetahuan akan  Allah dalam kitab suci mencakup kepercayaan yang memilki dasar Justifikasi. Menurut kitab suci iman bukanlah melompat dalam  kegelapan melainkan didasarkan  atas pernyataan yang  jelas tentang diriNya sendiri melalui alam,  manusia dan  alkitab.    Justifikasi merupakan unsur yang penting dari pengetahuan Epistemologi bermanfaat membuat kita menyadari alasan kita mempercayai apa yang kita perrcayai.

PERSEKTIF- PERSPEKTIF DALAM JUSTIFIKASI.
Semua pengetahuan adalah pengetahuan tentang diri , dan semua pengetahuan itu adalah pengetahuan tentang diri  dan semua pengetahuan itu adalah   pengetahuan tentang standar Allah.Perbedaan ini kemudian menghasilkan perspektif dalam hal pengetahuan.
Persektif Eksistensial menjelaskan seluruh pengetahuan sebagai pengetahuan akan diri , persektif situasional sebagai pengetahuna akan dunia, dan perespektif yang masing- masing menguraikan seluruh pengetahuan. Jika kita mungkin  mengalami Justifikasi dari pengetahuan (normatif ) kecuali kita  juga mengalami sesuatu tentang dunia ( situsional ) dalam diri kita sendiri( eksistensial ). Wahyu Allah yang normatif sampai kepada kita melalui  setiap objek dan subjek itu sendiri dalam pengertian tertentu bersifat normative, pengetahuan harus menggambarkan objek yang benar, dan harus disesuaikan dengan subjeknya. Karena itu meskipun  justifikasi pengetahuan berfokus pada persektif normatif justifikasi harus memperhatikan fungsi normative dari ketiga perspektif jika kita akan membedakan justikasi :
Justifikasi normantif akan menjamin sebuah kepercayaan dengan cara menunjukan bahwa kepercayaan itu sesuai dengan hokum pemikiran, berate hukum Allah dalam pikiran manusia.
Justifikasi sitiosional akan menjamin sebuah kepercayaan dengan cara menunjukan  bahwa kepercayaan tersebut sesuai dengan bukti, misalnya : fakta- fakta penciptaan wahyu alam yang ditafsirkan sesuai dengan kitab suci.
Justifikasi esistensial akan menjamin sebuah sebuah kepercayaan dengan menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi segala kebutuhan subjek sebagaimana dijekaskan melalui l\kitab suci.

C. ETIKA DAN PENGETAHUAN : Perspektif normatif dari pengetahuan sebenarkan kita menanyakan apa yang seharusnya kita percayai berdasarkan norma- norma yang dinyatakan Allah .
Perspektif situasional dari pengetahuan , sebenarnya kita bertanya kepercayaan apa yang paling mendorong kita menuju kerajaan Allah. Dan ketika kita menyelidiki perspektifesistensial dari pengetahuan, kita sebenarnya menanyakan kepercayaan apa yang paling saleh dan timbul dari maksud hati yang paling tulus.

D. EPISTEMOLOGI TRADISIONAL : Kecendurungan yang muncul sepanjnjang secara epimologii dan mempengarui pemikiran orang Kristen maupun nonkristen:
 (1) Rasionalisme atau priorisme: adalah pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia mengasumsikan adanya prinsip- perinsip tertentu  yang dipahami terlepas dari pengalaman- pengalaman penca indra dan prinsip- prinsip itulah yang mengatur pengalaman panca indra kita.
 (2) Emperisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa tidak ada kebenaran objektif  yang ada hanyalah kebenaran bagi subjek  yang dibuktikan oleh kreteria internal subjek itu sendiri.
(3) Kecenderungan ini sesacara beurutan sesuai dengan perspektif normative, sitiosional, dan esistensial.

PERSPEKTIF- PERSPEKTIF DARI JUTIFIKASI.
Justifikasi Normatif : Raionaliasme mengakui diperlakukannya kreteria atau standar emperisme mengakui diperlakukan fakta- fakta objektif yang dapat diketahui umum, dan subjektifisme mengakui bahwa kepercayaan itu perlu memenuhi kreteria internal kita sendiri.
Epistemologi Kristen mengakui semuanya tetapi berbeda dengan aliran rasionalis, ampiris, dan subjektifitas dalam hal- hal yang penting. Yang penting dalam pengetaghuan orang Kristen mengakui ketuhanan Allah. Allah itu berdaulat dan Dia mengkoordinasi hukum,  objek dan hukum sehingga berkaitan secara logis; pernyatan yang benar tentang sal;a satu aspek tidak mungkin bertentangan  dengan pernyataan yang benar tentang aspek lainnya.

OTORITAS ALLAH SECARA EPISTEMOLOGIS
Ketuhanan Allah bersifat menyeluruh dan meluas keseluruh bidang hidup kehidupan manusia , termasuk pikiran, kepercayaan, dan pngetahuan kita. Kitab suci mengajarkan dengan berbagai cara. (a) Kitab suci mengajarkan bahwa Allah pasti hadir dalam setiap perdebatan  tentang kebenaran atau keadilanNya. Dia tidak berkewajiba n untuk menjawab tuduhan atas diriNya. (b). Allah menolak hikmat dari dunia ini dan memanggil umatnya untuk meneeti hikmatNya sendiri yang sangat bertentangan dengan nilai- nilai dunia.

PRESUPOSISI-  PRESUPOSISI : Kata preposisi hanya menunjukan anggapan asumsi atau dalil yaitu kepercayaan yang dipilih secara acak tanpa dasar rasional apapun.Tetapi gagasan tentang pilihan acak bukanlah bagisn penting dari konsep tetang presuposisi. Presuposisi Kristen memiliki dasar rasional yang paling kuat, Presuposisi didasarkan pada wahtu Allah. Berdsarkan istilah Hana, presuposisi  adalah pengetahuan yang berbicara tentang kebenaran bukan dalil. Baik orang Kristen maupun non Kristen memiliki preposisi , setiap orang memiliki preposisi karena setiap orang memiliki komitmen yang pada saat tertentu ( dianggap dapat berubah) merupakan komitmen yang mendasar baginya.
Secara Teologis; manusia meninggalkan Allah yang benar maka mereka terikat kepada berhala- berhala. Ketiak mereka menolak standar yang benar maka mereka menggunakan  standar yang salah.Jika kita menyakan apa preposisinya yang tertinggi komitmen hatinya paling mendasar, presuposisi yauitu keinginan yang berkobar untuk menentang dan menggalkan tujuan Allah.

KESENJANGAN BAHASA ROHANI  : Para filsuf dari aliran analisa bahasa melihat bahwa :
Bahasa rohani semacam ini cenderung diucapkan secara  jauh lehih pasti dibandingkan bahasa lainnya. Bahasa ini tampaknya tidak terbuka terhadap macam- macam pengujian ( pembuktian, kepalsuan ). Yang sebagai contohnya  digunakan oleh pernyataan ilmu pengetahuan.
Bahasa  rohani menjadi tanda  yang menentukan dari masyarakat  sehingga hanya orang- orang yang sependapat  dengan pernyataan- pernyataan yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi anggota yang kedudukan yang baik.Bahasa rohani memilki unsur emosi yang kuat, bahasaini dipengaruhi dengan semangat, ketakutan, kekaguman dan sukacita. Bahasa ini bersifat pasti karena mengungkapkan komitmen yang Paling mendasar dari seseorang kepastiannya yang terbesar. Bahasa ini didefinisikan sebagai masyarakat karena masyarakat ada diatas kesetiaan pada komitmen ini.

SEMUA USAHA UNTUK MENGETAHUI ADALAH BERTEOLOGI
Presuposisi Kristen pernyataan Allah tentang diriNya dalam kitab suci.merupakan hukum pemikiran tertinggi untuk umat manusia . Karena itu kitab suci membenarkan pengetahuan manusia. Babagaiman kitab suci melakukan hal ini : (a). beberapa kebenaran kita dapat dibenarkan secara tegas oleh pengajaran kitab suci sebagai contoh kepercayaan Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia mengirim Anak- Nya sendiri untuk mati bagi dosa- dosa kita ( Yoh 3: 16). (b) Kepercayaan – kepercayaan lain dapat dibenarkan sebagai kesimpulan logis dari dasar- dasar pemikiran alkitab.sebuah contoh dari hal ini adalah dokterin tentang Trinitas yang sebagaimana dirumuskan di Necea konstatinopel.) tidak terdapat dalam alkitab tetapi disimpuklkan dari doktrin- doktrin yang terdapat secara jelas dalam kitab suci. (c).Kepercayaan- kepercayaan lainnya dapat dibenarkan sebagai penerapan dari kita suci. Sala satu unsur jastifikasi  adalah kaitan logis dari sebuah kepercayaan dengan kitab suci. Kitab suci memiliki semacam hak veto terhadap kepercayaan – kepercayaan yang  tidak konsisten terhadap pengajarannya. Contoh : manusia mengalami evolusi kitab suci memfeto kepercayaan- kepercayaan yang konsisten semacam ini merupakan kondisi yang diperlukan untuk justifikasi. Meskipun demiakian tidak semua kepercayaan konsisten dengan kitab suciitu benar. Kitab suci merupakan dasar dari seluruh pengetahuan manusia .

KITAB SUCI MENJUSTIFIKASIKAN DIRI SENDIRI : Jika kitab suci merupakan merupakan dasar justifikasi  yang tertinggi untuk seluruh pengetahuan manusia, bagaiamana seharusnya kita mendukung kepercayaan kita kepada kitab suci itu sendiri ? tentu saja dengan menggunakan alkitab. Tidak ada otoritas  yang  tertinggi atau sumber informasi yang lebih terpercaya, dan tidaka ada apapun yang lebih pasti dari kitab suci sehingga dapat menggunakan untuk menguji.  Apakah kesaksian alkitab untuk dirinya sendiri , ini berarti kita tidak boleh menggunkan bukti diluar alkitab untuk membela otoritas alkitab? Dalam memilih, menafsirkan dan mengevaluasikan bukti- bukti , kita harus menyelidiki epistemology yang alkitabiah . pengertian tertentu argumentasi kita untuk kitab suci bersifat secular. Melalui penggunaan bukti- bukti , kitab suci akan  menjustikasikan dirinya sendiri.

SIRKULARITAS : Jadi ketika kita menghadapi masalah  besar karena agumentasi sekular biasanya dianggap salah , bagaiman orang Kristen dapat membenarkan sirkulasitas ini dalam argumentasi nya untuk kekeristenan?. Tidak ada Alternatif untuk sirkularitas, Kesetian kepada Tuhan, menuntut agar kita setia kepadaNya, bahkan pada saat Kita berusaha untuk membenarkan pernyatan kita sendiri tentang Dia. Kita tidak dapat meninggalkan komitmen konvenan Kita untuk lapas dari tuduhan sirkularitas. Kedua, tidak ada satu sistempun dapat menghindari sirkularitas karena semua sestem baik non Kristen maupun Kristen, ddasarkan pada presuposisi- presuposisi yang mengendalikan epistemology, argumentasi, dan pengunaan bukti- buktinya. Sirkulasi dalam sebuah system dapat dijustifikasi secara tepat hanya pada satu hal yaitu argumentasi untuk kriteria tertinggi dalam system tersebut.Orang Kristen menggunakan sirkularitas dalam argumentasinya untuk kitab suci, rasionalis menggunakan dalamm argumentasinya untuk penalaran, dan empiris digunakannya dalam argumentsi untuk pengalaman pancaindra. Semakin baik kita memahami otoritas kitab suci , semakin kita meyakinkan pandangan tersebut bagi kita.

KOHERRENSI  : Para Filsuf sekuler pernah menuraikan secara rinci teori kebenaran koherensi. Koherensi ini kadang- kadang din kontraskan  dengan teori kebenaran korespondesi yaitu kepercayaan bahwa kebenaran merupakan suatu korespondesi antara ide dan realitas.
Kebenaran Allah adalah koheren. Alalh menghendaki keteraturan, bukan kekacuan,. Dia menyatakan kebenaran, bukan kepalsuan.Dia tidak bohong. Arti koheren secara  teologis itu sendiri harus timbul dari kitab suci. Jika tidak maka sulit bagi kita melepaskan diri  penolakan terhadap teologi teorensi mungkin ada yang lebih dari satu system yang benar- benar memiliki kekoheren. 

KEPASTIAN : Natur dari preposisi tertinggi adalah Preposisi tersebut di pegang dengan kepastian . Preposisi tertinggi berati kreteria kebenaran tertinggi, Karena itu merupakan sebuah kreteria yang menguji semua dugaan kepastian lainnya. 

HIRARKI NORMA- NORMA : Segala sesuatu bersifat noramtatif semata- mata berarti bahwa otoritas Allah kita diwajibkan untuk hidup sesuai dengan kebenaranyaitu seluruh kebenaran dalam alam  semeta.  Meskipun segala sesuatu bersifat normatif idak  semua wahyu memilki kedudukan yang sama dipandang dari limpahan berkat Allah. Allah menyatakan dirinya dengan jelas  melalui alam, umat manusia yang belum yang  belum dilahirkan kembali menolak hal tersebut dn menolak dengan dusta. Itulah sebabnya tidaka ada keselamatan melalui alam semata- mata. Keselamatan terjadi melalui wahyu lain yaitu injil Kristus yang tidak dinyatakan melalui alam melainkan oleh para penghotbah. Karena tujuan dari wahyu tersebut adalah menyelamatkan kita dari keselahan kita, maka wahyu itu harus mendahalui gagasan kita yang lain, sekalipun gagasan tersebut didapatkan dari wahyu alam.

DASAR JUSTIFIKASI SITUASIONAL
Fakta dan Norma:  Berdasarkan perspektif normatif kita mengetahui bahwa pengetahuan kita dibenarkan atas dasar pemikiran yang taat kepada hukum Allah. Prespektif situasional kita akan melihat bahwa pengetahuan kita dibenarkan berdasarkan kesesuaiaannya denagn fakta. Kitab suci ini benar karena sesuai dengan realitas kebenaran,  bukti- bukti.
Semua fakta bersifat normatif sehingga perspektif norrmatif mencakup semua realitas. Semua norma adalah fakta bahwa Allah berbicara kepada kita, jadi perspektif normatif dan sitiosonal selaras. Kepercayaan yang dibenarkan oleh kita suci sama dengan kepercayaan yang dibenarkan oleh fakta.Kitab suci menuntut agar mempercayai kebenaran, fakta. 
Korespondesi : Teori korespondensi yang mendefinisikan kebenaran sebagai korespondensi antra ide dan realitas secara umum lebih disekaui para empiris karena mereka sering sekali beranggapan bahwa hanya pengalaman panca indra yang dapat menghubunngkan ide yang ada dalam pikiran dengan realitas dunia luar.
Bukti sebagai dasar justifikasi :
Kita suci mengajarkan dengan jelas bahwa kita dapat mendapatkan pengetahuan akan Allah melalui peristiwa alam dan sejara.Allah melakukan karya historis  yang besar supaya agar mereka tahu nbahwa Akulah Tuhan. Karya- karya meliputi mujizat. Khususnya kebangkitan Kristus.Bukti dari alam suda cukup untuk membuat orang berdosa tidak dapat berdalih ( Rm 1: 20 ) tetapi Allah menambah bukti- bukti alam tersebut dengan banyak mujizatdan nubuat yang yang akan digenapi dan kitab suci manyatakan keberadaannya sendiri. Tanggapan untuk percaya kepada wahtyu ini bukan merupakan pilihan melainkan keharusan. Kepercayaan merupakan tujuan hak kita untuk menghadapi wahyu Allah, kita perlu mencapai kemampuan rohani dan intelektual untuk mencapai kepercayaan tersebut.
Bukti dan Firman. : Allah tidak pernah  mengingatkan manusia untuk memperhatikan  wahyu alam tetapi mengabaikan firman Allah yang di ucapkannya. Setelah kejatuhan manusia yang diucapkan Allah mengiringi karya penebusanNya yang besar dan objektif. Pola hubungan antara karya penyelamatan Allah dan firman dinyatakan adalah pertama- tama nubuat kemudian tindakan penebusan yang besar , lalu wahyu yang di ucapkan untuk ditafsirkan tindakan tersebut.
Dalam kita suci karya Allah dalam alam tidak pernah dikemukan sebagai peristiwa yang harus ditafsirkan berdasarkan kreteria kebenaran yang netral atau tidak alkitabiah.
Mujizat- mujizat dalam konvenan baru megenapi pengharapan Mesias dalam konvenan lama.
Manusia melihat karya Allah yang besar haruslah percaya kepadaNya. Yang diperlukan adalah iman yang benar, Iman adalah karya roh kudus. Agumentasi tidak menghasilkan iman  ia menjamin dan menjustifikasi iman itu.

JUSTIFIKASI EKSISTENSIAL :
Epistermilogi dapat dipahami sebagai bagian dari etika. Mengenal berati mengetahui apa yang seharusnya Kita percayai. Membenarkan pengetahuan kita berarti menetapkan adanya keharusan etis. Jika keharusan itu suda ditetapkan kita harus menerapkan dalam seluruh bidang kehidupannya ( aplikasi adalah arti). Semua pengetahuan kita harus disertai dengan apa yang kita ketahui sebagai hal yang benar.Kita harus hidup dalam kebenaran, melakukan apa yang benar. Pengetahuan merupakan orentasi etis yang bertanggung jawab dari manusia terhadap pengalamannnya.  Mengenal berati memberi respons  yang benar pada bukti- bukti dan norma yang ada pada kita.   
Dalam bidang kehidupan apapun tidak memberikann respons etis yang benar terhadap wahyu Allah. Pengetahuan tersebut dalam batas- batas tertentu paralel dengan pengetahuan Kristen dan membuat orang tak percaya itu bertanggung jawab atas keputusannya dihadapan Allah. Ini dapat disebut sebagai pengetahuan karena kesesuaian eksternalnya(dalam beberapa hal) dengan hukum Ilahi, tetapi disorentasi etisnya yang radikal tampak sangat menyimpang.  Dasar Justifikasi dari pengetahuan itu bagaimanapun juga memiliki ‘’ perspektif eksistensial’’ dimana  masalah justifikasi mengambil bentuk yang jelas.
Epistemologi krtisten akan menolak subjektifisme radikal, meskipun demikan konsep kebenaran pramatis itu ada benarnya. Kita suci mengatakan kepada kita, bahwa dalam jangka panjang , hanya kekeristenan yang akan tetap berlangsung, dengan kata lain hanya kekeristenan yang menganugerahkan berkat Allah yang sepenuhnya dan kekal pada orang yang percaya. Kita menerima berkat Allah , jika kita mengakui relitas sebagaimana diciptakan Allah dan bertindak atas dasar pengakuan tersebut. Dengan demikian teori kebenaran prakmatis menjadi perspektif lain pada epistemologi  Kristen yang lengkap. 
§  Justifikasi merupakan aktivitas yang berorentasi pada manusia.
§  Sesuatu memiliki eksistensi karena Allah itu memilki eksistensi.
§  Tujuan kita adalah bukan membuat pertanyaan tetapi menyakinkan orang lain.
§  Mencapai perhentian kognetif tentang kekeristenan berarti mencapai rasa kepuasan dan disertai rasa takut kepada Allah dalam menanggapi berita kitab suci
Pengetahuan, Kelahiran kemabali, dan Pengudusan :      
§  Roh kudus bersama- sama dengan firman menghasilkan kepercayaan ( Yoh 3:3 ; 1 kor 2:4,5,14 dsb),             selain itu pemikiran Kristus, hikmatNya, dinyatakan kepada orang percaya (Mat 11: 25; Luk 24:45,dsb). Dan melangkapi Trinitas, ada bacaan- bacaan yang mengatakan bahwa Allah Bapa, sebagai guru bagi umatnya ( Mat 16: 17; 23: 28, dsb). Dengan demikian perhentisn kognitif dimana seorang menyerahkan dirinya kepada kekeristenan terjadi karena anugerah Allah, bukan hal yang lain.Perhentian kognitif merupakan sala satu unsur keselamatan. Dosa telah menghalangi kita untuk mengenal yang benar ( Rm 1;8:7,8; 1 kor 2:14, dsb ), Tetapi anugerah Allah didalam Kristus dapat membebaskan kita dari kebodohan ini ( Yer 36: 25; Yoh 1: 11, dsb). Kelahiran baru tidak secara langsung memberikan kepada orang percaya perhentian kognitif mengenai segalah hal yang berhubungan dengan iman . Komitmen kita berdasar pada Kristus, dimulai pada saat kelahiran kembali . Komitmen ini berkembang, secara lebih bertahap beberapa saat untuk menyadarinya. Jadi yang ada  bukan  kelahiran neotik tetapi juga penyucian neotik ( penyucian neotik yang pasti penyucian neotik progresif). Perusahan bertahan tidak terlepas dari proses penyucian, ketengan dalam masalah kognatif tidak terlepas dari pertumbuhan dan ketaatan dan kekudusan.
§  Kemampuan untuk memahami kebenaran doktrin atau  kemampuan kita untuk memahami kebenaran lainnya, tergantung pada keseluruhan kedewasaan hidup kekeristenan kita. 
§  Kehidupan Kristen merupakan proses pelatihan, semakin banyak pengalaman yang kita milki, dalam membuat keputusan yang sulit dalam ketaatan kepada Allah, semakin Kita mampu melakukannya dimasa yang akan datang.Semakin baik kita membuat keputusan etika semakin kita diperlengkapi membuat keputusan teologis , keduanya merupakan satu kesatuan. Kemampuan untuk mencapai perhentian kognitif dalam hal pengajaran Kristen dengan adanya penyucian dan pertumbuhan dalam kekudusan. 
Melihat sebagai Perspektif – Perspektif, Eksistensial, Dan Normatif
§  Tetapi para penganut reformed tidak merasa sulit menegaskan layaknya kitab suci dan perlunya kesaksian Rok Kudus. Mereka menjelaskan bahwa kesaksian Roh Kudus bukanlah wahyu yang baru sebaliknya karya Roh Kudus adalah untuk menerangi  dan menegaskan wahyu yang telah diberikan. Dalam kitab suci kesaksian  Roh Kudus  adalah untuk Kristus      ( Yoh 14: 26; 15: 26, dsb ), dan firman Allah( 1 Kor 2:4; 1 Tes 1: 5 ), Roh Kudus menyaksikan bahwa firman itu benar. Tetapi firman sudah mengatakan hal tersebut kepada kita. Kitab suci menggambarkan karya tersebut sebagai karya wahyu Allah.
§  Karya Roh Kudus juga menolong kita untuk menggunakan dan menerapkan firman Tuhan.
§  Sebagaian besar karya Roh Kudus dalam kehidupan kita memilki hakekat yang sama yaitu menyakinkan kita agar kitab suci diterapkan dalam kehidupan kita, Kitab Suci tidak menambah kanom, karya kitab suci itu benar- benar merupakan pengajaran dan wahyu. Tanpa wahyu kita sama selkali tidak dapat penggunakan kitab suci, Kita Suci akn menjadi buku yang berisi huruf- huruf mati bagi kita.
Perspektif Eksistensial Kelompok
§  Penekanan Kitab suci bukanlah keselamatan individu, melainkan keselamatan sebuah bangsa. Sepanjang sejarah Allah telah memperhatikan keluarga, bangsa dan sesungguhnya dunia. Tujuannya  bukan semata- mata kesempurnaann Individu melainkan  kesempurnaan gereja, tubuh Kristus.

Otonomi : Perspektif eksistensial Kristen tidak memaksa orang untuk  menyikuti perasaan mereka secara tidak kritis, bertindak dan memikirkan apapun menurut kesan pertama terasa baik. Kepuasan rohani dapat didefinisikan berdasarkan kitab suci.

D. PERSPEKTIF YANG TERUTAMA
Penolakan yang sangat kuat terhadap prioritas mutual dan timbale balik antara ketiga perspektif ini berasal dari para normativis.
§  Kitab suci adalah otoritas kita tertingi. Tetapi penolakan ini tidak menyadari bahwa adanya perbedaan antara Alkitab dan perspektif normatif, keduanya tidak sama. Prepektif normatif bukanlah alkitab melainkan pemahaman tentang alkitab dalam kaitannya dengan semua ciptaan.

E. DASAR JUSTIFIKASI DALAM APOLOGETIKA 

Jika Kita mengemukan argumentasi dengan satu- satunya jalan yang diinginkan Allah kepada kita. Kita mengajukan argumentasi dengan satu- satunya jalan yang akan membawa kita menuju kebenaran. Jika non Kristen menolak argumentasi ini, Ia menolak satu- satunya pengharapan. Tapi karena kesalahan  sendiri ‘’ jauh dilubuk hati’ Ia mengetahui hal ini. Jika Ia menerima kesaksian, maka Ia menerimanya oleh anugerah.

Tidak ada metode untuk menjustifikasikan apologetika selain yang kita gunakan dalam teologi sesungguhnya dalam semua pengetahuan lainnya. Hanya ada satu kebenaran dan satu jalan untuk mendapatkannya. Kita berdoa untuk mereka yang bersaksi kepada mereka bahkan beragumentasi dengan mereka ( dengan cara kita bukan cara mereka), tetapi Kita boleh berkompromi dengan presuposisi ketidak percayaan mereka. Sebaliknya kita berusaha untuk melawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus ( 2 Kor 10: 5). 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar