OBJEK
DARI PENGETAHUAN.
Allah,
Tuhan, Konvenan
Apakah
“ objek pengetahuan akan Allah? dalam mengenal Allah, apakah yang kita kenal?
Tentu saja tentang Allah ! jadi apa yang kita bicarakan? Kita harus jelas
mengenal Allah yang bagaimana yang ingin kita kenal. Ada bayak jenis
pengetahuan dalam pembenaran, dan metode pengetahuan seringkali didasarkan pada
perbedaan objek yang kita kenal. Mengenal
Allah merupakan hal yang sangat unik, karena Allah itu sendiri unik.
Kita berusaha untuk mengenal bukan sembarang Allah, melainkan Tuhan Yehova,
Allah kitab suci, Allah dan Bapak Tuhan kita Yesus Kristsus.
Kita
tidak mengenal Allah ataupun juga dalam kevakuman. Dalam proses pengetahuan
akan Allah kita dapat mengetahui hubungan Allah dengan dunia dan hungan Allah
dengan banyak hal didunia ini, khususnya dengan diri kita sendiri .Kita tidak
dapat mengenal Allah tanpa memahami beberapa hal tersebut. Allah yang
Alkitabiah adalah Allah konvenan,
pencipta dan Penolong dunia, Penebus dan Hakim dari Manusia. Jadi jika Kita
tidak mengenal Allah tanpa sekaligus mengetahui hal- hal lainnya. Dan yang
penting, kita tidak dapat mengetahui hal- hal lain dengan benar tanpa mengenal
Allah dengan benar. Dengan demikian EpistemologI teistik, yaitu Doktrin tentang
Pengetahuan tentang Allah, secara tidak langsung mencakup Epistemologi umum
yaitu Doktrin tentang Pengetahuan segala sesuatu. Oleh karena itu, pada bagian
ini, meskipun terbatas, KIta harus mendiskusikan semua’’ objek – objek ’’ dari
pengetahuan manusia
Dengan memulai
buku ini dengan pembahasan ‘’ objek’’ dari pengetahuan,tidak bermaksud
membangun jurang pemisah yang tinggi antara ‘’ subjek’’ dan ‘’ objek’’ apabila
melakukan hal ini maka itu berat menghancurkan semua pengetahuan dan hal-hal
ini benar-benar bertentangandengan kitab suci. Karena itu memulai “ objek ”
dari pengetahuan, kita akan melihat betapa dekatnya hubungan objek itu dengan
subjek pengetahuan. Pada bagian ini mendiskusikan (1)Allah Tuhan konvenan (2)
Allah dan dunia (3) Allah dan studi kita. Dalam ketiga bab ini mendiskusikan
Allah, hukum- Nya , Penciptaan manusia sebagai gambar Allah, dan ‘’’ objek- objek
’’ dari pengetahuan dalam Teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan Apologika.
Masing- masing disiplin ilmu ini Kita akan mengajukan pertanyaan apa yang
sesungguhnya ingin kita ketahui atau kenali.
Allah, Tuhan
Konvenan
Siapakah Allah, yang ingin kita
kenal ? Kitab suci menggambarkan-Nya dengan banyak cara dan adalah bahaya
menganggap salah satu dari gambaran tersebut mendasar atau lebih penting
dibandingkan lainnya. Untuk meringkas kitab suci lebih baik menggunakan konsep
“ Ketuhanan” yang Ilahi sebagai titik awak kita.” Tuhan” (dalam bahasa Ibrani ‘’ Yahweh’’ ) merupakan
nama yang dinggunakan Allah untuk memperkenalkan diri-Nya, pada awal
konvenan-Nya dengan Israel (kel.3: 13-15; 6: 1-8; 20: 1) Tuhan dalam bahasa Yunani’’ Kurios’’ , yang telah diberikan kepada Yesus
Kristus, sebagai kepala dari konvenan baru dan sebagai kepalah dari tubuh-Nya
yang telah di tebus ( Yoh 8 : 58; Kis 2: 36; Rm 14: 9). Pengakuan iman yang
mendasar dari konvenan lama maupun konvenan baru mengakui Allah dan Kristus
sebagai Tuhan ( Ul 6: 4; Rm 10 : 9; 1
Kor 12: 3; Flp 2: 11). Allah menunjukkan tindakan-Nya yang penuh kuasa agar
Kamu mengetahui bahwa Aku adalah Tuhan. Salah satu kesaksian yang luar biasa
dari Ketuhan Yesus adalah cara Dia dan murid- muridnya mengidenfikasikan
diri-Nya dengan Yahweh . Dalam keluaran 3- sebuah nama yang berkaitan erat
dengan Allah, sehingga orang yahudi untuk mengucapkannya saja merasa takut.
sepanjang sejarah penebusan Allah berusaha mengidefikasikan diri-Nya kepada
Manusia sebagai Tuhan yang menunjukkan kepada Mereka arti dari konsep tersebut.
Berita konvenan lama adalah “ Yesus
Kristus itu Tuhan”
Konsep Alkitabiah
dari Ketuhanan
Apakah ketuhanan
yang Ilahi itu? Yang dapat kita pelajari dari Etimologi Yahweh Adonai, atau Kurios.
Hal ini desebabkan karena kerena Erimologi – Etimologi itu sifatnya tidak
pasti ( khususnya berkaitan dengan kata Yahweh
).
(1)Tuhan adalah
kovenan
Studi ini dapat
diringkas sebagai berikut : Ketuhanan merupakan sebuah konsep konvenan. ‘’
Tuhan’’ adalah nama yang diberikan kepada Allah kepada diri-Nya sendiri sebagai
kepala dari konvenan Musa dan nama yang diberikan kepada Yesus
Kristus sebagai kepala dari konvenan yang baru. Konvenan dapat
menunjukan sebuah kontrak atau kesempatan antara dua pihak yang sederajat atau
dalam relasi antara tuan dan para pembantunya. Konvenanan antara Allah dan
manusia dalam kitab suci . Dalam konvenan- konvenanan yang paling
terkenal, Allah sebagai Tuhan konvenan memili umat tertentu dari seluruh
bangsa dibumi untuk menjadi kepunyaan- Nya sendiri. Konvenan
ini bukan hanya hukum, melainkan beruapa anugerah.
Konvenan ini
adalah anugerah atau kemurahan yang tidak diberikan berdasarkan perbuatan dari
si penerima atau atau keyakan sang penerima. Konvenan anugerah Allah inilah
yang digunakan untuk memilih umat konvenan. Dan karena semua manusia berdosa,
maka hanya oleh anugerah Allah akan ada berkat karena konvenan. Hubungan antara
pencipta dengan makluk ciptaan adalah hubungan konvenan yaitu relasi antara Tuhan dan hambah. Allah adalah Tuhan
dari segala sesuatu, dan seluruh hubungan-Nya dengan dunia Dia bicara dan
bertindak sebagai Tuhan.
(2)Transedensui
dan Imanensi
Jika Allah
adalah kepala Konvenan, maka Ia di tingggikan melalui umat- Nya, Dia
transenden. Jika Dia adalah kepala konvenan, maka Dia terlibat secara mendalam
dengan umat-Nya, Dia Imanen ( selalu hadir), betapa indahnya keselarasan antara
kedua konsep ini jika dimengerti secara alkitabiah.
Manusia memahami
transendesi Allah ( keagungan-Nya, Kemisteriusan-Nya) Sebagai keberadaan Allah
yang sangat terpencil dari ciptaan-Nya, sangat jauh, sangat berbeda dengan kita
dan ‘’ benar- benar tersembunyi’’ dari
kita sehingga kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang Dia dan kita tidak dapat membuat pertanyaan yang
benar tentang Dia.
Konsep imanensi
telah terdistorsi dalam pemilkiran non Kristen, bahkan dalam beberapa teologi
Kristen yang palsu. Imanesi diartikan Allah sebenarnya tidak dapat dibedahkan dari
dunia, ketika Allah memasuki dunia Dia menjadi sangat ” duniawi “ sehingga
tidak dapat ditemukan.
§ Para
“ Ateis Kristen ‘’ mengatakan bahwa Allah meninggalkan keilahihan-Nya, dan
tidak lagi memiliki eksistensi sebagai Allah.
§ Barth
dan Bultman mengatakan bahwa meskipun meskipun Allah masih tetap ada,
aktivitas-Nya tidak mempengaruhi semua waktu dan tempat, secara sebanding dan
tidak secara khusus.sebagai akibatnya kita tidak memiliki tanggungjawab di
hadapan Allah.
Konsep-konsep
yang salah mengenai transedensi dan imanensi tersebut bersesuaian secara unik.
Keduanya mempunyai keinginan yang penuh dengan dosa untuk melepaskan diri dari
wahyu Allah, menghingdari tanggung jawab, dan memberikan alasan untuk
ketidaktaatan. Tetapi pada dasarnya kedua konsep ini tidak konsisten satu sama
lain. Bagaimana mungkin Allah sangat jauh dari kita? Tidak satupun dari konsep
ini dapat dimengerti secara jelas, Jika Allah ‘’ sangat berbedah’’ bagaimana
kita dapat mengakui atau mengatakan bahwa Dia sangat berbeda? Apakah kita
mempunyai hak untuk berteologi jika memang demikianlah masalahnya? Dan jika
Allah tidak dibedahkan dari dunia, memang para teolog harus merepotkan diri
berbicara tentang Allah? mengapa tidak berbicara tentang dunia saja ? Apakah
Iman membenarkan pembicaraan semacam ini? Iman yang didasarkan pada apa?
Mungkin iman semacam ini tidak lebih dari loncatan dalam kegelapan yang tidak
rasional? Transendesi adalah kepemimpinan konvenan dan jika imanensi adalah
keterlibatan Allah dalam konvenan dengan umat-Nya, maka kita memiliki dasar
yang kokoh.
Perbedaan antara
pemikiran yang alkitabiah dan yang tidak alkitabiah mengenai masalah ini :
POSISI
KRISTENAN POSISI NON- KRISTEN
|
IMANENSI 2 4
Gambar 1.
Bujursangkar pertentangan agama
Keempat sudut
ini menggarkan empat hal :
1. Allah
adalah kepala konvenan
2. Allah
sebagai Tuhan yang melibatkan diri dengan umat-Nya.
3. Allah
secara tidak terbatas jauh dari ciptaan-Nya.
4. Allah
identik dengan ciptaan-Nya.
Pernyataan 1 dan
2 merupakan pernyataan yang alkitabiah, sedangkan pernyataan 3 dan 4 tidak
akitabiah.
Transensi Ilahi
dalam kitab suci tampaknya berpusat pada konsep kontrol dan otoritas.kontrol
sanagat jelas karena konvenan ditimbulkan oleh kuasa Allah yang berdaulat. Allah yang membangkitkan hambah- hambah
konvenan-Nya ( Yes 41:4; 43 : 10-13 ; 44:6; 48: 12)dan mengendalikan mereka
sepenuhnya ( kel 3: 8,14). Otoritas merupakan hak Allah yang harus Kita taati,
dan karena Allah memiliki kontrol dan otoritas, maka Dia memilki kuasa dan hak.
Berulangkali Tuhan konvenan menegaskan bahwa hambah- hambah-Nya harus menaati
perintah-Nya. ( kel 3 : 13-18;20: 2; Im 19: 2-5,30;19:37; ul 6: 4-9), mengakui
kemutlakan otoritas Allah berarti kita tidak boleh mempertanyakan perintah-
perintah-Nya, (Ayub 40:11); Rm 4: 18-20; 9: 20;Ibrni 11: 47,8,17, dan hampir
seluruh bagian Otoritas Allah melampauhi
segala hal ( kel 20:3; Ukl 6: 4; mat 8:
19-22; 10: 34-38; Fil 3 : 8) dan menjangkau semua bidang Manusia( kel, im, bil,
ul,Rm 14:32; 1kor 2: 31, 2 kor 10: 5,Kol 3: 17 ,23 ).
Konsep Kontrol
dan otoritas ini akan muncul jika Tuhan dinyatakan kepada kita sebagai yang
ditinggikan atas semua ciptaan. Pengertian ini berbeda dengan pengertian bahwa Allah
“ wholly other” atau “ infinitely”distant’’ ( Allah tidak dijangkau oleh
manusia dan tidak mengkomunikasikan diri- Nya, dengan manusia).
Imanensi Allah
selanjutnya dapat menjelaskan sebagai ‘’ solideritas konvenan ’’. Allah memili
umat konvenan-Nya, dan menjadikan tujuan- tujuan mereka sesuai dengan
tujuan-Nya. Inti dari hubungan ini di ungkapkan dengan kata- kata” Aku akan
menjadi Allahmu” dan kamu akan menjadi
umat-Ku, (Im 26: 12, bkd Kel 29: 45; 2 Sam 7:14; Why 21; 27 ). Dia menyebutkan diri-Nya sendiri sebagai
Allah mereka, ‘’Allah Israel’’ dan mengidenfikasikan diri-Nya dengan mereka.
Untuk menegaskan dekatnya hubungan-Nya, dengan Israel secara rohani, , Allah
mendekati mereka dengan memakai pengertian ruang atau lokasi yang dapat dengan muda diterima oleh manusia. Allah juga
mendekatkan diri dalam waktu, dengan kata lain Dia ada sekarang dan disini.
Ketuhanan Allah
merupakan konsep yang sangat pribadi dan praktis.Allah bukanlah sebuah prinsip,
yang sangat pribadi atau kekuatan abstrak yang tidak jelas, melainkan pribadi
yang hidup bersekutu dengan umat-Nya. Dialah Allah yang hidup dan benar,
bertentangan dengan semua berhala, yang tuli dan bisu dari dunia ini. Karena
itu pengetahuan akan Allah merupakan pengetahuan antar pribadi. Kedekatan Allah dengan ciptaan-Nya,
itu tidaka dapat dihindari. Kita selalu memiliki keterlibatan dengan Dia.
Sebagai pengontrol dan otoritas Allah bersifat ’’ mutlak ’’artinya
kebijaksanaan dan kebijakan-Nya, tidak mungkin dapat ditantang dan digagalkan.
Dengan demikian Allah itu kekal, tidak terbatas, mahatahu, maha kuasa, dan
seterusnya.
Menurut kitab
suci pengontrolan Allah mencakup otoritas akarena Allah juga, mengendalikan
stuktur kebenaran. Pengontrolan mencakup kehadiran karena kekuasaan Allah
sangat mendalam sehingga membuat kita berhadapan muka dengan muka dengan-Nya,dalam setiap
pengalaman kita.
Otoritas
menyangkut kontrol karena perintah- perintah Allah, mengasumsikan kemampuan
Allah untuk melaksanakannya. Otoritas mencakup kehadiran karena perintah- perintah
Allah dinyatakan dengan jelas dan merupakan sarana yang dipakai Allah untuk
bertindak ditengah- tengah kita, baik dalam bentuk berkat maupun kutuk.
Kehadiran menyangkut otoritas karena kehadiran Allah selalu disertai dengan
firman-Nya ( bkd. Ul 30:11; yoh 1: 1). Mengenal Allah berati mengenalnya
sebagai Tuhan’’ mengenal bahwa Akulah Tuhan ‘’. Dengan mengenal Dia sebagai
Tuhan berati mengenal kontrol, otoritas dan kehadiran-Nya.
KETUHANAN
DAN PENGETAHUAN
Krakter Allah
sebagai Tuhan dapat mempengaruhi cara pengetahuan kita terhadap-Nya.
Allah yang dapat
dikenal dan tidak dapat dipahami secara tuntas.
a. setiap orang
mengenal Allah.
Karena Allah
adalah Tuhan, Dia bukan hanya dapat dikenal tetapi Dia dapat dikenal oleh semua
orang ( Rm 1: 21). Kehadiran Allah konvenan menyertai seluruh karya-Nya, dan karena-Nya tidak dapat kita
hindari ( mzm 139). Oleh karena itu pada saat kita mengetahui tentang apa saja,
hal ini akan membawa kita kepada pengetahuan akan Allah. Orang- orang yang
tidak memilki kitab suci pun mengetahui pengetahuan ini; mereka mengenal Allah
, mereka tahu kewajiban mereka terhadap-Nya ( Rm 1: 32) dan mereka murka yang
akan menimpa mereka karena ketidaktaatan mereka ( Rm 1: 12). Tetapi hanya orang beriman yang
memiliki pengetahuan tentang Allah secara lebih mendalam. Hanya orang Kristen
yang memilki pengetahuan terhadap Allah,
sebagai inti kehidupan yang kekal. Meskipun orang- orang nonkristen memilki
pengatahuan akan Allah, mereka sering berusaha untuk menyangkal bahwa Allah
telah dikenali atau bahkan Allah dapat dikendalikan oleh mereka. Pandangan
tentang Allah baik bagi orang Kristen maupun non Kristen adalah sama yaitu
selalu timbul dari hubungan pribadi dengan Allah, dari pandangan etika, dan orintasi religius seseorang.
Disatu pihak Allah sangat jauh sehingga tidak dapat diidenfikasikan ( transeden ), maka tentu saja Ia tidak dapat
dikenal. Dipihak lain jika Allah begitu dekat dengan dunia sehingga Dia tidak
dapat dipisahkan dari dunia ( Imanen ),
maka itu berarti kita tidak dapat mengenal Allah dengan benar.Sudut pandang
transidensi maupun Imanensi non Kristen, menyangkali pegetahuan Allah, yang alkitabiah. Ada kolerasi antara
metafisik dan epistemologi, hakekat Allah menentukan apakah Dia mungkin dapat
dikendali. Jika anda menyangkali Ketuhanan Allah, anda tidak akan dapat
mengatakan bahwa Dia tidak dapat dikendali. Jika kita menyangkali ketuhanan
Allah, kita akan dapat dinyatakan oleh kitab suci, barulah kita dapat mengklaim
bahwa kita mengenal-Nya. Dan jika Dia adalah Tuhan, maka kontol otoritas, dan
kehadiran-Nya, didunia membuat -Nya
pasti dapat dikendalikan. Jadi dengan mengenal dunia kita, kita mengenal
Allah. Karena Allah adalah pemegang otoritas tertinggi dan pencipta dari semua
kriteria yang menentukan perbuatan, keputusan, atau kesimpulan kita, maka kita
mengenal Dia dengan lebih pasti dibandingkan fakta apapun tentang dunia ini.
Jika Allah dinyatakan seperti yang dinyatakan kitab suci, maka tidak ada
penghalang untuk mengenal-Nya.
b. Keterbatasan
pengetahuan kita akan Allah.
Fakta bahwa
Allah adalah Tuhan secara tidak langsung juga menyatakan bahwa pengetahuan kita tidak sebanding dengan-Nya,
karena keterbasan manusia yaitu :
Dosa memotivasi
manusia yang telah jatuh merusak kebenaran, lari dari kebenaran, menggantikan dengan
dusta, dan menyalagunakannya. Kesalahan dalam pengetahuan kita yang timbul dari
ketidakdewasaan dan kelemahan.
Kitab suci
mengajarkan kesenjangan berikut ini antara pikiran Allah dan pikiran kita yaitu
:
§ Pikiran
Allah tidak diciptakan,kekal , pikiran kita, diciptakan dan dibatasi oleh
waktu. Pikiran-pikiran Allah pada akhirnya, menentukan atau menetapkan apa yang
akan terjadi.
§ Pikiran- pikiran Allah mewujudkan atau menjadi penyebab dari
kebenaran- kebenaran yang dipikirkan-Nya, sedangkan pikiran kita tidak seperti
itu. Ini merupakan kontrol dari atribut ketuhanan dalam Allah, dalam wilayah pengetahuan.
§ Pikiran-
pikiran Allah merupakan penguji atau pengukur diri-Nya sendiri.
§ Pikiran
Allah selalu membawa dan hormat bagi Diakarena Allah selalu ’’ hadir dalam
berkat ’’bagi diri-Nya sendiri.
§ Pikiran-
pikiran Allah merupakan pikiran- pikiran yang asli dari Allah, sedangkan
pikiran yang baik pun merupakan salinan atau gambar dari pikiran Allah. Oleh
Karena itu pemikiran- pemikiran tidak dapat terlepas dari kehadiran Allah
konvenan.
Allah tidak memerlukan apapun juga untuk ‘’
diwahyukan kepada Dia, Dia mengetahui apa yang Dia ketahui semata-mata kerena
siapa Dia dan apa yang Dia nyatakan,Ia mengetahui lebih inisiatifnya sendiri.
Tetapi semua pengetahuan kita didasari atas pertanyaan. Jika kita mengetahui
sesuatu karena Allah memutuskan unyuk mengizinkan kita, mengetahuinya, baik melalui kitab suci
maupun alam semesta. Pengetahuan kita diawali oleh pengetahuan yang
lain.pengetahuan kita adalah akibat dari anugerah. Ini merupakan
manifestasi lain dari hakekat’’kontrol”
ketuhanan . Allah tidak memutuskan untuk meyatakan seluruh kebenaran kepada kita.
Misalnya: Kita tidak tahu tentang masa
depan, selain dari apa yang diajarkan tentang kitab suci. Kita tidak tahu semua
fakta tentang Allah atau bahkan ciptaan.
Allah
mendapatkan pengetahuan secara berbeda dari kita. Allah adalah Roh karena itu
Dia tidak mendapat pengtahuan tentang panca indra. Dia juga tidak mendapatkan pengetahuan melalui proses
penalaran yang merupakan hasil dari tindakan yang bersifat sementara.Pikiran
Allah tidak dibatasi oleh keterbatasan
ingatan yang salah atau ingatan
yang bisa salah. Sebagaian orang mengkrakterisasikan pengetahuan Allah sebagai
‘’ intuisi ’’ yang kekal. Apapun yang
dinyatakan Allah kita, dinyatakanNya dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh
makluk ciptaan. Wahyu tidak sampai
kepada kita dalam bentuk yang ada dari pikiran Allah. kitab suci sebagai
contonya, ditulis dalam bahasa manusia bukan bahasa ilahi. Kitab suci itu
diakomodasikan , yaitu sedikit banyak diaplikasikan kedalam suatu ukuran yang
sesuai dengan kemampuan kita untuk mengerti. Meskipun suda didalam bentuk yang
sudah diakomodasikan, kita tetap tidak bisa mengerti secara tuntas.
Jika dilihat
secara keseluruhan maka pikiran- pikiran Allah merupakan hikmat yang sempurna.
Pikiran nya tidak kacau melainkan selaras satu sama lain. Ketetapan-Nya
menggambarkan rancangan yang bijaksana. Pimikiran Allah saling berkaitan
secatra logis, pemikiran Ilahi selaras dengan logika Ilahi. Kita tidak memilki
alasan untuk perbendapat bahwa
ketika berhubungan dengan wahyu,
kita tidak akan berjumpa dengan kebenaran yang tidak dapat disistimatiskan oleh
logika kita. Dan kita juga tidak dapat mengatakan bahwa kebenaran itu tidak
berkaitan kebenaran yang lain secara
Koheren. Karena itu dalam wahyu kita dapat menemukan apa yang disebut oleh Van
Til dengan kelihatannya seperti kontradiksi. Kesenjangan yang di jelaskan dalam no 7 dipengaruhi oleh
wahyu yang bersifat progesif. Semakin banyak fakta yang kita ketahui , meskipun
kita tidak akan pernah mencapai satu titik dimana kita dapat mengetahui fakta-
fakta sebanyak yang di ketahui oleh
Allah. Bertapa pun bayak hal yang
dinyatakan Allah tentang diri-Nya sendiri , selalu ada keseimbangan yang besar
antara keberadaan dan pengetahuan Allah yang tidak terbatas dengan kapalitas
dan kecerdasan makluk yang terbatas, jadi hal -hal yang telah diwahyukan oleh
Allah tetap merupakan hal- hal yang berada di luar batas pengertian kita ( bkd,
Hak 13:18; Yer 9 : 5; Mzm 139: 6; 147: 5; Yes 9: 6; 55:8, dsb). Menurut ayat-
ayat diatas , bukan hal- hal yang diluar wilayah kemampuan kita. Untuk mengetahuinya,melainkan
juga hal- hal yang ada didalam wilayah kemampuan kita dapat membawa kita
beribadah kepada-Nya dengan penuh ketakjuban. Pujian dengan penuh kekaguman
dalam Rm 11: 33-36 bukan mengekpresikan kekagungan pada apa yang tidak
diwahyukan melainkan apa yang telah diwahyukan sebagaimana telah dijelaskan
dengan rinci oleh Rasul Paulus. Semakin banyak
kita ketahui maka rasa takjub
kita seharusnya semakin besar oleh Karena
bertambahnya pengetahuan membawa
kita lebih dekat kapada Allah yang tidak
dapat dipahami secara tuntas . Disproporsi yang esensial antara Pencipta dengan
ciptaan-Nya.
Kita tidak dapat
tuntas menguraikan perbedaan anatara
pemikiran Allah dengan pemikiran kita , jika kita dapat melakukannya maka kita
adalah Allah. Kitab suci mengajarkan beberapa kesinambungan berikut antara
pikiran Allah dan pikiran manusia.
Penolakan Kita terhadap kebenaran ini akan membawa kita pada skeptisisme.
Apabila pengetahuan dalam bentuk apapun dapat diketahui, maka dalam satu
pengertian tertentu pemikiran tertentu ,
pikiran manusia, dapat sepakat dengan pengertian Allah. Dengan kata lain kita
dapat memikirkan pikiran Allah sesuai dengan apa yang dipikirkan Allah. Pikiran
Allah dan manusia terkait pada standar kebenaran yang sama.
Van Til berkata
iman reformed mengajarkan bahwa titik acuan untuk setiap proposisi sama bagi
Allah dan manusia. Pikiran Allah mengacu kepada pemikiran-Nya, sendiri
sedangkan pemikiran manusia benar,apabila sesuai dengan pemikiran Allah. Jadi
keduanya benar mengacu pada standar yang
sama, yaitu pikiran Allah. Pemilikiran manusia benar sejauh pikiran itu sesuai
dengan norma- norma Allah untuk pemikiran manusia. Selain itu ditekankan bahwa
pemikiran kita tunduk pada norma pemikiran Allah dan bukan identik dengan
pikiran Allah. Allah dan manusia dapat memikirkan hal yang sama, atau menurut
para filsuf, memiliki objek yang sama.
Selain Allah itu
Mahatahu, demikian pengetahuan manusia dalam pengertian tertentu bersifat
universal.
Van Til berkata
‘’ manusia tahu sesuatu tentang segala hal,
Karena kita mengenal Allah maka kita tahu bahwa segala sesuatu dalam
alam semesta diciptakan, tunduk kepada kekuasaan-Nya, dan dipengaruhi oleh
kehadiran-Nya. Karena Allah mengetahui segala sesuatu maka Ia dapat
mengungkapakan pengetahuan tentang apapun kepada kita. Jadi segala sesuatu pada
dasarnya dapat diketahui, meskipun pengetahuan yang kita ketahui tidak identik
dengan pengetahuan Allah.
Allah mengetahui
segala sesuatu melalui pengenalan terhadap diriNya sendiri. Dengan kata lain
Dia mengetahui apa yang diketahuiNya, dengan mengenal hakekat dan rencana-Nya
sendiri. Jadi dalam pengertian tertentu semua pengetahuan adalah pengetahuan
yang didapat melalui pengetahuan terhadap diri-Nya sendiri. Memang tidak sama
dengan pengetahuan Allah yang berasal dari diriNya sendiri, pengetahuan kita
tidak berasal dari dalam diri kita (
sumber dari diluar diri kita terlebih dahulu sebelum berada dalam diri kita).
Meskipun kemudian pengetahuan ini kita
dapat melalui pengetahuan terhadap diri
sendiri, dalam hal ini kita mendapatkan pengetahuan yang serupa dengan Allah.
Pengetahuan akan Allah didasarkan pada pemikiran-Nya sendiri. Norma itu berasal
dari Allah oleh karena otoritas yang tertinggi hanya pada Allah bukan pada
kita. Oleh karena itu kita betanggungjawab untuk memilih norma-norma yang
benar-benar memiliki otoritas Ilahi.
Pemikiran-
pemikiran Allah merupakan pimikiran sang
pencipta. Pemikiran- pemikiran Allah menghasilkan kebenaran yang dipikirkanNya,
tetapi pikiran kita tidak. Dalam pengertian tertentu orang berdosa adalah ‘’
pencipta sekunder’’ yang memili untuk hidup dalam dunia impian yang telah diciptakannya. Orang
percaya juga pencipta sekunder yang mengadopsi dunia Allah sebagai dunianya sendiri. Menjadikan manusia sebagai
pencipta atau menjadi orang yang dapat mengapsahkan sesuatu dalam pengertian
apapun tampaknya dapat menghalangi kualitas dan otoritas Allah yang tertinggi.
Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan bukan hanya memiki ototitas dan
kontrol . Dia juga hadir berdasarkan konvenan-Nya.
(iii)
Wilayah probema
Ada beberapa
wilayah problema. Kita akan melihat bahwa pikiran Allah tidak identik dengan
pikiran kita, dalam hal tertentu dan
sama dengan pikiran kita dalam pengertian tertentu. Beberapa wilayah probema
yang ada yaitu : Apakah kita memiliki ide yang memadai ‘’ tentang Allah? Meskipun Allah tidak dapat dimengerti
setidaknya kita memiliki pengetahuan yang memadai tentang Dia. Dalam teologi
Klastik kata adequario secara umum memiliki arti yang jauh lebih mendalam dari
kata adequate ( memadai) arti kata
mendekati comprehension ( pemahaman).
Apakah kita
mengetahui esensi Allah? dalam berteologi menyangkal bahwa kita mengetahuinya
suda merupakan hal yang umum.
Bavinck
mengatakan Calvin beranggapan bahwa berusaha ‘ menyeliki esensi Allah adalah
spekulasi yang sia-sia. Kita cukup mengenal sifatNya dan mengetahui apa yang
sesuai esensi-Nya. Secara umum esensial adalah kualitas yang mendefinisikan
sesuatu dan membuatnya sebagaimana adanya. Dalam berteologi kita mendefenisikan
pembenaran sebagai impulasi( istilah teologia yang berarti karena kebenaran
Kristus yang diaplikasikan kepada manusia, maka kita dibenarkan oleh Allah )
kebenaran Kristus kepada manusia dan
pengampunan dosa.
Empat kreteria untuk kualitas yang esensial
yaitu :
1.
Kualitas yang esensial adalah kualitas
yang dalam pengertian tertentu nyata dan bukan hanya tampak nyata bahkan
mungkin kualitas yang paling nyata tentang sesuatu.
2.
Kualitas yang esensial adalah kualitas
yang perlu untuk keberadaan sesuatu, dimana sesuatu itu tidak dapat menjadi
sebagaimana adanya tanpa kualitas tersebut.
3.
Kualitas yang esensial tanpak jelas pada
benda yang didefinisikan.
4.
Kualitas yang esensial harus memilki
makna terhadap pemahaman kita kepada hal yang didefinisikan.
Baik keyakinan
manusia maupun keyakinan Allah mungkin secara bersamaan benar. Keyakinan yang
benar berarti keinginan yang tidak menyesatkan. Keyakinan Allah tidak
menyesatkan Dia, dan keyakinan manusia yang benar tidak menyesatkan manusia.
Sebuah proposisi yang benar bagi manusia memainkan peranan yang serupa dalam
kehidupan manusia dengan peranan yang dimaikan oleh preposisi yang benar bagi
Allah dalam kehidupanNya. Jika tidak ada kebenaran atau jika kebenaran menusia
itu benar- benar berbeda, dan tidak aknologis dengan kebenaran Allah. maka tidak
mungkin ada pengetahuan.
Apakah kita mengenal Allah pada diriNya
sendiri, atau kita mengenalnya hanya dengan hubungan antara Allah denagn kita?
Para teolog sering dengan keras menyakal
bahwa kita mengenal Allah pada dirinya
sendiri.
Dalam
pengertian tertentu semua sifat Allah sama pentingnya. Karena semuanya memiliki titik akhir yang
sama dengan menggambarkan keseluran keberadaan Allah sebagai perspektis yang
berbeda . Dalam pengertian lain sulit untuk menentukan apa yang paling penting
bagi pemahaman kita akan Allah, pengertian subjektif yang menimbulkan
pertanyaan mengenai seluruh gagasan hakekat yang muncul saat ini,barangkali apa
yang penting erat kaitannya dengan kebutuhan subjektif kita seperti kaitannya
dengan realitas yang objektif, hakekat dianggap sebagai paradikma objektifitas.
Apa yang kita
ketahui tentang esensi Allah? kita memang mengetahui beberapa
sifat atau kulitas Allah: Allah adalah Roh yang tidak terbatas, kekal dan tak
berubah dalam kebreradaan, hikmat dan sebagainya.sifat- sifat ini nyata.
a.
Meskipun ada perbedaan antara pemilkiran
Allah dengan pemikiran kita, kita tidak berani memperbesarkan perbedaan
sehingga menghilangkan realitas Allah.Ketika kita bicara tentang Allah itu
kekal sebenarnya kita berbicara mengenai Allah yang sesungguhnya, bukan hanya
apa yang hanya nampak kepada kita. Kita
bicara tentang Allah berdasarkan pandangan manusia, tetapi dengan cara yang
benar.Allah jelas telah memberikan kemungkinan kepada kita untuk bicara benar
tentang diriNya.
b.
bukanlah Allah jika Dia tidak kekal.
Kekekalan merupakan kekusussan Allah.
c.
Dalam pengertian yang pokok Allah sendiri
bersifat kekal.kekekalan juga penting bagi pemahaman kita akan Allah.
d.
Meskipun melakukan penilaan tentang apa
sifat Allahyang paling penting merupakan hal yang berbahaya.
Dalam pengertian
lain kita memiliki kehidupan yang oleh kitab suci itu kekal tetapi hal ini
berbeda dengan kekekalan pencipta yang khusus. Semua pengetahuan akan Allah
bersifat Praktis karena kebutuhan itu memenuhi kebutuhan manusia. Pengetahuan
akan Allah dalam kitab suci memiliki cirri ini.Dengan demikian tidak ada
pengetahuan akan Allah pada diriNya sendiri. Dalam pengertian yang tidak logis.
Calvin
sering
mengarahkan seluruh pemikiran kita untuk tunduk kepada Allah dan wahyu. Jika
sebuah istilah memiliki banyak kemungkinan arti, misalnya’ Allah pada diriNya
sendiri. Maka kita harus dengan teliti membedakan artinya untuk menentukan
dalam pengertian apa yang kita dapat. Menerimanya dalam pengertian apa kita
tidak dapat menerimanya.
Pengetahuan akan
Allah secara mendalam dan utuh atau tuntas. Pengetahuan akan esensi Allah.
Pengetahuan akan fakta- fakta tentang Allah, hal ini berati bahwa kita dapat mengenal Allah pada diriNya,
faktanya karena kitab suci mengatakannya.
Pengetahuan akan
Allah sebagaimana Dia adanya. Sebahagian orang berpendapat bahwa karena
pengetahuan kita akan Allah terjadi melalui wahyu dan kemudian pancaindra, akal
dan imajinasi kita, maka pengetahuan itu
tidak mungkin adalah pengetahuan
akan Allah sebagaimana Dia adanya tetapi sebagaimana tampaknya Dia. Jika sebuah
istilah memliki banyak kemungkinan arti, misalnya Allah pada diri-Nya sendiri.
Maka kita harus dengan teliti membedahkan artinya untuk menentukan dalam
pengertian ,apa kita dapat menerimanya.
Apakah bahasa manusia memilki arti yang sama
bagi Allah dan manusia?
Salah satu dari
kesimpulan tersebut adalah bahwa mempelajari arti yang perlu dilakukan secara
bertahap, semakin lama semakin baik.
Tentu
saja Allah tidak secara khusus menyatakan tentang arti kata kepada kita, tetapi
dia mengharapkan kita menggunakan bahasa dengan benar yaitu tulus jelas dan
penuh kasih dengan cara mempelajari bahasa tersebut dalam konteks ciptaanNya .
Pengetahuan
Allah termasuk tentang bahasa manusia secara fundamental berbeda dengan
pengetahuan kita. Apakah ini berati kitab suci tidak jelas atau bahkan tidak
dapat dimengerti dimengerti oleh manusia? Jika hal in benar maka itu berati
kita mengatakan bahawa Allah telah gagal dalam usahanya untuk berkomunikasi
dengan kita. Pernyataan itu tidak benar kitab suci cukup jelas bagi kita,
serhinga kita tidak memilki alasan untuk
tidak mentaatinya. Kita cukup mengenal bahasa kitab suci untuk dapat
menggunakan kitab suci itu seperti yang dikehendaki Allah. Tetapi karena bahasa
manusia sangat kaya dan Karena
pengetahuan Allah tentang bahasa itu menyeluruh dan tuntas,mka kitab suci akan
selalu mengandung arti yang didalamnya melampaui pemahaman kita. Apakah semua
bahasa tentang Allah bersifat kiasan dan bukan harifiah ? Kitab suci
menggunakan bahasa kiasan untuk menggambarkan Allah, misalnya: tangan Allah
,mata Allah dan sebagainya. Beberapa
orang beranggapan bahwa semua bahasa manusia tentang Alllah bersifat kiasan.
Mereka mengatakan bahwa bahasa manusia adalah bahasa bumi yang pada pokoknya
menunjukan realitas yang terbatas dan sementara. Jika digunakan pada Allah maka
bahasa ini harus digunakan secara berbeda dari penggunaannya yang normal yaitu
secara kiasan atau arnologis.
Beberapa masalah
dasar yang perlu dipertimbangkan :
a.
Tingkat pemahaman yang berbeda, bukan
arti yang berbeda. Kebenaran Allah secara secara Siknifikasi berbeda dengan
kebenaran manusia. Namun arti sebuah istilah tidak sama dengan tingkat pemahamannya.
b.
Perbedaan menghasilkan ketidaktetapan.
Ada ketidaktetapan dalam perbedaan antara Pengunaan harafiah dan kiasan.
Pengguanan harafiah dari sebuah istilah merupakan Pengunaan standar atau
utama,namun perbedaan penggunaan stadar dan nonstandar secara tegas tidak selalu mungkin dilakukan.
c.
Bahasa manusia mengacu pada realitas yang
terbatas karena dasar pemikiran ini berasal apa yang
Kita sebut pandangan transendensi non
Kristen yaitu Allah secara tidak jelas menyatakan diriNya dalam ciptaan.
Sedangkan menurut pandangan Kristen Kita harus menyatakan bahwa Allah
menciptakan bahasa manusia demi tujuanNya, yang terutama adalah menghubungkan
kita dengan diri-Nya sendiri. Bahasa rohani merupakan bahasa yang wajar dari
wacana manusia karena Allah sungguh-
sungguh terlibat dalam kehidupan manusia dan benda- benda lain.
d.
Beberapa bahasa Allah jelas dan
harafiah.
Kasih
Allah melampaui pemahaman bahasa kita
tetapi jelas tidak lebih kecil.
Mengatakan bahwa kasih itu dapat diterapkan pada Allah hanya dalam pengertian
figurative berati mengurangi isi dan
tidak menambahkan apapun.
e. Pendapat
Van Til tentang ‘ anologi’ Van Til mengajarkan bahwa Allah itu tidak
anologis, kata Van Til analogis berati
mencerminkan pikiran Allah yang mula-mula.Van Til tidak perna member komentar
terhadap,pertanyaan apakah bahasa tentang Allah dapat bersifat harafiah atau tidak.
f.
Jangan kompromi dal hal Allah dapat dikenali.
Kita harus selalu berhati-hati dalam membedakan pikiran Allah dan pikiran kita
secara tegas, jangan sampai dalam melakukan hal ini kita berkompromi dalam hal
Allah dapat dikenali.
Jhon Murray mengatakan kita
mengenal Allah melalui anologi, tetapi apa yang kita kenal bukan semata-mata
anologi melainkan Allah yang sesungguhNya.
Dalam
pikiran tertentu semua pikiran manusia mencerminkan Allah,hanya pikiran yang
taat dan percaya mencerminkan Allah.Perbedaan ini selaras dengan perbedaan
tradisional yang dilakukan oleh reformed
an tara pikiran yang lebih luas dan lebih sempit tentang gambar Allah.
Pikiran yang tidak percaya tidak menggambarkan kebenatran dan kebaikan Allah
(kecauali secatra ironis )tatapi pikiran ini memang mencerminkan Allah dalam
kepandaianNya.
Apakah isi
pikiran Allah selalu berbeda dengan manusia?
Pengikut Van Tin
mempertahankan bahwa ketika manusia berpikir tentang sekuntum bunga mawar
tertentu sebagai contohnya ‘’isi’’ pikiran nya sangat berbeda dengan isi
pikiran Allah. dalam memilkirkan bunga mawar yang sama adalah salah asumsi
bahwa isi pikiran memilki arti yang sangat jelas dan kemudian dapat diterapkan
dari satu bagian kebahagian yang lainnya.
Dalam pengetian
tertentu penulis perbendapat bahwa Van Til benar, dalam pengertian yang lain.
Clarklah yang benar (a). Isi pikirannya dapat menunjukkan gambar mental. Jika Isi dalam kontroversi tersebut berarti
‘’ gambaran mental’ maka semua argumentasi bersifat spekulatif dan bodoh. Kita
memilki dasar untuk beranggapan bahwa Allah berpikir sebagai gambaran mental
kita meskipun kita dapat berpikir tanpa
menggunakan gambaran mental.Dan meskipun Allah menggunakan ini tidak ada
dasar untuk beranggapan bahwa ganbaran- gambaran Allah itu sama atau pun tidak
sama dengan gambaran kita. (b). Isi dapat menunjukan isi pada objek- objek dari
pikiran.Apabila kita mengatakan bahwa Alah dan manusia memiliki ‘’ isi ‘’ pikiran yang sama berati Allah dan manusia
memikirkan khal yang sama.jika memang ini arti dari isi pemikiran maka jelas
Allah dan manusia memiliki isi pikiran yang sama. (c).Isi pikiran dapat
menunjukkan pada kepercayaan atau penilaan terhadap kebenaran. Tentu saja Allah
dan manusia memiliki isi pikiran yang sama dalam pengertian tersebut. Kitab
cuci mendesa kita agar sependapat dengan penilaian Allah. Konsep Van Til
mengenai penelaran Anologis tidak dapat
dipahami apabila Allah dan manusia tidak memilki kesamaan dalam isi pikiran
ini. (d). Isi juga dapat menunjukan arti
yang berkaitan dengan kata- kata yang ada dalam, pikiran ini. (e).Isi mungkin mngacu kepada ketuhan dan
kelangkapan pemahaman sesorang. Selalu ada perbedaan antara Allah dan manusia
konsep Allah mengenai segala sesuatu lebih kaya dan lebih lengkap dibandingkan
dengan konsep manusia. ( f).Akhirnya isi dapat menunjukan pada semua atribut
pimikiran yang sedang dipertimbangkan . Karena pikiran Allah sepenuhnya
bersifat Ilahi tidak satupun pikiran kita bersifat Ilahi, ada perbebaan dalam
isi pemikiran Allah dan pemikiran kita.
Apa ada
perbedaan kualitataif antara pikiran Allah dan pikiran kita?
Perbedan
kualitatif merupakan pendapat dari kelompok Van Til, yang dikemukakan untuk
melawan kelompok Clark.Di satu pihak Clak berpendapat bahwa hanya ada
perbedaabn kuantitatif antara pikiran
Allah dan pikirann kita. Allah mengetahui lebih banyak fakta dibanding kita. Di
lain pihak Van Til merasa yakin bahwa perbedaan tersebut bersifat Kualitatif.
Apakah perbedaan kualitatif itu? Didefinisikan sebagai perbedaan dalam kualitas.
Gagasan
ini tam,paknya memenuhi artikel- artikel
Halsey Ia terus menurus mengatakan karena saya tidak berbicara tentang
kualitatifmaka pasti menganggap perbedaan yang ada sebagai perpedaan kualitatif. Pandangannya
sama seklai salah.
(2). Pengetahuan
sebagai Hubungan Konvenan
Yang terpenting
adalah kita harus mengetahui bahwa pengetahuan manusia akan Allah berkrakter
konvenan. Seperti juga semua aktivitas manusia lainnya. Mengenal adalah
tindakan hambah konvenan Allah. Hal ini berarti dalam mengenal Allah seperti
dalam setiap aspek kehidupan manusia lainnya kita tunduk pada control dan
otoritas Allah dan berhadapan dengan kehadirannya.
Pengetahuan
hambah adalah pengetahuan akan Allah
sebagai Tuhan dan pengetahuan yang tunduk kepada Allah sebagai Tuhan.
(a). pengetahuan
akan Allah sebagai Tuhan
Mengenal Allah
berati mengenal Dia Tuhan, mengenal namaNya yaitu Yahweh ( kel 14:18; 33:11;
34:9; 1 Raj-Raj 8:43; 1 Taw 28: 6-9; Mz 83: 18; 91: 14; Ams 9: 10; Yes 43: 3;
52: 6, yer 9: 23; 16: 21; 33:2; Am 5: 8). Mengenai Allah sebagai Tuhan mencakup pengetahuan akan kontrolNya.
Pengetahuan akan Allah melalui j\karya -Nya mencakup otoritas-Nya, mengakui
bahwa Dialah otoritas tertinggi dan mengetahui apa yang diperintahkanNya untuk
kita lakukan. Mengenai otoritas Allah juga berate mengetahui bahwa Allah hadir
sebagai pribadi yang mempersatukan kita dalam hubungan konvenan.
(b). Pengetahuan
dan tunduk kepada Allah sebagai Tuhan
Pengetahuan
bersifat konvenan adalah lebih dari sekedar mengatakan ini adalah tentang
konvenan. Mengenal Tuhan tidaklah semata-mata berarti mengetahui ketuhanan
Allah meskipun memang memilkirkan pengertian itu. Pengetahuan itu sendiri
merupakan suatu proses yang tunduk kepada otoritasNya dan kterbuka terhadap
kehadiran-Nya.
(i). Pengetahuan
dibawah kontrol Allah , pertama pengetahuan kita akan selalu didasarkan pada
wahyu.
Jika
pengenalan merupakan akibat dari anugherah penebuasan bagaimana mungkin orang-
orang yang mengalami kelahiran kembali dapat dikatakan mengenal Allah.?
jawabanya ada 2 macam ‘’pengetahuan akan Allah yaitu pengnalan berdasarkan Iman
dan pengenalan dalam ketidak percayaan.
(ii).Tunduk pada
otoritas Allah .
Dalam kitab suci
, pemgetahuan berkait erat dengan kebenaran dan kekudusan (bkd. Efs 4a; 24;
kol 3: 10 ) ,
keduanya selaras ( 1 kor 8 : 1-3 ; 1 Yoh 4: 7). Pengetahuan akan Allah
pengetahuan yang taat. 5 hal penting
antara pengetahuan dan ketaatan. Yaitu :
Pengetahuan akan
Allah menghasilkan ketaatan ( 1 yoh 17: 26; 2 Pet 1;3, 5, 2: 18-20). Semakin
mengenalNya, semakin menaatiNya. Kedekatan Allah dengan Transpformasi kita.
Gambaran alkitab tentang kemuliaan Alah yang ditranverkan kepada umat-Nya, Roh
Nya yang turun atas mereka dan mereka menjadi serupa denagn indikasi gambarNya.
Ketaatan pada
Allah membawa pengetahuan akan Dia ( Yoh 7: 17; Ef 3: 17-19; 2 Tim 2: 25; I Yoh 3: 16 bdk Mz 111: 10; Amsl 1: 7; 15 :
33: 6). Ini merupakan kebalikan dari pengetahuan di Atas ada hubungan sirkular,
antara pengetahuan dan ketaatan dalam kitab suci.tak satupun dari keduanya terjadi
lebih dahulu dari yang lain baik secata temporal maupun secara kausal.
Takut akan Allah merupakan sikap hormat dan
takjub yang mendalam dan secara pasti menimbulkan hasrat untuk melakukan
kehendak Allah.
Ketaatan adalah
pengetahuan dan pengetahuan adalah ketaatan.
Kadang- kadang
istilah pengetahuan juga munsul pada daftar umum kategori yang jelas bersifat
etis ( hos 4:1) dengan demikian dinyatakan bentuk ketaatan. ( Yer 31:31; yoh 8:
55)perhatikan konteks kususnya ayat 19,32,41; 1 kor 2:6; bdk 13-15) dewasa
dalam hal ini merupakan kualitas etis- relegius ( Ef 4: 13 : Fil 3: 8-11; 2 Tes
1: 8; 2 Pet 1: 5; 2: 20).Tanpa ketaatan tidaka ada pengetahuan demikian juga
sebaliknya. Pengetahuan menggambarkan persahabatan antara diri kita dengan
Allah dan ketaatan menggambarkan aktivitas kita dalam hubungan tersebut
Pengenalan
berasal dari anugerah Allah dan menimbulkan lebih bayak anugerah ( kel 33:
13)yang membawa pada pengenalan lebih mendalam.tetapi dalam hal terjadi
permulaan yng sepihak anugerah terjadi
lebih dahulu dari pengenalan dan bukan sebaliknya.
F
Gerald dawning menyamakan penngenalan dengan ketaatan sedemikian rupa sehingga
Ia sesunggunya menyangkal penyangkalan akan Allah yang suda dinyatakan
dalam pengertian konseptual dari pengenalan tersebut.
Ketaatan
merupakan kreteria pengetahuan. Untuk dapat mengenal Allah tidak hanya
memberikan ujian tulis kepadanya, tetapi menyeliki kehidupannya. Ateisme
merupakan pandangan yang bukan hanya bersifat
praktis. Penyangkalan terhadap Allah dapat dilihat dalam kehidupan
sesorang yang telah cemas oleh dosa( Mz
10:1; 14: 1-7; 53). Alasan utama dari dari hal ini adalah Allah adalah Allah
yang nyata, hidup, dan benar,Dia bukan Allah yang abstak sehingga bukan hanya
berteori tentang Allah, tetapi Allah terlibat secara mendalam dalam kehidupan
kita. Kata Aku dinyatakan oleh Yahwe yang menunjukan kehadiranNya.
Francis
Scheffer
mengatakan Dia adalah Allah yang selalu siap menolong. Keterlibatan kita
denganNya adalah keterlibatan Praktis kita hanya melewati aktivitas teoris
melaikan seluru kehidupan kita.
Pengetahuan itu
sendiri harus didapatkan melalui
ketaatan. Ketika kita dengan taat berusaha
untuk mengenal Allah kita mengetahui hal yang mendasar yaitu :
pengetahuan Kristen adalah pengetahuan diatas otoritas tertentu.
Bagi orang
Kristen alkitab harus menjadi presuposisi yang tertinggi. Doktrin preposisi ini
hanya mengaskan ketuhanan Kristus atas pikiran manusia.Pernyataan apapun yang
mengimapang dari ini tidaka akan dapat diterima olehNya.
(iii). Pengetahuan
yang diperhadapakan pada kehadiran Allah.
Seorang beriman
harus mengetahui fakta -fakta tertentu tentang Allah, misalnya siapa Allah dan
apa yang telah dilakukan-Nya.
C.
PENGETAHUAN ORANG TIDAK PERCAYA.
Jika
pengetahuan akan kitab suci tidaka hanya mencakup pengetahuan faktual tetapi
juga merupakan: (1). Anugerah penebusan Allah, (2). Ketaatan kepda konvenan
Allah, dan (3). Keterlibatan Allah yang penuh kasih dan bersifat pribadi,
bagaimana mungkin yang tidak percaya mengenal Allah? menurut kitab suci orang
tidak percaya memang mengenal Allah.( Rm 1:12) tetapi bagaimana mungkin hal ini
akan teerjadi? Kitab suci juga mengatakan
kepada kita bahwa orang tidak percaya tidak mengenal Allah. Dengan
demikian jelas bahwa dalam pengertian tertentu mereka mengenal Allah dan dalam
pengertian lain mereka tidak mengenal Allah.
Persamaan :
pengetahauan orang yang tidak percaya sama dengan orang percaya.Bedasarkan
penelitian bagian akhir dari dari besar kita dapat mengatakan bahwa (1). Allah
dapat dikenal, tetapi tidak dapat dipahami secara tuntas baik orang percaya
maupu orang tidak percaya. (2).dalam kedua hal ini pengetahuan ini dapat
digambarkan sebagai pengetahuan konvenan , baik orang percaya dan orang tidak
percaya tahu tentang control, otoritas, dan kehadiran Allah. orang tidak
percaya dan orang percaya sama- sama memilki pengetahuan terhadap Allah sebagai
Tuhan.Dan kedua bentuk pengetahuan ini tunduk pada control, otoritas, dan
kehadiran Allah. Baik tidak percaya maupun percaya mengenal Allah semata- mata
berdasarkan inisiatif Allah meskipun Ia menolak untuk taat kepada otoritas
tersebut. Pengetahuan bukan semata-mata pengetahuan akan Allah sendiri (Rm 12:1).Ini merupakan
konfondansi tentang Allah, meskipun ia mengalami murka Allah ( Rm 1: 18), dan
bukan berkat penebusanNya (bkd. Kel 14:4), dimana pengetahuan orang mesir
akan Allah terjadi ditengah- tengah
pengalaman hukuman.
Tentu
saja orang tak percaya juga mengalami ‘’ anugerah Allah yang bersifat umum ( mat 5: 45; kis 14: 17) yaitu kebaikan Allah
yang tidak dimasudkan untuk penebusan, tetapi digunakanNya untuk membawa
manusia dengan penuh kasih penuju pertobatan dan iman.
Perbedaan:
Pengetahuan orang yang tidak percaya menunjukkan : (1). Tidak adanya anugerah
keselamatan, (2). Ketidaktaatan, (3). Tidak adanya berkat penebusan. Bagaimana
perbedaan ini mempengaruhi kesadaran
orang tidak percaya dan ekspresi dari kesadaran tersebut pada waktu ia hidup,
membuat keputusab, berargumentasi, berfilsafat, terteologi ?
Wahyu tidak
menimbulkan pengaruh apapun pada orang tidak percaya.
Kita mungkin
akan mengatakan bahwa pengetahuan orang tidak percaya yaitu semata-mata
terwujud dalam fakta bahwa ia dikelilingi oleh wahyu Allah, walaupun wahtu itu
tidak menimbulkan pengaruh sama sekali pada kesadarannya. Dalam pengertian
tertentu Allah menyatakan diriNya kepada setiap orang. Wahyu Allah secara
mutlak tidak berpengaru pada pemikirannya. Pandangan ini tidak cukup dengan
alasan berikut : (1). Allah mengatakan diri-Nya kepada manusia yang berdosa
tetapi tentu kita tidak dapat mengatakan
bahwa orang berdosa mengetahui pikiran akan
Allah. Tetapi kitab suci mengatakan bahwa orang tidak percaya mengenal
Allah. (2). Kitab suci mengatakan bahwa orang tidak percaya, bahkan iblis terus-
menerus berinteraksi dengan wahyu Allah. Allah bukan hanya dinyatakan kepada
mereka tetapi tampak jelas (Rm 1: 20), mereka mengenal Allah(Rm 1:21) dan
mereka mereka menggantikan kebenaran Allah
dengan dusta( Rm 1: 23,25). Bagimana mungkin seorang dapat menggantikan
sesuatu yang tidak pernah masuk pikirannya? Menurut kitab suci orang tidak
percaya juga mengatakan hal yang benar tentang Allah.
.Dalam
Rm 1: 28 mengemukan hal berikut ini: orang tak percaaya tidak ingin menerima
Allah dalam pikirannya, karena itu dalam pikirannya tidak ada Allah.Tetapi kata
epignosei dalam bahasa yunani bukan semata-mata berate pikiran dan bagaimanpun
penolakan yang digambarkan dalam ayat ini merupakan tindakan sengaja yang
mengasumsikan adanya pengenalan akan akan Allah, orang tak percaya itu menolak
sesuatu yang dikenalnya.
ALLAH
DAN DUNIA.
Hukuman
Konvenan : Tidak ada
perbedaan penting antara mengetahui otoritas Allah dengan mengetahui hukum
Allah.Dalam pengertian yang penting, sesungguhnya firman Allah (demikian juga
hukum Allah, sebuah bentuk dari firman) besifat Ilahi. Firman Allah bersifat
Ilahi. ( kej 18:14; Mz 19 : 7, dsb ), berfungsi sebagai objek ibadah, ( Mz 9:
2; 34:3; 56: 410, 68: 4; 119: 120, dsb). Dan disebut sebagai Allah ( Yoh 1: 1;
Rm 10 : 6-8, bkd Ul. 30: 11 dsb).
Kita tidak
mungkin mengenal Allah tanpa Firman- Nya, dan Kita mungkin mengenal firman
Tuhan tanpa mengenal Allah.
Pengetahuan
tentang otoritas, kontrol dan kehadiran Allah mencakup pengetahuan tentang
hukum, dunia dan diri kita sendiri. Ketiga unsur ini patut dianalisa.
Mengetahui Allah berarti mengetahui hukumNya.Allah
sendiri selalu merupakan hukum bagi semua keberadaan kecuali diriNya. Menjadi
Tuhan berati menjadi pemberi dan pelaksana tertinggi dari semua hukum.Karena
itulah kitab suci menyebutkan natur Allah sebagai Firman, sebagai nama dan
sebagai terang. Menaati hukum berati menaati Allah sendiri. Hukum Alah bersifat
Ilahi, baik dalam otoritas, kuasa, kekekalan, dan kefinalannya. Kita tidak
mungkin mengenal Allah, tanapa mengenalNya
sebagai hukum. Hukum Allah merupakan hukum penciptaanNya. Dan hukum tersebut
dinyatakan kepada kita melalui beberapa media ciptaan, yaitu alam sejarah, hati
nurani, penampakan Allah, nubuat, kitab suci. Hukum dalam bentuk - bentuk ini
tidaklah kurang bersifat Ilahi dalam identitas esensialnya dengan Allah. Mengetahui tentang Allah mencakup mengetahui
hukum- hukumNya dan menaatiNya. Mengetahui tentang Allah ( dalam pengertian
yang sepenuhnya)berati mengenal Allah dalam ketaatan , mengenalNya sebagaimana
Dia ingin di kenal. Dan ada hukum- hukum Ilahi yang mengatur pengetahuan itu. Dengan
demikian Epistemologi memberi tahu kita apa yang harus kita percayai, bagaimana
seharusnya kita berpikir, dasar- dasar kebenaran apa yang kita terima.
Keharusan- keharusan ini merupahkan keharusan yang bersifat etis.
Dunia
dan Studi Kita :
Mengenal Allah
berarti mengenal duniaNya karena beberapa alasan berikut
Sebagaimana
mengenal otoritas Allah mencakup pengetahuan akan hukumNya, demikian juga
mengenal Kontrol Allah mencakup pengetahuan akan karya- karya Nya yang besar
yaitu karya penciptaan, pemeliharaan, dan penebusanNya. Dunia merupakan Karya
Allah yang besar, dan seluruh jalannya alam dan sejarah juga termasuk dalam
karya ini.
Kita mengenai
Allah melalui dunia, Seluruh peristiwa, Nabi, Kitab Suci, atau melalui mata
atau telinga manusia. Kita tidak akan mengetahui apapun tanpa Allah tanpa
sekaligus mengetahui sesuatu tentang dunia. Allah ingin umatNya menerapkan
FirmanNya, pada situasi mereka sendiri, dan secara tak langsung hal ini menyatakan bahwa, Dia ingin mereka
memahami situasi mereka sendiri. Kita mendapat Firman Allah dan mempelajari dunia
ini,jadi untuk mengenal Allah dalam ketaatan, kita juga harus mengetahui
sesuatu tentang dunia ini. Kita tidak mungkin mengenal dunia tanpa mengenal
Alah. Meskipun Allah bukan bagian dari penciptaan, dalam pengertian tertentu
Dia merupakan bagian dari dunia. Allah merupakan fakta yang paling pokok dari
pengalamn kita. Allah hadir dan dekat dengan dunia yang telah diciptakanNya.
Diri
Kita Sendiri
Calvin
menyatakan bahwa pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri sendiri
saling berkaitan. Kita mengharapkan
Calvin sebagai penganut Calvinisme yang baik )akan menambahkan kedua
pengetahuan tentang Allah terjadi lebih dulu, tetapi yang luar biasa adalah
Calvin menyatakan bahwa Ia tidak tahu mana yang terjadi lebih dulu Cara terbaik
untuk memandang masalah ini adalah bahwa pengetahuan akan Allah maupun diri
sendiri tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan akan yang lainnya, dan
pertumbuhan pada satu pihak akan selalu di ikuti oleh pertumbuhan pada pihak
lain. Kita dapat mengenal diri kita dengan benar sebelum kita dapat melihat
diri kita sebagai gambar Allah yaitu manusia yang jatuh tetapi diselamatkan
oleh kasih karunia. Kita tidak mungkin mengenal Allah dengan benar sebelum kita
berusaha untuk mengenal Allah dengan menempatkan diri kita sebagai makluk atau
hambah. Kedua pengehauan ini terjadi dan bertumbuh secara bersamaan.
HUBUNGAN
ANTARA OBJEK- OBJEK PENGETAHUAN.
Pengtahuan akan
Allah melibatkan , pengetahuan akan hukumNya, dunia, dan diri kita sendiri.
Ketiga bentuk pengetahuan diatas saling mencakup karena adanya kaitan antara
ketiganya dengan rencana Allah.
(1).
Hukum Dan Dunia
a. Hukum
dibutuhkan untuk memahami Dunia.
Semua
pengetahuan Kita tunduk pada hukum , dengan demikian seluruh pengetahuan akan
dunia
( benda- benda ‘ fakta) tunduk kapada norma-
norma firman Allah. Hukum itu sendiri merupakan suatu fakta mengatur penafsiran
kita , tentang fakta- fakta lain,( bagian dari pengalaman harus diperhatikan
dengan teliti). Hipotesa atau penafsiran yang didasarkan pada ketelitihan analisa
dan ternyata ditemukan bertentangan dengan kitab suci, tetapi tidak diterima
dalam pemikiran Kristen. Dengan menolak hukum, orang tidak percaya telah
menafsirkan fakta- fakta secara salah.
Dunia dibutuhkan
untuk memahami Hukum.
Allah menyatakan
kukum- hukumnya melalui dunia dan pernyataan alam, seperti yang dikatakan dalam
Rm 1:32. Hukum dinyatakan melalui alam tidak melanggar hukum kitab suci; kitab suci cukup untuk
menyatakan kehendaka Allah ( 2 Thim 3: 17). Tetapi melalui media berbabagai
media yang berbeda orang tidak memilki kitab
suci juga bisa mengenal hukum- hukum Ilahi yang pada dasarnya sama
dengan terdapat dalam kitab suci. Tetapi dunia membantu kita untuk memahami
hukum dan pengertian yang lain .
Allah menyatakan
hukumNya untuk dimanfaatkan dan diterapkan pada berbagai situasi dalam
kehidupan manusia, untuk dapat menggunakan hukum tersebut kita memerlukan
pengetahuan akan dunia. Jadi mengenal dunia menyakut pengetahuan akan hukum-
hukumnya. Hukum Allah merupakan fakta dan faktanya adalah hukum.Mengenal hukum
sama artinya dengan mengetahui fakta. Kedua proses ini dipandang dari prefektif
yang berbeda. Jika kitab suci diterapkan pada dunia dan dunia pahami
berdasarkan terang Kitab Suci, maka tidak aka nada konflik dan hukum, keduanya
akan menjadi satu.
Orang
Nonkristen kehilangan fakta- fakta dan hukum
Apa yang benar
bagi Kristen , tidak benar bagi orang
nonkristen. Karena kurang percaya pada alkitab, , para filsuf nonkristen terus
menerus merusaha mendapatkan dasar lain untuk suatu kepastian seringkali
melalui fakta dan hukum. Van Til mengatakan banyak ahli khususnya dari tradisi
empiris telah berusaha menentukan dalam fakta semacam sebuah dasar dimana
diatasnya dibentuk semua bentuk pengetahuan .
(2).
Dunia dan diri sendiri
a.
Pengetahuan Diri dan pengetahuan tentang dunia saling berkolerasi.
Manusia
adalah makluk ciptaan Allah karena itu
merupakan bagian dari dunia. Kita termasuk fakta-fakta yang harus kita pelajari. Dan sebagian dari
sistim fakta yang diciptakan itu ,kita mengenal diri kita sendiri ketika kita
berinteraksi dengan pribadi yang lain dan benda- benda, khususnya dengan Allah
dan firman-Nya, dan juga dengan makluk ciptaan lain. Adanya pikiran murni
tentang diri sendiri tanpa hal yang lain. Pikiran murni tentang diri sendiri,
pikiran yang hanya berisi tentang diri sendiri tanpa hal lain.Semua pengetahuan
merupakan pengetahuan tentang diri, tentu saja tidak seperti Allah pengetahuan
kita tidak penjadi tolak ukur bagi dirinya sendiri secara mutlak, pengetahuan
kita dibuktikan atau dibenarkan oleh pengetahuan Allah yang sudah ada
sebelumnya, pengetahuan Allah akan dirinya sendiri itu lengkap dengan
sendirinya.Allah mengetahui segala hal dan rencana- rencanaNya sendiri. Mereka
bukan Allah karena itu tidak mungkin ada secara mandiri , pasti ada eksistensi
lain selain dirinya. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bukan hanya objek
yaitu sebuah benda diantara banyak benda lain.Diri dan dunia itu berbeda,
mengetahui diri dan mengetahui dunia pada akhirnya identik.
b.
Fakta dan Penafsiran- penafsiran Tidak Terpisahkan
Perbedaan antara
Fakta dan penafsiran harus dipikirkan kembali berdasarkan tetang kitab suci.
Dalam filsafat
kata fakta itu sendiri sering dianggap senagai semacam realitas tang sama
sekali tidak dapat ditafsirkansecara Ilahi maupun manusiawi dan semua usaha
untuk menafsirkan secara Ilahi ataupun manusiawi dan semua usaha untuk
menafsirkan akan diuji realitas tersebut.
Dasar kekeristenan dan seluruh pemikiran adalah wahyu Allah. ‘’ Fakta’’
adalah fakta dari wahyu tersebut, ditafsirkan oleh Allah, tak ada fakta yang
terlepas dari penafsiran ini.
(3).
Hukum Dan Diri : Diri ( manusia) bukanlah hukum, demikian pula
hukum bukanlah diri, tetapi mengetahui tentang diri sendiri dan mengetahui hukum pada dasarnya merupakan
proses yang sama, Karena kita tidak mungkin mengetahui yang satu tanpa mengetahuan yang lain. Diri
dan hukum ditemukan pada saat bersamaan
karena masing- masing penting untuk memahami yang lainnya. Hukum Allah tertulis
dalam diri kita karena kita adalah
gambar Allah. Dengan demikian Kita semakin lama semakin menjadi sumber
dari wahyu Allah baik bagi diri kita maupun untuk orang lain.
Perspektif
: Etika
Nonkristen cendrung memutarbalikan atau menghilanghkan salah satu faktor,
karena etika tersebut berusaha mendapat acuan mutlak diluar wahyu Allah karena
etika tersebut tidak memiki sumber- sumber untuk menuntukan bagaiamana semua faktor
ini dapat bekerjasama. Sebaliknya etiak Kristen harus menyemukan hukum,
situasi, dan subjek etis dalam kesatuan organik. Ketiga unsur ini merupakan ‘’
persektif’’ satu terhadapat yang lain, dan secara menyeluruh.
Perspektif
normatif
: mempelajari kitab suci sebagai hukum moral yang diterapkan pada situasi dan
manusia, tanpa penerapan hukum tidak dinyatakan apapun.
Perspektif
Situasonal
: Mempelajari dunia ini melakukan tindakan etis,kususnya dalam situasi- situasi
yang kita rasakan problemalitas. Persektif Situasonal menerima uraian alkitab
tentang dunia dan realitas manusia di dunia.
Perspektif
Eksternal:
mempelajari subjek etis, yaitu dukacitanya, kebagiaannya, kemampuannnya membuat
keputusan, sebagaimana ditafsirkan oleh
kitab suci dalam konteks lingkup situsionalnya.
Persektif yang
sama sehubungan dengan epistemologi.
Persektif
normatif mmemusatkan perhatian kepada otoritas Allah sebagaiman di
ungkapkan melalui hukumNya. Otoritas
Allah tersebut terbukti dengan sendirinya dan tidak dapat diuji dengan kreteria
yang lebih tinggi.
Perspektif
Situasonal:
Memusatkan perhatian pada hukum yang dinyatakan baik yang dikatan oleh kitab
suci maupun ciptaan secara umum.Allah memerintah kita untuk memahami ciptaan dengan baik agar dapat menerapkan kitab suci
pada seluruh bidang kehidupan.
Perspektif
eksistensial : memusatkan perhatian pada hukum yang dinyatakan
melalui manusia dan gambar Allah. Kita akan mengetahui hukum Allah dengan baik,
sementara kita mulai mengenal diri kita sendiri dengan baik.
Pengetahuan
manusia dapat dipahami dengan tiga cara
: sebagai pengetahuan akan norma Allah, pengetahuan akan situasi kita, dan
pengetahuan akan diri kita sendiri , tak satupun diantaranya dapat dicapai
dengan cara memuaskan tanpa yang lainnya. Masing- masing unsur mencakup yang lainnya. Karena masing-masing
unsur merupakan sebuah persektif
pada keseluruhan pengetahuan manusia.
ALLAH
DAN STUDI- STUDI KITA TEOLOGI
Teologi sering disamakan dengan pengetahuan tentang Allah .
Defenisikan
Teologi sebagai penerapan firman Allah oleh manusia, dalam seluruh bidang
kehidupan. Jika seorang ngin mendefinisikan
Teologia sebagai hukum tentang Allah atau situasi tentang aspek iman
dari keberadaan manusia (Dooyeweerd) .
Secara umum Teologi mengacu pada studi, pengetahuan
pembicaraan, pengajaran, dan pelajaran tentang Allah.
Schleirmacher
:
Mengatakan doktrin Kristen
merupakan penjelasan kasih kristiani
yang diungkapkan melalui bahasa.
Charles
Hodge
teolog reformed besar abad
kesembilan belas dari Princoten Teological seminary, berpendapat bahwa teologi
diperlukan untuk menempatkan kebenaran kitab suci dalam bentuk lain. Kitab suci berisi fakta- fakta tersebut .
Teologi Hodge
adalah uraian kata- kata kitab suci dalam susunan dan hubungan yang tepat
termasuk prinsip- prinsip atau kebenaran umum yang terdapat dalam fakta- fakta
itu sendiri dan menyatukan melaraskan keseluruhannya. Berbeda dengan
Shleiermacher, Hodge tidak cukup puas hanya dengan menggambarkan keadaan
subjektif manusia, Ia ingin agar Teologia menjelaskan kebenaran yang akan
terlepas dari perasaan kita yaitu kebenaran objektif. Hodge lebih dekat pada
kebenaran dibandingkan Schleiermacher, karena Hodge memiliki krprihatinan untuk
membedakan yang benar dan yang salah dalam Teologi dan menetapkan kebenaran
berdasarkan kitab suci. Meskipun rumusan Hodge menimbulkan banyak masalah.
a.Teologi dan Pengetahuan alam: Hogle membuat terlalu banyak kepalalehan
antara Teologi dan Ilmu pengetahuan alam. Memang benar ada bayak fakta dalam
alkitab yang seharusnya diselidiki oleh para teolog. Alkitab adalah bahasa.
Alkitab menjelaskan dirinya sendiri. Alkitab bukan saja telah ditafsirkan
terlebih dahulu oleh Allah ( seperti semua fakta yang lain),Alkitab juga
menasirkan fakta- fakta nya sendiri. Tugas seorang Teolog bukan menjelaskan
penjelasan yang pertama ataupun yang
definitis dari kitab suci dalam bahasa manusia. Mengapa? Karen akitab suci
telah melakukan hal ini. Jadi apoa tugas
seorang teolog ? Jika Ia ingin menjadi seorang ‘’ peniliti ilmiah kitab suci ‘’
lebih banyak lagi yang perlu dijelaskan tentang bagaimana metode ilmiahnya
berbeda dengan metode- metode ilmu pengetahuan yang lain.
Intelektual
dan Teologi
Hogle
juga membuat kesalahan dalam hal pengarahan yang terlalu itelektual dari
teologi, karena Ia agak disesatkan oleh anologi teologi dan ilmu pengetahuan.
Ia memandang teologi secara luar sebagai penerapan dari stuktur teori , uraian
fakta dan pernyataan perinsip atau
kebenaran umum yang tepat. Mengapa teologi harus dipandang berdasarkan istilah
akademis semacam itu? Kita suci bukanlah sekumpulan pernyataan tentang fakta , juga penuh dengan bentuk
bahasa yanga lain : perintah pernyataan, janji, kesaksian puisi, amsal, dll.
Tujuan kitab suci tidak hanya memberi sebuah
daftar tentang hal- hal yang harus
kita percayai tetapi mendorong kita, memerintah kia, mengilhamkan
imajinasi- imajinsi kita, menanamkan pujian- pujian dalama hati kita,
mengajulkan pernyataan kepada kita, menguduskan kita dll.
Seorang teolog
beragumentasi Teologi harus menyatakan
isi kitab suci, seperti khobah harus memperhatikan aspek- aspek lain dari kitab suci.
Kitab
suci, Fakta- fakta, susunan dan Reaksi- reaksi.
Kitab
suci adalah bahasa yang memiliki susunan
rasionalnya sendiri memberikan uraian dan analisi tentang fakta- fakta
penebusan secara sempurna, normative dan rasional.
Tugas Teologi
adalah : (1) Menolong orang lain mengerti alkitab secara lebih baik, bukaanya
member semacam gambaran yang sempurna secara absrak tanpa mempedudikan orang
dapat memahami atau tidak (2) Mengajar
orang tentang kebenaran Allah. Meskipun kitab suci itu jelas , karena berbagai
alasan orang tidaka dapat mengerti dan menggunakannnya dengan benar.
Teologi
dibenarkan tidak hanya melalui
hubungannya dengan kebenaran jika ini kreterianya, maka Teologi dinilai
berdasarkan pertolongan yang diberikannya kepada manusia dan kesuksesannya
dalam menolog manusia untuk menerapkan kebenaran.
Jika Teologi merupakan sebuah disiplin ilmu
yang murni dan objektif dimana para ilmuwan dapat menemukan kebenaran
sebagaimana adanya terlepas dari kebutuahn manusia , maka mereka mau tak mau
akan bersaing dengan kitab suci. Mereka mencari formulasi yang lebih baik dari
pada isi kitab suci sendiri. Kebenaran
objektif murni atau fakmta tanpa
penafsiran ( brute factc)
itu tidaka ada. Bahkan teologia kita sama sekali bukan rumusan kebenaran
terbaik untuk manusia pada semua waktu
dan tempat.
(
3). SEBUAH DEFINISI KONVENANTAL
Mendefinisikan
teologi sebagai penerapan firman Allah oleh manusia dalam segala bidang
kehidupan. Aplikasi sebagai kebenaran dalam pengertian konvenan baru, sebuah
konsep dalam beberapa terjemahan digambarkan dengan kata doktrin. Pengajharan
dalam konvenan baru adalah pewayuan
Allah untuk memenuhi kebutuhan rohani manusia, untuk meningkatkan kekudusabn
dankesehatan rohani.
FILSAFAT
DAN ILMU PENGETAHUAN :
Sukit
membedakan
antara Teologi Kristen dan filsafat Kristen, ,. Filsafat umum dimengerti
sebagai usaha untuk memahami dunia dalam pengertian yang paling umum dan luas.
Filsafat menyakutb metafisik atau antologi ( ilmu mempelajari keberadaan)
epistemology ( ilmu ysng mempelajari pengetahuan)dan teori nilai (etika,
estetika,). Jika seorang bermaksud untuk mengebangkan filsafat yang benar- benar kritisni , pasti
Ia akan melakukannya di bawah otoritas kitab suci, dan selamnjutnya menerapkan
kitab suci, pada masalah filsafat. Jadi filsafat Kristen adalah bagian dari berteologi.
Perbedaan
teolog Kristen dan filsuf Kristen yaitu
:
Filsuf
Kristen
mengunakan waktu lebih bayak untuk mempelajari wahyu yang berkaitan dengan alam dibanding para teolog, sedangkan
teolog menghabiskann lebih banyak waktu untuk mempelajari kitab suci. Teolog ,mencari formulasasi yang
merupakan penerapan kitab suci, dan karenanya berotorita mutlak.
b.
Ilmu Pengetahuan
Para ilmuan mempelajari benda- benda
ciptaan di berbagai bidang,. Seorang
ilmuan Kristen akan melakukannya dibawah otoritas firman Allah dan demikian sering berteologi menerapkan
(kitab suci).
Sejauh ilmuan itu konsisten dengan komitmen Kristennya, Ia akan mengasumsikan
kebenaran pengajaran kitab suci, dalam studi nya tentang alam ini, kususnya
dalam hubungannnya dengan pekerjaannya sebagai seorang ilmuwan.
APOLOGETIK
: Apologetik
didefinisikan sebagai penerapan kitab suci terhadap ketidak percayaan dan dalam
hal ini dapat dipandang sebagai bagian dari teologi. Apologik menjadi bagian
dari teologi bukan dasar yang netral untuk berteologi. Jila apologetic tidak
netral maka tidaka da alasan khsus untuk mengatakan bahwa apologetik itu
memberikan dasar atau ba presuposisi bagi
teologi. Teologi memberikan presuposisi untuk apologika.Teologi
memformalisasikan kebenaran yang harus dipertahankan oleh apologis dan menggambarkan
semacam penalaran yang harus dipraktikkan oleh apologis. Selama apologis (
dengan penalaran yang tidak netral) menyatakan kebenaran keberadaan Allah dan
otoritas kitab suci). Yang terbaik adalah mengatakan bahwa dasar teologi adalah
firman Allah.
LAMPIRAN A :
PERSPEKTIVALISME
Pengetahuan
tentang hukum Allah mengemukan pendapat bahwa pengetahuan tentang hukum Allah,
dunia, dan diri sendiri salaing bergantung pada akhirnya sebenarnya identik.
Kita memahami hukum Allah dengan mempelajari kaitannya dengan dunia dan diri
sendiri, aplikasinya, sehingga Arti dan aplikasi pada akhirnya sebenarnya
identik. Dengan demikan semua pengetahuan merupakan pengetahuan tentang Allah.
Semua pengetahuan juga merupakan pengetahuan kita ( tentang Allah maupun dunia )
terjadi melalui media yang diciptakan. Ketiga jenis pengetahuan ini identik
tapi berkaitan secara spektical’, ketiganya mengggambarkan pengetahuan yang
sama diapandang dari prespektif yang berbeda. Dalam iman reformet bahwa alam
adalah wahyu yang diterima sangat serius. Karena Allah berdaulat dan hadir maka
segala sesuatu menyatakan Dia. Dalam teologi Reformed mengunakan sepenuhnya
konsep alkitabiah tentang gambar Allah,
yaitu bahwa manusia menyatakan wahyu.
LAMPIRAN
B : ENSIKLOPEDIA
Ensiklopedia
ilmu pengetahuan berusaha mengatakan
pokok pembahasan yang tepat dari masing-
masing ilmu pengetahuan dan hubungan dengan ilmu pengetahuan lainnnya.Yang
penting adalah semua didasarkan pada kebenaran kitab suci dan selain itu semua
ilmu pengetahuan berkaitan dengan baik. Jika kitab suci merupakan otoritas kita
, kita tidak perlu merasa takut akan fleksibelitas dalam bidang ini.Kitab suci
memberikan kepada orang percaya pandangan menyeluruh yang melampaui batas-batas
antar bidang.
LAMPIRAN C ARTI :
Moris mendefinisikan
sikatis sebagai studi mengenai hubungan singtatis antara lambang- lambang
terlepas dari hubuangan antara lambang dengan objek atau penafsir. Sinapsis
membahas hubungan antara lambang dengan rancangan dengan objek yang mungkin dimaksudkannya.
Arti adalah aplikasi, secara ringkas adalah sebagai berikut: Mengajukan
pernyataan tentang arti sebuah pernyataan berarti mengajukan pernyataan tentang penerapannya. Seperti arti adalah
aplikasi, demikian pula apalikasi adalah arti. Beberapa orang merasa uraian ini
terlalu subjektif dan ingin agar menjadi dasar yang objektif untuk semua
aplikasi. Subjektifitas semacam ini secara khusus tampak jelas dalam konteks.
LAMPIRAN D :
FAKTA DAN PENAFSIRAN
Fakta
berarti sebuah keadaan, kedaan bukanlah
benda. Fisafat juga merupakan bentuk singkat pernyataan fakta. Beberapa bentuk
bahasa- kalimat dan klausa yang bersifat idikatif, mengatakan bahwa demikianlah
keadaan yang terjadi. Fakta dan penafsiran adalah satu.
JUSTIFIKASI
PENGETAHUAN
Problema dari
justifikasi
Apakah
pengetahuan membutuhkan justifikasi?
Dalam
pengertian Intelektual pengetahuan ini
didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar yang dijutifikasi.
Pengetahuan akan Allah dalam kitab suci
mencakup kepercayaan yang memilki dasar Justifikasi. Menurut kitab suci iman
bukanlah melompat dalam kegelapan
melainkan didasarkan atas pernyataan
yang jelas tentang diriNya sendiri
melalui alam, manusia dan alkitab.
Justifikasi merupakan unsur yang penting dari pengetahuan Epistemologi
bermanfaat membuat kita menyadari alasan kita mempercayai apa yang kita
perrcayai.
PERSEKTIF-
PERSPEKTIF DALAM JUSTIFIKASI.
Semua
pengetahuan adalah pengetahuan tentang diri , dan semua pengetahuan itu adalah
pengetahuan tentang diri dan semua
pengetahuan itu adalah pengetahuan
tentang standar Allah.Perbedaan ini kemudian menghasilkan perspektif dalam hal
pengetahuan.
Persektif
Eksistensial menjelaskan seluruh pengetahuan sebagai pengetahuan
akan diri , persektif situasional sebagai pengetahuna akan dunia, dan
perespektif yang masing- masing menguraikan seluruh pengetahuan. Jika kita
mungkin mengalami Justifikasi dari
pengetahuan (normatif ) kecuali kita
juga mengalami sesuatu tentang dunia ( situsional ) dalam diri kita
sendiri( eksistensial ). Wahyu Allah yang normatif sampai kepada kita
melalui setiap objek dan subjek itu
sendiri dalam pengertian tertentu bersifat normative, pengetahuan harus
menggambarkan objek yang benar, dan harus disesuaikan dengan subjeknya. Karena
itu meskipun justifikasi pengetahuan
berfokus pada persektif normatif justifikasi harus memperhatikan fungsi
normative dari ketiga perspektif jika kita akan membedakan justikasi :
Justifikasi
normantif
akan menjamin sebuah kepercayaan dengan cara menunjukan bahwa kepercayaan itu
sesuai dengan hokum pemikiran, berate hukum Allah dalam pikiran manusia.
Justifikasi
sitiosional akan menjamin sebuah kepercayaan dengan cara menunjukan bahwa kepercayaan tersebut sesuai dengan bukti,
misalnya : fakta- fakta penciptaan wahyu alam yang ditafsirkan sesuai dengan
kitab suci.
Justifikasi
esistensial akan menjamin sebuah sebuah kepercayaan dengan
menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi segala kebutuhan subjek sebagaimana
dijekaskan melalui l\kitab suci.
C.
ETIKA DAN PENGETAHUAN : Perspektif normatif dari pengetahuan
sebenarkan kita menanyakan apa yang seharusnya kita percayai berdasarkan norma-
norma yang dinyatakan Allah .
Perspektif
situasional dari pengetahuan , sebenarnya kita bertanya kepercayaan apa yang
paling mendorong kita menuju kerajaan Allah. Dan ketika kita menyelidiki
perspektifesistensial dari pengetahuan, kita sebenarnya menanyakan kepercayaan
apa yang paling saleh dan timbul dari maksud hati yang paling tulus.
D.
EPISTEMOLOGI TRADISIONAL : Kecendurungan yang muncul sepanjnjang
secara epimologii dan mempengarui pemikiran orang Kristen maupun nonkristen:
(1) Rasionalisme atau priorisme: adalah
pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan manusia mengasumsikan adanya prinsip-
perinsip tertentu yang dipahami terlepas
dari pengalaman- pengalaman penca indra dan prinsip- prinsip itulah yang
mengatur pengalaman panca indra kita.
(2) Emperisme adalah pandangan yang mengatakan
bahwa tidak ada kebenaran objektif yang
ada hanyalah kebenaran bagi subjek yang
dibuktikan oleh kreteria internal subjek itu sendiri.
(3)
Kecenderungan ini sesacara beurutan sesuai dengan perspektif normative,
sitiosional, dan esistensial.
PERSPEKTIF-
PERSPEKTIF DARI JUTIFIKASI.
Justifikasi
Normatif : Raionaliasme mengakui diperlakukannya kreteria atau
standar emperisme mengakui diperlakukan fakta- fakta objektif yang dapat
diketahui umum, dan subjektifisme mengakui bahwa kepercayaan itu perlu memenuhi
kreteria internal kita sendiri.
Epistemologi
Kristen
mengakui semuanya tetapi berbeda dengan aliran rasionalis, ampiris, dan
subjektifitas dalam hal- hal yang penting. Yang penting dalam pengetaghuan
orang Kristen mengakui ketuhanan Allah. Allah itu berdaulat dan Dia
mengkoordinasi hukum, objek dan hukum
sehingga berkaitan secara logis; pernyatan yang benar tentang sal;a satu aspek
tidak mungkin bertentangan dengan
pernyataan yang benar tentang aspek lainnya.
OTORITAS
ALLAH SECARA EPISTEMOLOGIS
Ketuhanan Allah
bersifat menyeluruh dan meluas keseluruh bidang hidup kehidupan manusia ,
termasuk pikiran, kepercayaan, dan pngetahuan kita. Kitab suci mengajarkan
dengan berbagai cara. (a) Kitab suci mengajarkan bahwa Allah pasti hadir dalam
setiap perdebatan tentang kebenaran atau
keadilanNya. Dia tidak berkewajiba n untuk menjawab tuduhan atas diriNya. (b).
Allah menolak hikmat dari dunia ini dan memanggil umatnya untuk meneeti
hikmatNya sendiri yang sangat bertentangan dengan nilai- nilai dunia.
PRESUPOSISI- PRESUPOSISI : Kata preposisi
hanya menunjukan anggapan asumsi atau dalil yaitu kepercayaan yang dipilih
secara acak tanpa dasar rasional apapun.Tetapi gagasan tentang pilihan acak
bukanlah bagisn penting dari konsep tetang presuposisi. Presuposisi Kristen
memiliki dasar rasional yang paling kuat, Presuposisi didasarkan pada wahtu
Allah. Berdsarkan istilah Hana, presuposisi
adalah pengetahuan yang berbicara tentang kebenaran bukan dalil. Baik
orang Kristen maupun non Kristen memiliki preposisi , setiap orang memiliki
preposisi karena setiap orang memiliki komitmen yang pada saat tertentu (
dianggap dapat berubah) merupakan komitmen yang mendasar baginya.
Secara
Teologis;
manusia meninggalkan Allah yang benar maka mereka terikat kepada berhala- berhala.
Ketiak mereka menolak standar yang benar maka mereka menggunakan standar yang salah.Jika kita menyakan apa
preposisinya yang tertinggi komitmen hatinya paling mendasar, presuposisi
yauitu keinginan yang berkobar untuk menentang dan menggalkan tujuan Allah.
KESENJANGAN
BAHASA ROHANI : Para
filsuf dari aliran analisa bahasa melihat bahwa :
Bahasa rohani
semacam ini cenderung diucapkan secara
jauh lehih pasti dibandingkan bahasa lainnya. Bahasa ini tampaknya tidak
terbuka terhadap macam- macam pengujian ( pembuktian, kepalsuan ). Yang sebagai
contohnya digunakan oleh pernyataan ilmu
pengetahuan.
Bahasa rohani menjadi tanda yang menentukan dari masyarakat sehingga hanya orang- orang yang
sependapat dengan pernyataan- pernyataan
yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi anggota yang kedudukan yang
baik.Bahasa rohani memilki unsur emosi yang kuat, bahasaini dipengaruhi dengan
semangat, ketakutan, kekaguman dan sukacita. Bahasa ini bersifat pasti karena
mengungkapkan komitmen yang Paling mendasar dari seseorang kepastiannya yang
terbesar. Bahasa ini didefinisikan sebagai masyarakat karena masyarakat ada
diatas kesetiaan pada komitmen ini.
SEMUA
USAHA UNTUK MENGETAHUI ADALAH BERTEOLOGI
Presuposisi
Kristen pernyataan Allah tentang diriNya dalam kitab suci.merupakan hukum
pemikiran tertinggi untuk umat manusia . Karena itu kitab suci membenarkan
pengetahuan manusia. Babagaiman kitab suci melakukan hal ini : (a). beberapa
kebenaran kita dapat dibenarkan secara tegas oleh pengajaran kitab suci sebagai
contoh kepercayaan Allah begitu mengasihi dunia sehingga Ia mengirim Anak- Nya
sendiri untuk mati bagi dosa- dosa kita ( Yoh 3: 16). (b) Kepercayaan – kepercayaan
lain dapat dibenarkan sebagai kesimpulan logis dari dasar- dasar pemikiran
alkitab.sebuah contoh dari hal ini adalah dokterin tentang Trinitas yang
sebagaimana dirumuskan di Necea konstatinopel.) tidak terdapat dalam alkitab
tetapi disimpuklkan dari doktrin- doktrin yang terdapat secara jelas dalam
kitab suci. (c).Kepercayaan- kepercayaan lainnya dapat dibenarkan sebagai
penerapan dari kita suci. Sala satu unsur jastifikasi adalah kaitan logis dari sebuah kepercayaan
dengan kitab suci. Kitab suci memiliki semacam hak veto terhadap kepercayaan –
kepercayaan yang tidak konsisten
terhadap pengajarannya. Contoh : manusia mengalami evolusi kitab suci memfeto
kepercayaan- kepercayaan yang konsisten semacam ini merupakan kondisi yang
diperlukan untuk justifikasi. Meskipun demiakian tidak semua kepercayaan
konsisten dengan kitab suciitu benar. Kitab suci merupakan dasar dari seluruh
pengetahuan manusia .
KITAB
SUCI MENJUSTIFIKASIKAN DIRI SENDIRI : Jika kitab suci
merupakan merupakan dasar justifikasi
yang tertinggi untuk seluruh pengetahuan manusia, bagaiamana seharusnya
kita mendukung kepercayaan kita kepada kitab suci itu sendiri ? tentu saja
dengan menggunakan alkitab. Tidak ada otoritas
yang tertinggi atau sumber
informasi yang lebih terpercaya, dan tidaka ada apapun yang lebih pasti dari
kitab suci sehingga dapat menggunakan untuk menguji. Apakah kesaksian alkitab untuk dirinya
sendiri , ini berarti kita tidak boleh menggunkan bukti diluar alkitab untuk
membela otoritas alkitab? Dalam memilih, menafsirkan dan mengevaluasikan bukti-
bukti , kita harus menyelidiki epistemology yang alkitabiah . pengertian
tertentu argumentasi kita untuk kitab suci bersifat secular. Melalui penggunaan
bukti- bukti , kitab suci akan
menjustikasikan dirinya sendiri.
SIRKULARITAS
: Jadi
ketika kita menghadapi masalah besar
karena agumentasi sekular biasanya dianggap salah , bagaiman orang Kristen
dapat membenarkan sirkulasitas ini dalam argumentasi nya untuk kekeristenan?.
Tidak ada Alternatif untuk sirkularitas, Kesetian kepada Tuhan, menuntut agar
kita setia kepadaNya, bahkan pada saat Kita berusaha untuk membenarkan
pernyatan kita sendiri tentang Dia. Kita tidak dapat meninggalkan komitmen
konvenan Kita untuk lapas dari tuduhan sirkularitas. Kedua, tidak ada satu sistempun
dapat menghindari sirkularitas karena semua sestem baik non Kristen maupun
Kristen, ddasarkan pada presuposisi- presuposisi yang mengendalikan
epistemology, argumentasi, dan pengunaan bukti- buktinya. Sirkulasi dalam
sebuah system dapat dijustifikasi secara tepat hanya pada satu hal yaitu
argumentasi untuk kriteria tertinggi dalam system tersebut.Orang Kristen
menggunakan sirkularitas dalam argumentasinya untuk kitab suci, rasionalis
menggunakan dalamm argumentasinya untuk penalaran, dan empiris digunakannya
dalam argumentsi untuk pengalaman pancaindra. Semakin baik kita memahami
otoritas kitab suci , semakin kita meyakinkan pandangan tersebut bagi kita.
KOHERRENSI : Para Filsuf
sekuler pernah menuraikan secara rinci teori kebenaran koherensi. Koherensi ini
kadang- kadang din kontraskan dengan
teori kebenaran korespondesi yaitu kepercayaan bahwa kebenaran merupakan suatu
korespondesi antara ide dan realitas.
Kebenaran Allah
adalah koheren. Alalh menghendaki keteraturan, bukan kekacuan,. Dia menyatakan
kebenaran, bukan kepalsuan.Dia tidak bohong. Arti koheren secara teologis
itu sendiri harus timbul dari kitab suci. Jika tidak maka sulit bagi kita
melepaskan diri penolakan terhadap
teologi teorensi mungkin ada yang lebih dari satu system yang benar- benar
memiliki kekoheren.
KEPASTIAN
:
Natur dari preposisi tertinggi adalah Preposisi tersebut di pegang dengan
kepastian . Preposisi tertinggi berati kreteria kebenaran tertinggi, Karena itu
merupakan sebuah kreteria yang menguji semua dugaan kepastian lainnya.
HIRARKI
NORMA- NORMA : Segala sesuatu bersifat noramtatif semata- mata
berarti bahwa otoritas Allah kita diwajibkan untuk hidup sesuai dengan
kebenaranyaitu seluruh kebenaran dalam alam
semeta. Meskipun segala sesuatu
bersifat normatif idak semua wahyu
memilki kedudukan yang sama dipandang dari limpahan berkat Allah. Allah
menyatakan dirinya dengan jelas melalui
alam, umat manusia yang belum yang belum
dilahirkan kembali menolak hal tersebut dn menolak dengan dusta. Itulah sebabnya
tidaka ada keselamatan melalui alam semata- mata. Keselamatan terjadi melalui
wahyu lain yaitu injil Kristus yang tidak dinyatakan melalui alam melainkan
oleh para penghotbah. Karena tujuan dari wahyu tersebut adalah menyelamatkan
kita dari keselahan kita, maka wahyu itu harus mendahalui gagasan kita yang
lain, sekalipun gagasan tersebut didapatkan dari wahyu alam.
DASAR
JUSTIFIKASI SITUASIONAL
Fakta dan Norma: Berdasarkan perspektif normatif kita
mengetahui bahwa pengetahuan kita dibenarkan atas dasar pemikiran yang taat
kepada hukum Allah. Prespektif situasional kita akan melihat bahwa pengetahuan
kita dibenarkan berdasarkan kesesuaiaannya denagn fakta. Kitab suci ini benar
karena sesuai dengan realitas kebenaran,
bukti- bukti.
Semua fakta
bersifat normatif sehingga perspektif norrmatif mencakup semua realitas. Semua
norma adalah fakta bahwa Allah berbicara kepada kita, jadi perspektif normatif
dan sitiosonal selaras. Kepercayaan yang dibenarkan oleh kita suci sama dengan
kepercayaan yang dibenarkan oleh fakta.Kitab suci menuntut agar mempercayai
kebenaran, fakta.
Korespondesi
:
Teori korespondensi yang mendefinisikan kebenaran sebagai korespondensi antra
ide dan realitas secara umum lebih disekaui para empiris karena mereka sering
sekali beranggapan bahwa hanya pengalaman panca indra yang dapat menghubunngkan
ide yang ada dalam pikiran dengan realitas dunia luar.
Bukti
sebagai dasar justifikasi :
Kita suci
mengajarkan dengan jelas bahwa kita dapat mendapatkan pengetahuan akan Allah
melalui peristiwa alam dan sejara.Allah melakukan karya historis yang besar supaya agar mereka tahu nbahwa
Akulah Tuhan. Karya- karya meliputi mujizat. Khususnya kebangkitan
Kristus.Bukti dari alam suda cukup untuk membuat orang berdosa tidak dapat
berdalih ( Rm 1: 20 ) tetapi Allah menambah bukti- bukti alam tersebut dengan
banyak mujizatdan nubuat yang yang akan digenapi dan kitab suci manyatakan
keberadaannya sendiri. Tanggapan untuk percaya kepada wahtyu ini bukan
merupakan pilihan melainkan keharusan. Kepercayaan merupakan tujuan hak kita
untuk menghadapi wahyu Allah, kita perlu mencapai kemampuan rohani dan
intelektual untuk mencapai kepercayaan tersebut.
Bukti
dan Firman.
: Allah tidak pernah mengingatkan
manusia untuk memperhatikan wahyu alam
tetapi mengabaikan firman Allah yang di ucapkannya. Setelah kejatuhan manusia
yang diucapkan Allah mengiringi karya penebusanNya yang besar dan objektif.
Pola hubungan antara karya penyelamatan Allah dan firman dinyatakan adalah
pertama- tama nubuat kemudian tindakan penebusan yang besar , lalu wahyu yang
di ucapkan untuk ditafsirkan tindakan tersebut.
Dalam kita suci
karya Allah dalam alam tidak pernah dikemukan sebagai peristiwa yang harus
ditafsirkan berdasarkan kreteria kebenaran yang netral atau tidak alkitabiah.
Mujizat- mujizat
dalam konvenan baru megenapi pengharapan Mesias dalam konvenan lama.
Manusia melihat
karya Allah yang besar haruslah percaya kepadaNya. Yang diperlukan adalah iman
yang benar, Iman adalah karya roh kudus. Agumentasi tidak menghasilkan
iman ia menjamin dan menjustifikasi iman
itu.
JUSTIFIKASI
EKSISTENSIAL :
Epistermilogi
dapat dipahami sebagai bagian dari etika. Mengenal berati mengetahui apa yang
seharusnya Kita percayai. Membenarkan pengetahuan kita berarti menetapkan
adanya keharusan etis. Jika keharusan itu suda ditetapkan kita harus menerapkan
dalam seluruh bidang kehidupannya ( aplikasi adalah arti). Semua pengetahuan
kita harus disertai dengan apa yang kita ketahui sebagai hal yang benar.Kita
harus hidup dalam kebenaran, melakukan apa yang benar. Pengetahuan merupakan
orentasi etis yang bertanggung jawab dari manusia terhadap pengalamannnya. Mengenal berati memberi respons yang benar pada bukti- bukti dan norma yang
ada pada kita.
Dalam bidang
kehidupan apapun tidak memberikann respons etis yang benar terhadap wahyu
Allah. Pengetahuan tersebut dalam batas- batas tertentu paralel dengan
pengetahuan Kristen dan membuat orang tak percaya itu bertanggung jawab atas
keputusannya dihadapan Allah. Ini dapat disebut sebagai pengetahuan karena
kesesuaian eksternalnya(dalam beberapa hal) dengan hukum Ilahi, tetapi
disorentasi etisnya yang radikal tampak sangat menyimpang. Dasar Justifikasi dari pengetahuan itu
bagaimanapun juga memiliki ‘’ perspektif eksistensial’’ dimana masalah justifikasi mengambil bentuk yang
jelas.
Epistemologi
krtisten
akan menolak subjektifisme radikal, meskipun demikan konsep kebenaran pramatis
itu ada benarnya. Kita suci mengatakan kepada kita, bahwa dalam jangka panjang
, hanya kekeristenan yang akan tetap berlangsung, dengan kata lain hanya
kekeristenan yang menganugerahkan berkat Allah yang sepenuhnya dan kekal pada
orang yang percaya. Kita menerima berkat Allah , jika kita mengakui relitas
sebagaimana diciptakan Allah dan bertindak atas dasar pengakuan tersebut.
Dengan demikian teori kebenaran prakmatis menjadi perspektif lain pada
epistemologi Kristen yang lengkap.
§ Justifikasi
merupakan aktivitas yang berorentasi pada manusia.
§ Sesuatu
memiliki eksistensi karena Allah itu memilki eksistensi.
§ Tujuan
kita adalah bukan membuat pertanyaan tetapi menyakinkan orang lain.
§ Mencapai
perhentian kognetif tentang kekeristenan berarti mencapai rasa kepuasan dan
disertai rasa takut kepada Allah dalam menanggapi berita kitab suci
Pengetahuan, Kelahiran kemabali, dan
Pengudusan :
§ Roh
kudus bersama- sama dengan firman menghasilkan kepercayaan ( Yoh 3:3 ; 1 kor
2:4,5,14 dsb), selain itu
pemikiran Kristus, hikmatNya, dinyatakan kepada orang percaya (Mat 11: 25; Luk
24:45,dsb). Dan melangkapi Trinitas, ada bacaan- bacaan yang mengatakan bahwa
Allah Bapa, sebagai guru bagi umatnya ( Mat 16: 17; 23: 28, dsb). Dengan
demikian perhentisn kognitif dimana seorang menyerahkan dirinya kepada
kekeristenan terjadi karena anugerah Allah, bukan hal yang lain.Perhentian
kognitif merupakan sala satu unsur keselamatan. Dosa telah menghalangi kita
untuk mengenal yang benar ( Rm 1;8:7,8; 1 kor 2:14, dsb ), Tetapi anugerah
Allah didalam Kristus dapat membebaskan kita dari kebodohan ini ( Yer 36: 25;
Yoh 1: 11, dsb). Kelahiran baru tidak secara langsung memberikan kepada orang
percaya perhentian kognitif mengenai segalah hal yang berhubungan dengan iman .
Komitmen kita berdasar pada Kristus, dimulai pada saat kelahiran kembali .
Komitmen ini berkembang, secara lebih bertahap beberapa saat untuk
menyadarinya. Jadi yang ada bukan kelahiran neotik tetapi juga penyucian neotik
( penyucian neotik yang pasti penyucian neotik progresif). Perusahan bertahan
tidak terlepas dari proses penyucian, ketengan dalam masalah kognatif tidak
terlepas dari pertumbuhan dan ketaatan dan kekudusan.
§ Kemampuan
untuk memahami kebenaran doktrin atau
kemampuan kita untuk memahami kebenaran lainnya, tergantung pada
keseluruhan kedewasaan hidup kekeristenan kita.
§ Kehidupan
Kristen merupakan proses pelatihan, semakin banyak pengalaman yang kita milki,
dalam membuat keputusan yang sulit dalam ketaatan kepada Allah, semakin Kita
mampu melakukannya dimasa yang akan datang.Semakin baik kita membuat keputusan
etika semakin kita diperlengkapi membuat keputusan teologis , keduanya
merupakan satu kesatuan. Kemampuan untuk mencapai perhentian kognitif dalam hal
pengajaran Kristen dengan adanya penyucian dan pertumbuhan dalam
kekudusan.
Melihat sebagai Perspektif – Perspektif,
Eksistensial, Dan Normatif
§ Tetapi
para penganut reformed tidak merasa sulit menegaskan layaknya kitab suci dan
perlunya kesaksian Rok Kudus. Mereka menjelaskan bahwa kesaksian Roh Kudus
bukanlah wahyu yang baru sebaliknya karya Roh Kudus adalah untuk menerangi dan menegaskan wahyu yang telah diberikan.
Dalam kitab suci kesaksian Roh Kudus adalah untuk Kristus ( Yoh 14: 26; 15: 26, dsb ), dan firman
Allah( 1 Kor 2:4; 1 Tes 1: 5 ), Roh Kudus menyaksikan bahwa firman itu benar.
Tetapi firman sudah mengatakan hal tersebut kepada kita. Kitab suci
menggambarkan karya tersebut sebagai karya wahyu Allah.
§ Karya
Roh Kudus juga menolong kita untuk menggunakan dan menerapkan firman Tuhan.
§ Sebagaian
besar karya Roh Kudus dalam kehidupan kita memilki hakekat yang sama yaitu
menyakinkan kita agar kitab suci diterapkan dalam kehidupan kita, Kitab Suci
tidak menambah kanom, karya kitab suci itu benar- benar merupakan pengajaran
dan wahyu. Tanpa wahyu kita sama selkali tidak dapat penggunakan kitab suci,
Kita Suci akn menjadi buku yang berisi huruf- huruf mati bagi kita.
Perspektif Eksistensial Kelompok
§ Penekanan
Kitab suci bukanlah keselamatan individu, melainkan keselamatan sebuah bangsa.
Sepanjang sejarah Allah telah memperhatikan keluarga, bangsa dan sesungguhnya
dunia. Tujuannya bukan semata- mata
kesempurnaann Individu melainkan
kesempurnaan gereja, tubuh Kristus.
Otonomi : Perspektif eksistensial
Kristen
tidak memaksa orang untuk menyikuti
perasaan mereka secara tidak kritis, bertindak dan memikirkan apapun menurut
kesan pertama terasa baik. Kepuasan rohani dapat didefinisikan berdasarkan
kitab suci.
D. PERSPEKTIF YANG TERUTAMA
Penolakan
yang sangat kuat terhadap prioritas mutual dan timbale balik antara ketiga
perspektif ini berasal dari para normativis.
§ Kitab
suci adalah otoritas kita tertingi. Tetapi penolakan ini tidak menyadari bahwa
adanya perbedaan antara Alkitab dan perspektif normatif, keduanya tidak sama.
Prepektif normatif bukanlah alkitab melainkan pemahaman tentang alkitab dalam
kaitannya dengan semua ciptaan.
E. DASAR
JUSTIFIKASI DALAM APOLOGETIKA
Jika Kita
mengemukan argumentasi dengan satu- satunya jalan yang diinginkan Allah kepada
kita. Kita mengajukan argumentasi dengan satu- satunya jalan yang akan membawa
kita menuju kebenaran. Jika non Kristen menolak argumentasi ini, Ia menolak
satu- satunya pengharapan. Tapi karena kesalahan sendiri ‘’ jauh dilubuk hati’ Ia mengetahui
hal ini. Jika Ia menerima kesaksian, maka Ia menerimanya oleh anugerah.
Tidak
ada metode untuk menjustifikasikan apologetika selain yang kita gunakan dalam
teologi sesungguhnya dalam semua pengetahuan lainnya. Hanya ada satu kebenaran
dan satu jalan untuk mendapatkannya. Kita berdoa untuk mereka yang bersaksi
kepada mereka bahkan beragumentasi dengan mereka ( dengan cara kita bukan cara
mereka), tetapi Kita boleh berkompromi dengan presuposisi ketidak percayaan
mereka. Sebaliknya kita berusaha untuk melawan segala pikiran dan menaklukannya
kepada Kristus ( 2 Kor 10: 5).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar