TAFSIR KEJADIAN 6:1-8 KEJAHATAN MANUSIA
I.
PENDAHULUAN
Dalam kitab kejadian membahas tentang
penciptaan manusia dan alam beserta isinya. Dan juga tentang kejatuhan manusia
ke dalam dosa tetapi walaupun manusia itu telah jatuh ke dalam dosa, Allah
menjanjikan keselamatan bagi manusia itu. Pada zaman sekarang kita bisa melihat
manusia ciptaan Allah itu makin bertambah banyak, tetapi manusia itu tidak
hanya bertambah banyak melainkan manusia itu juga semakin jahat. Hal ini dapat
kita lihat dalam kejadian 6:1-8 pada keturunan Kain dan Set. Di mana keturunan
dari Kain adalah anak-anak perempuan manusia,
dan keturunan dari Set adalah keturunan yang saleh.
Pada keturunan kain terjadilah masalah
kawin-mengawini. Di mana Lamekh adalah orang pertama berpoligami, menunjukkan
sikap sombong ia membanggakan dirinyan bisa memusnahkan manusia dengan
senjata-senjata yang hebat. Dan juga hal yang menarik dalam silsilah kain
adalah di mana Allah sama sekali tidak disebutkan dalam silsilah tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam zaman kain adalah di mana manusia itu membuat
keputusan dengan keinginan sendiri melewati batasan yang telah Allah berikan.
Mereka tidak mendengarkan apa keputusan-keputusan yang Allah berikan.
Dari kejadian ini, kita dapat melihat
apakah Allah memang benar-benar menyesal, dan mengapa Allah dikatakan menyesal?
Dan pada masa sekarang ini, bagaimanakah perkembangan kejahatan manusia itu? Dalam
makalah ini, penulis membahas tentang kejahatan manusia dalam kejadian 6:1-8.
Dimana, manusia itu makin bertambah banyak dan berkembang, tetapi manusia juga semakin
jahat, sehingga Allah menyesal dan ingin memusnahkan semua umat manusia itu,
tetapi seorang yang berkenan di hadapan Allah mendapatkan kasih karunia yaitu
Nuh. Allah tidak akan memusnahkan semua umat manusia, karena ketika Allah
menciptakan manusia Allah berfirman bahwa Allah menyuruh manusia itu memenuhi
bumi. Melalui hal tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah setia pada janji-Nya
yang telah diberikan-Nya sejak penciptaan kepada manusia. Di mana perjanjian
Allah sejak pertama ditetapkan dengan Nuh sebagai wakil manusia berikutnya.[1]
II.
LATAR BELAKANG KITAB
Analisis
historis
Kejadian
6:1-8 merupakan peralihan yang menjelaskan keadaan manusia sebelum dihancurkan
dan diberikan bentuk kembali oleh air bah. Manusia bertambah bejat, maka Allah
bermaksud memusnahkan keturunan Kain. Hanya keturunan Set yang akan diteruskan
melalui keluarga seorang yang bergaul dengan Allah. Masalah kawin-mengawini
merupakan kebencian di hadapan Allah. Ukuran beratnya ialah pernyataan murka
Allah, air bah sebagai penghukuman terberat yang pernah dijatuhkan atas
manusia.[2]
Kejahatan
manusia itu dapat kita lihat pada keturuna-keturuna Kain, dan juga pada Kain
sendiri. Di mana Kain membunuh saudaranya Habel karena irihati. Dan pada
keturunan Kain, di mana Lamekh berpoligami, dan Allah membenci masalah
kawin-mengawini khususnya mengambil isteri dua sesuai kehendak hati manusia itu
sendiri dan siapa saja yang mereka sukai. Dari kejadian ini dapat kita lihat
bahwa manusia itu melanggar batasan-batasan yang telah Allah tetapkan untuk
mereka.
Kemerosotan moral manusia yang jelas kelihatan dalam
kejadian , yang diilustrasikan oleh Kain dan Lamekh, mencapai puncaknya dalam
kejadian 6. Sewaktu manusia bertambah banyak dan berkembang, begitu pula dengan
kejahatan manusia. Kecenderungan manusia menjadi begitu jahat sehingga Allah
harus menghakimi mereka, dan Ia melakukannya dalam air bah besar. Sifat dan
luasnya pengadilan Allah selalu mencerminkan beratnya dosa yang sedang dihukum dan air bah itu memusnahkan seluruh
hidup manusia, kecuali keluarga Nuh. Allah melihat bahwa dosa umat manusia
sebelum air bah begitu jahatnya sehingga hanya pemusnahan yang hampir total
yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan-Nya yang suci.[3]
III.
ISI
Kejadian 6:1-2,”Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka
bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak
perempuan, maka anak-anak
Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu
mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang
disukai mereka.”
ü
Anak-anak Allah dan anak-anak perempuan
Dalam ayat ini, sebuah
teori mengatakan bahwa anak-anak Allah
(~yhil{a/h'(-ynEb.))),
berarti malaikat,
tetapi penafsir ini salah. Penafsir ini menafsirkan idak sesuai dengan kecenderungan
pada zaman sekarang. Kecenderungan pada zaman ini adalah dosa dan kejahatan
manusia (bukan dosa dan kejahatam malaikat) dibiarkan sehingga perkembangannya
berkembang dengan sangat cepat. Jika teori tentang malaikat yang benar, sejarah
perkembangan dosa dan kejahatan bukanlah sjarah manusia tetapi menjadi sejarah
malaikat.[4]
Teolog-teolog
mengatakan bahwa anak-anak Allah adalah malaikat, di mana mereka melihat sama
seperti Sodom dan gomora dan kota-kota sedkitarnya yang dengan cara yang sama
melakukan percabulan dan mengejar keputusan-keputusan yang tidak wajar. Menurut
teori mereka, melihat bahwa penduduk kota melakukan percabulan dan mengejar
keputusan-keputusan yang tidak wajar seperti malaikat-malaikat. Dan keputusan
yang tidak wajar itu merupakan tubuh yang lain, akan tetapi malaikat tidak
bertubuh dan karena itu istilah tubuh yang lain tidak dipakai untuk malaikat.
Tidak hanya demikian mengambil istri, berarti menjadikan istri dan hidup
bersama sampai kekal, tidak berarti hanya melakukan percabulan hanya sekali.
Dari pandangan ini mengatakan bahwa malaikat berkeluarga dan hidup kekal tidak
sesuai dengan Firman Allah. Oleh karena itu, anak Allah yang berarti
orang-orang percaya yang takut akan Allah. Dan anak-anak perempuan adalah anak-anak perempuan yang tidak percaya,
yang tidak kudus pada waktu itu.[5]
Penafsir yang
lain mengatakan bahwa anak Allah yang dikatakan dalam ayat ini seolah-olah
keturunan Set yang saleh, yang pada waktu itu mulai menikah dengan perempuan
dari keturunan orang-orang yang tidak beribadah. Hal ini membuat mencainya
kemurnian keturunan umat Allah.[6]
Tetapi beberapa penafsir tidak setuju dengan pendapat ini, melainkan mereka setuju
bahwa anak Allah tersebut adalah malaikat. Di mana beberapa malaikat itu
meninggalkan tempat kediamannya yang sesungguhnya dan mereka mengambil anak perempuan
dari manusia.
Dari
penafsiran lainnya juga ada yang mengatakan bahwa anak Allah itu adalah
keturunan Set dan putrid-putri manusia itu adalah keturuna Kain. Tetapi, ada
juga yang keberatan dengan penafsiran ini, di mana manusia dalam kejadian 6:1
itu adalah dalam ati umum dan yang pada ayat 2 adalah dalam arti khusus yaitu
Set dan Kain. Dan ada juga yang mengatakan bahwa anak Allah itu adalah dinasti
yang memerintah pada waktu itu, dan anak perempuan itu adalah keturunan dari
harem istana.[7]
Pada ayat 1-2
ini mulai dengan menjelaskan relasi antara Set dan Kain. Pada zaman Nuh orang
menikah sesuka hatinya tanpa menghiraukan ketetapan Allah yang membedakan
antara keturunan Kain dengan keturunan Set. Masalah yang sama kemudian muncul
dalam sejarah Israel dan menjadi dasar utama teguran yang Allah berikan melalui
nabi Maleakhi.
Anak-anak
perempuan manusia dikontraskan dengan anak-anak lelaki Allah. Pengertian ini
dapat dimengerti berdasarkan pasal-pasal sebelumnya, di mana keturuna Kain
diperkenalkan kepada kita hanya dari sudut daya kreasinya yang luar biasa dan
keturunan Set tentunya sama kreatifnya tetapi diperkenalkan melalui kriteria
khusus, yaitu hubungannya dengan Allah. Keturunan Set melihat bahwa anak-anak
perempuan manusia itu cantik, maka diambilnya menjadi istrinya.[8]
Kejadian 6:3,” Berfirmanlah TUHAN:
"Roh-Ku tidak akan selama-lamanya
tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."
ü Roh-Ku
tidak akan tinggal selama-lamanya di dalam manusia
Roh-Ku tidak akan selamanya
tinggal di dalam manusia,berarti
pekerjaan Allah member hidup kepada manusia dan akan meninggalkannya. Hal itu
menunjukkan bahwa manusia di atas bumi akan binasa oleh air bah. Karena manusia itu adalah daging dapat
diterjemahkan di mana manusia menjadi daging dalam hal berdosa. Daging berarti
keebusukan manusia, umurnya akan seratus
dua puluh tahun saja, bukan berarti umur manusia itu yang seratus dua puluh
tahun, tetapi maksudnya adalah setelah seratus dua pulu tahun kemudian aka nada
penghakiman air bah.[9]
Kejadian 6:4,” Pada waktu itu orang-orang
raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah
menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan
anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala,
orang-orang yang kenamaan.”
ü Orang-Orang
Raksasa
Beberapa orang menerjemahkan bahwa orang-orang raksasa itu adalah
penyerang-penyerang atau penguasa-penguasa lalim. Dan juga ada yang menafsirkan
bahwa orang-orang raksasa itu merupakan iblis seperti dalam kita Ayub, yaitu
musuh yang terbelenggu di mana Allah tetap memegang kuasa.
Seorang penafsir mengatakan bahwa orang-orang raksasa itu adalah anak-anak
yang lahir dari hubungan anak perempuan keturunan Kain dengan anak lelaki
keturunan Set.[10]
Kejadian 6:5,” Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan
hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,”
ü Kejahatan
manusia besar
Ayat ini mengajarkan bahwa anak-anak Allah yaitu keturunan Set yang kudus
menjadi bobrok karena saling mengawini dengan keturunan Kain yang tidak
mengenal Allah. Dalam ayat ini mengatakan bahwa kejahatan manusia itun besar di
bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan
semata-mata. Hal itu dijelaskan dengan memberikan penekanan pada dosa dan
kejahatan hati yang tidak kelihatan.[11]
Kejadian 6:6,” maka menyesallah TUHAN,
bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.”
ü Menyesallah
Tuhan
Sebenarnya Allah tidak menyesal tetapi ini merupakan ungkapan secara
anthropomorphisme untuk menunjukkan bahwa kepiluan hati Allah sangat dalam
karena kebobrokan manusia.[12]
Allah menyesal sama dengan kata kesakitan yang akan dialami oleh Hawa saat
melahirkan. Juga
Kata Allah menyesal dalam kejadian 6:6 merupakan ungkapan disebabkan
keternatasan bahasa. Di mana kita tahu bahwa Allah sudah tahu apa yang akan
terjadi sebelum manusia itu diciptakan
karena Ia adalah Mahatahu. Sebelum bumi diciptakan, Ia sudah menetapkan rencana
agung-Nya. Istilah menyesal itu hanya sekadar mengungkakan ketidaksetujuan
Allah atas kebobrokan manusia, dan tidaklah berarti bahwa Allah kaget melihat
apa yang terjadi pada manusia itu.
Kejadian 6:7-8,” Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik
manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara,
sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka." Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata
TUHAN.”
Allah berfirman bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari bumi ini, namun
tidak semuanyam manusia itu dimusnahkan. Hal itu terjadi karena kalau Allah
memusnahkan semua manusia itu maka rencana Allah yang Mahatahu dan Mahakuasa
akan gagal. Menurut ayat 8 Allah menyelamatkan seorang yang berkenaan
kepada-Nya yaitu Nuh seorang yang tulus hati dan jujur dalam generasinya.[13] Hal
itu merupakan penyataan kasih karunia Allah kepada manusia. Di mana seolah-olah
penyelamatan kepada Nuh dalam peristiwa ini menggambarkan penyelamatan Yesus
Kristus.
IV.
APLIKASI TEOLOGIS PADA MASA SEKARANG
Dari
beberapa penjelasan-penjelasan di pada bab sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa
kasih Allah kepada manusia berdosa tidak pernah berkesudahan. Di mana dapat
kita lihat kasih karunia yang Allah berikan kepada Nuh ketika Allah berencana
untuk memusnahkan manusia itu karena kejahatan manusia. Kejahatan manusia yang
dalam kejadian 6 ini dapat kita lihat ketika anak-anak Allah itu mengambil anak
perempuan manusia dan menjadikannya isterinya. Di mana anak-anak Allah melihat
anak perempuan manusia itu cantik lalu mengambil mereka menjadi isterinya
sesuka hati mereka.
Hal-hal
seperti ini dapat kita lihat dalam kehidupan manusia, tetapi bukan dalam wujud
seperti yang terjadi dalam kejadian 6 ini lagi. Di mana dalam kejadian 6 Allah
berencana memusnahkan manusia itu, dengan mendatangkan air bah karena
kejahatannya. Pada masa kini dapat kita lihat bahwa manusia masih ada yang
melakukan segala sesuatunya sesuai keinginan mereka tanpa mendengarkan apa
keputusan Allah untuk mereka lakukan. Dapat kita lihat pada manusia sekarang
yaitu dalam pemerintahan, di mana manusia memerintah sesuka hatinya dan bahkan
banyak yang menindas orang-orang bawahannya. Mereka melakukan sesuai apa yang
merek lihat dan hal itu merupakan suatu hal yang Allah benci.
Melalui
perikop ini dapat kita ketahui bahwa Allah adalah Allah yang setia pada
janjinya dimana ketika Allah berencana untuk memusnahkan manusia, Dia
memberikan kasih karunia kepada seorang yang berkenaan kepada-Nya. Nuh
mendapatkan kasih karunia Allah sehingga ia diselamatkan dari air bah yang
memusnahkan manusia. Allah setia pada janji-Nya yang diberikan-Nya kepada
manusia pertama yang Dia ciptakan yaitu Adam dan Hawa. Di mana kita mengetahui
bahwa Allah berjanji kepada manusia itu untuk memenuhi bumi. Dan juga Allah
menjanjikan keselamatan bagi manusia itu akibat dosanya.
Dalam
perikop ini, janji Allah itu digenapi dalam diri Nuh, di mana Nuh diselamatkan
dari air bah yang memusnahkan manusia. Dan apabila tidak ada manusia yang
diselamatkan dari penghukuman air bah tersebut maka gagallah Allah kita Yang
Mahatahu dan Mahakuasa. Dan pada masa sekarang dapat kita lihat, bahwa janji
Allah itu digenapi dalam diri Yesus Kristu. Di mana Yesus menyelamatkan manusia
dari dosa. Hal ini dapat kita lihat bahwa Allah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal ke dunia dan mati di kayu salib karena dosa-dosa manusia.
Melalui
perikop ini juga dapat kita ketahui suatu hal yang sangat penting, yaitu di
mana hubungan Allah dengan Nuh adalah suatu hubungan keakarban antara manusia
dengan Allah. Dan hubungan keakraban Allah dengan manusia itu dapat kita lihat
dalam kehidupan manusia melalui hubungan pribadi. Di mana manusia itu bersekutu
dengan Allah secara pribadi tetapi pada masa kini dapat kita lihat hubungan
keakraban itu semakin hilang. Hubungan keakraban manusia itu semakin hilang
karena dapat kita lihat dalam kehidupan masa sekarang banyak yang poligami
seperti Lamekh. Hal ini merupakansuatu hal yang Allah benci. Dan juga hilangnya
keakraban manusia dengan Allah menimbulkan manusia kehilangan kerohanian. Hal
ini dapat kita lihat melalui tulisan-tulisan mistik yang semakin meningkat.
Melalui perikop ini, dalam kehidupan kita di zaman sekarang
ini, kita dapat melihat bahwa tidak salah bila kita disebut hidup dalam zaman
anugerah. Yesus Kristus telah menyatakan kebenciannya terhadap dosa dan
sekaligus besarnya kasih Allah kepada manusia melalui pengorbanan diriNya di
kayu salib menebus manusia dari hukuman dosa. Kebenaran ini memang sangat indah
dan patut untuk disyukuri, tetapi bukan membuat manusia menjadi lengah terhadap
pengaruh dosa dengan dalih bahwa kita mempunyai Allah yang kasih, yang mau
mengampuni setiap pelanggaran kita.
V.
KESIMPULAN
Dari
kejadian 6:1-8 ini dapat kita ketahui bahwa manusia itu bertambah banyak dan
melahirkan anak-anak perempuan dan ketika anak-anak Allah melihatnya maka
mereka mengambilnya menjadi istrinya, sesuai kehendak mereka sendiri. Katika
manusia itu semakin jahat, Allah berencana untuk memusnahkan mereka, tetapi hal
itu tidak terjadi karena jika demikian maka Allah Yang Makatahu dan Mahakuasa
akan gagal. Tetapi seorang yang berkenaan kepada-Nya mendapatkan kasih karunia.
Allah
yang kita kenal dari perikop ini adalah Allah yang setia pada janji-Nya, di mana
Dia berjanji pada nenek-moyang Israel yaitu manusia pertsama yang Ia ciptakan
bahwa manusia itu akan memenuhi bumi. Dan ketika manusia itu semakin jahat, dan
jatuh ke dalam dosa maka Allah menjanjikan keselamatan. Dan hal itu dapat kita
lihat dalam Nuh. Di mana, ketika Allah berencana untuk memusnahkan manusia itu
dari bumi karena kejahatannya, Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh.
Sehingga Nuh dan keluarganya diselamatkan karena anugerah Allah. Dan pada masa
sekarang ini, dapat kita lihat bahwa janji Allah itu digenapi dalam diri Yesus
Kristus di mana Yesus memberikan keselamatan bagi manusia berosa. Allah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan manusia. Di mana Yesus
Kristus rela mati di kayu salib demi menebus manusia berdosa.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, David. 2000. Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab
Masa Kini Kejadian 1-11 Kejadian
Mendukung Bertumbuhnya Sains Modern. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Davis,
John J. 2001. Eksposisi Kitab Kejadian,
Suatu Telaah. Malang: Gandum Mas.
Green, Denis. 2008. Pembimbing Pada Pengenalan Pengenalan
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas.
Heath, W. Stanley.
1998. Tafsir Kitab Kejadian Pasal 1-11
Relevansinya Dengan Pemulihan Gereja Di Akhir Zaman. Yogyakarta: Yayasan
Andi.
Lasor, W.S. dkk, 1993. Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat Dalam Sejarah. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Park, Rev. Yune Sun. 2002.
Tafsiran Kitab Kejadian. Jawa Timur:
Literatur YPPII.
Sagala, Herlise Y.
2011. Tafsir Torah. Bandung: Sekolah
Tinggi Teologi Bandung.
[1]Denis Green, pembimbing Pada Pengenalan Pengenalan
Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2008), Hal 49.
[2] W. Stanley Heath,Tafsir Kitab Kejadian Pasal 1-11
Relevansinya Dengan Pemulihan Gereja Di Akhir Zaman, (Yogyakarta: Yayasan
Andi, 1998), Hal 65.
[3] John J. Davis, Eksposisi Kitab Kejadian, Suatu Telaah,
(Malang: Gandum Mas, 2001),Hal 113.
[4] Rev. Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian, (Jawa Timur:
Literatur YPPII,2002), hal 50.
[5] Ibid, hal 50.
[6]David Atkinson, Seri Pemahaman Dan Penerapan Amanat Alkitab
Masa Kini Kejadian 1-11 Kejadian
Mendukung Bertumbuhnya Sains Modern,(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih,2000) , Hal 158.
[7] Herlise Y. Sagala, Tafsir Torah, (Bandung: Sekolah Tinggi
Teologi Bandung, 2011), hal 38.
[8] W. Stanley Heath,Tafsir Kitab Kejadian Pasal 1-11
Relevansinya Dengan Pemulihan Gereja Di Akhir Zaman,, hal 66.
[9] Rev. Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian, Hal 51.
[10] W. Stanley Heath,Tafsir Kitab Kejadian Pasal 1-11
Relevansinya Dengan Pemulihan Gereja Di Akhir Zaman, hal 67.
[11] Rev. Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian,Hal 15.
[12] Rev. Yune Sun Park, Tafsiran Kitab Kejadian,Hal 15.
[13] W.S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat Dalam Sejarah,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993),Hal 130.
https://kitabhenokh.wordpress.com
BalasHapushttps://harituhan.wordpress.com