Rabu, 21 Agustus 2013

KONSTRUKSI KRISTOLOGI YANG MENJADI JAWABAN BAGI ORANG-ORANG TERTINDAS DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Kasus-kasu yang terjadi diberbagai tempat yaitu kasus tentang Kristologi tejadi juga di negara-negara Asia yaitu salah satunya di Indonesia. Di mana, Kristologi telah menjadi perdebatan sejak gereja-gereja Kristen lahir. Masalah Kristologi ini berhubungan langsung dengan kebutuhan gereja mengenai keselamatan, oleh karena itu secara teologis Kristologi ini merupakan point penting yang harus diterapkan dalam kehidupan orang-orang percaya. Bahkan di Asia sekalipun, Kristologi ini sangat penting. Di mana Kristologi ini menjadi jawaban bagi orang-orang percaya yang tertindas di Asia.
Pada masa sekarang ini, banyak orang-orang yang bertanya-tanya dimanakah Yesus? Dimanakah Dia yang berjanji akan datang menyelamatkan umat manusia? Pertanyaan ini banyak muncul dalam setiap orang-orang yang mengalami penderitaan, atau mengalami kesusahan, bahkan penindasan yang luar biasa sekalipun. Dalam paper ini, penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana Kristologi itu menjadi jawaban bagi orang-orang tertindah di Indonesia.

“OH YESUS SINI BERSAMA KAMI! Karya C.S. Song
Dimanakah Yesus?
Kenyataan yang kita temui dengan perumahan dan jalan kumuh, pekat. Rakyat berwajah ceking (kurus kering). Pengemis dan orang-orang menderita. Dimakah Yesus berada? Diamakah Dia, Kristus yang datang menyelamatkan dan menebus?
Bagaimana jikalau pertanyaan ini datang dari rakyat seluruhnya, yang adalah pengemis dan si kusta, dua jiwa yang sengsara, sampah masyarakat, dan bukan teolog-teolog yang mengajar doktrin-doktrin Kristen, bukan orang-orang Kristen yang hafal ayat-ayat alkitab dan pelajaran katekisasi mereka. Kalau pertanyaan ini diajukan oleh seorang teolog, maka pertanyaan ini menjadi satu pertanyaan teologis yang harus dijawab dengan pengetahuan tafsir alkitab yang luas dan ajaran gereja. Kalau diajukan oleh seorang Kristen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas, maka pertanyaannya berubah menjadi pembelaan iman Kristen melawan kepercayaan-kepercayaan lain (dan kalau kepada kita mahasiswa teologi baragkali menjadi satu bahan studi untuk apologetika).
Tetapi ketika seorang pengemis tiba pada pertanyaan itu, maka bukan otak atau kepercayaanya yang membawanya kesitu, melainkan perutnya yang lapar. Ia akan langsung berfikir, Orang yang menjadi penyelamat, harus terlebih dahulu menyelamtkan perutnya. Dan kalau seorang kusta yang menanyakan, maka yang menjadi keprihatinannya bukanlah iman atau ajaran yang ia pegang, tetapi penyakitnya yang menggerogoti tubuhnya. Kalau si pengemis yang bertanya, siapakah Yesus?, maka bagi mereka ini adalah suatu pertanyaan mengenai hidup dan mati. Si kusta, si pengemis, mencari Yesus bertolak dari kemanusiaanya yang tengah mengalami kesulitan. Itulah gambran asia.
Si kusta (yang mewakili orang-orang kelas paling bawah) mencari Yesus bertolak dari kemanusiaanya yang tengah mengalami kesulitan. Menurut c.s.song, dari sinilah usaha untuk mencari sang penyelamat dimulai, bukan hanya bagi si kusta, tetapi kita semua. Kita (orang-orang Kristen) telah belajar banyak merenungi kitab Perjanjian Lama untuk melihat jejak-jejak kaki sang mesias. dari kitab Wahyu untuk melihat bagaimana kedatangannya kelak, tetapi sayangnya dalam kebanyakan waktu kita takut melihat kedalam diri kita sendiri, dan kita sebenarnya masih dihantui kecemasan yang mendalam. Seharusnya kita berani mengungkapkan kesulitan kita sendiri dan mencari Yesus berdasarkan kesulitan itu. Yesus harus dipertalikan dengan kehidupan dunia di asia secara teologis.
Sementara si kusta melihat Yesus dengan cara yang berbeda. Ia melihat kenyataan dirinya yang sengsara. Ketika ia melihat keluar dirinya, ia melihat ketidakadilan dimana-mana, dengan keberadaan dunia yang terpecah-pecah, para pejabat yang tidak mempedulikannya, para penguasa militer yang hanya mementingkan diri sendiri, teman-temannya sesame pengemis yang tidak ada yang memperhatikan, pertengkaran antar suku yang membuat sesama mereka menderita, kemiskinan seperti yang ia alami juga dialami oleh banyak orang atau suatu perlombaan untuk tetap bertahan hidup dengan susah payah. Kenyataan itu yang ia lihat setiap saat. Lalu dimakah Yesus itu? Apa artinya hidup di dalam kasih karunia? Apakah Yesus membiarkan seperti itu?



Bukankah demikian Yesus?
Mungkin setelah si kusta berfikir, pada akhirnya ia menyadari adanya sesuatu yang salah. Mengapa Yesus tampaknya tidak pernah peduli keadaan mereka, bahkan seolah-olah Yesus telah tampaknya mungkin turut ambil bagian dalam membuat penderitaan mereka?
Si kusta mulai pelan-pelan menanyakan sendiri, apakah benar bahwa Yesus bermaksud mengajarkan seperti yang mereka pahami selama ini? Pada waktu rumahmu dirobohkan, “diam sajalah, jangan bertikai, berilah pipimu sebelah lagi, taati tuan-tuan itu, orang-orang terhormat itu, polisi itu. Dengan begitu kamu menjadi orang percaya sejati”. Inikah yang diinginkan Yesus?
Ia mulai menyadari bahwa ia diajar supaya menjadi diam, dan pasrah, dan membisu saja”, atas apa yang terjadi atas dirinya. Hal yang sama terjadi pada ribuan orang asia, dan juga orang Australia yang tanahnya di rampas oleh orang lain. Mereka di bohongi dengan ajaran, jika pipimu yang sebelah kiri di tampar, maka berikan jugalah pipi kanan.
Yesus yang memakai Mahkota emas yang indah, yang diam diantara para uskup-uskup itupun tidak segera memberi jawab kepada si kusta. ia berusaha untuk mencari tahu sendiri, dan bertanya kepada Yesus, apakah benar bahwa ia harus membiarkan tanahnya di rampas oleh orang lain. apakah ia harus duduk diam di tempat yang kotor itu. Apakah ia harus duduk diam dan menunggu belas kasihan dari orang lain, dan berdiam diri, menaati peraturan-peraturan penguasa militer di negaranya? Apakah benar itu yang Yesus inginkan? Itu mustahil dan Pasti bukan, dan ternyata Yesus yang ia kenal itu tidak pernah memberikan jawaban.
Penderitaan sudah menjadi hal biasa dan menjadi cirri mereka. Di asia banyak orag yang lapar, tidak memiliki tempat tinggal, menganggur dan buta huruf, dihina direndahkan. Orang-orang kecil yang di tindas, tidak memiliki hak. Mereka yang ditipu, dan semua penderitaan mereka. Penderitaan yang telah menjadi jiwa dan kebudayaan rakyat. Ia mencoba menguraikan semua hal yang ia ketahui kepada Yesus. Ia menceritakan semua sejarah asia yang penuh dengan penderitaan, kebudayaan juga yang erat dengn penderitaan, tetapi tidak satupun yang membuat Yesus keluar dari kebisuan. Yesus yang ia kenal inipun tetap diam tidak memberikan jawaban.
Ia hanya menemui Yesus yang mati, tidak mau menjawab, yang di pangkuan maria, yang memakai mahkota emas, yang diam di tengah-tengah para uskup yang kaya, dengan mata yang kosong, dan yang bisu, yang adalah patung.

Siapakah Yesus yang sebenarnya?
Apa yang si kusta ceritakan, Itu semua tidak membuat Yesus tertarik, dan ia mulai memahami, bahwa Yesus yang ada di patung itu bukanlah Yesus yang sebenarnya. Yesus itu tidak sama dengan para rahib-rahib yang membakar diri, biksu, dan para pejuang yang ada di asia. Dan si kusta mulai pelan-pelan sadar, bahwa Yesus yang mereka kenal selama ini, bukanlah Yesus yang sesungguhnya. Yesus yang sesungguhnya tidak tertarik dengan masalah kebudayaan atau sejarah mereka. Yesus itu sungguh berbeda.

Jadi siapakah Yesus sebenarnya?
Ia akhirnya menemukan satu kenyataan yang mengejutkan. Yesus yang bermahkota emas itu, bukanlah Yesus yang sesungguhnya. Yesus yang bermahkota emas itu adalah Yesus bohongan yang dipalsukan oleh kekayaan-kekayaan dunia ini. Yesus yang sebenarnya ternyata ada bersama dengan rakyat yag ada dalam penderitaan. Yesus pun pada akhirnya telah berbicara. Mahkota emas itu telah lenyap dan kini ia sedang memakai satu mahkota duri. Wajahnya kering dan penuh dengan penderitaan. Kata-katanya juga memohon belas kasihan, allahku-allahku, mengapa engkau meninggalkan aku? Inilah Yesus sejati.
Yesus sedang berjuang untuk meraih kemerdekaan, keadilan dan demokrasi. Yesus sedang berusaha memampukan rakyat untuk tetap beriman kepada Allah kasih. Ia sedang berada di antara si kusta dan si pengemis. Yesus yang sesungguhnya telah lama terkurung dalam batu patung untuk waktu yang sangat lama. Yesus sejati adalah Yesus yang juga menderita. Ia tetap sama, seperti pada waktu ia disalib. Cerita tentang Yesus adalah cerita tentang penderitaan rakyat. Si kusta inilah yang akhirnya menerangkan siapa Yesus itu.
Rakyat yang menyingkapkan dimana Yesus berada. Rakyat sangat dekat dengan Yesus karena Yesus selalu berbicara tentang kebenaran. Yesus tidak memberitahukan mengapa rakyat menderita, tetapi rakyatlah yang memberitahu kita Yesus mengapa ia harus menderita. Yesus telah menderita dan mati bagi rakyat. Kematian yang sungguh menggerakkan hati banyak orang. Tetapi kemudian ia juga yang memecah kesunyian, dan dari mulutnya sendiri kata-kata berkumandang. Akulah kebangkitan dan hidup. Kehidupan diberitakan dari dalam dunia yang dicengkram kematian. Sang mesias telah bangkit. Ia merangkum kehendak untuk hidup dan dan untuk hidup kekal.
Yesus adalah cinta kasih Allah yang menciptakan dunia ini. Yesus tetap menyentuh hati rakyat, dan rakyat juga menyentuh hati Yesus.Yesus ada, hidup dan menjadi nyata pada waktu Allah dan rakyat mencapai satu sama lain untuk mendatangkan suatu dunia baru dari reruntuhan dunia yang lama. Yesus adalah peristiwa yang terjadi antara Allah dan manusia. Yesus adalah terang keselamatan Allah. Yesus yang sebenarnya adalah suatu perkara doa dan bukan perkara dogma. Yesus yang sesungguhnya membangkitkan suatu permintaan dan bukan suatu gagasan. Dan Yesus yang sebenarnya ketika dilihat adalah pngakuan iman, Yesus adalah imanuel,Tuhan beserta kita.

Bagaimana Yesus Menjadi Jawaban Bagi Orang-Orang di Indonesia?, (khususnya orang tertindas)
Suatu refleksi atas tulisan C.S. Song “Oh Yesus Sini Bersama Kami”

Teologi yang menjawab kebutuhan rakyat?
Dari gambaran C.S.Song di atas “Yesus sini bersama kami”, ini menunjukkan satu realitas di bumi asia, yang membutuhkan suatu rumusan teologi yang menjawab pergumulan konteks asia yang bergumul dengan masalah penderitaan, ekonomi, keadilan. Totalitas kehidupan seperti ini adalah bahan baku untuk Teologi di Asia. Teologi terlibat dengan persoalan-persoalan konkrit yang mempengaruhi kehidupan dalam totalitasnya. Tidak ada persoalan yang terlalu kecil ataupun terlalu remeh bagi teologi . Teologi harus bergumul dengan dunia, bukan dengan sorga. Kita tidak dapat berteologi di ruang kosong. Teologi selalu merupakan usaha untuk menjawab kebutuhan, di buminya sendiri.
Teologi di Indonesia tidak lagi melulu membahas isu utama dalam doktrin-doktrin Kristen, masalah tritunggal, gereja, sakramen, baptisan dari sisi filosofisnya. Tema-tema seperti ini adalah konsumsi orang-orang intelektual, tetapi tidak menyentuh kehidupan yang nyata dari orang Indonesia yang mayoritas pendidikannya masih rendah. Perjuangan hidup yang keras di Indonesia serigkali justru terabaikan dari tema-tema teologi, bahkan samasekali justru terlupakan. Tema-tema doctrinal ini tetap adalah sesuatu yang sangat mendasar bagi iman, tetapi bagaimana tema-tema mendarat dan bisa menjawab kebutuhan dan berimplikasi dengan perjuangan hidup reel yang keras, tidak boleh diabaikan. Sampai saat ini, teologi masih sangat sedikit yang berusaha menjawab kebutuhan ini. Orang Kristen umumnya tidak melihat arti “teologis” dalam pasar yang hiruk pikuk dimana disana orang tawar menawar harga ayam.
Teologi di asia harus dimulai dengan segala hal yang berkenaan khususnya dengan manusia, karena di dalam manusialah Allah secara teologis terlibat. Teologi akan mati kalau diceraikan dari kehidupan manusia . teologi kita harus bersaksi tentang penderitaan manusia yang mengharapkan Allah. mustahil bagi kita untuk mengatakan bahwa Allah tidak memperhatikan penderitaan manusia, sebab Yesus sangat memperhatikan orang-orang miskin, bahkan justru Yesus paling dekat dengan orang-orang yang hatinya hancur (seperti pelacur, dan pemungut cukai). Gereja di Indonesia, juga berada di tengah-tengah atau diantara kesengsaraan, penindasan, penderitaan, ketidakadilan, yang bukan hanya terjadi pada orang-orang di luar gereja, tetapi juga di antara jemaat sendiri yang sungguh-sungguh membutuhkan bantuan.
Teologi tujuannya adalah untuk menjawab kebutuhan manusia, bukan untuk menjawab kebutuhan Allah sebab Allah tentu tidak membutuhkan teologi. Teologi yang memuliakan Allah, bukan berarti hanya berbicara tentang atribut-atribut Allah yang mahakuasa di surga, tetapi bagaimana supaya manusia benar-benar dapat merasakan bahwa Allah itu mahakuasa di dalam kehidupannya di bumi, tanpa harus menunggu masuk surga untuk melihat kemuliaan Allah.
Allah memberikan firman Nya untuk dipelajari sebagai jawaban dari persoalan hidup manusia. lantas kalau setelah kita mempelajari firman Allah, itu tidak menjawab kebutuhan pengenalan kita akan Allah, dan juga tidak menjawab kebutuhan pergumulan kita di dalam masyarakat, lantas apa yang dikerjakan selama ini? gereja hadir untuk melayajni Allah, dan tugas teologi adlaah untuk menolong gereja mengembangkan visi Allah bagi kehidupan manusia.
Teologi harus menemukan titik temu antara iman dengan kehidupan duniawi, yang seringkali tidak jelas dan seolah-olah benar-benar terpisah. Teologi membutuhkan penelitian yang lebih lanjut, apa artinya menjadi orang Kristen di tengah-tengah penderitaan di dunia Indonesia. Alkitab tidak hanya mengajarkan tentang keselamatan jiwa, seperti pemahaman misi tradisional, tetapi Alkitab juga menekankan adanya keselamatan fisik. Yesus mengajarkan teologi yang sangat menarik kepada orang-orang miskin yang mengalami kekhawatiran atas hidup mereka di bumi: carilah dahulu kerajaan Allah, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Bagaiman hal ini diterapkan bagi orang-orang yang mengalami kekhawatiran di Indonesia? Teologi harus memikirkan lebih dalam lagi.

Yesus Yang Membangkitkan Semangat Kaum Lemah Di Korea
(contoh tentang: Yesus yang menjadi jawaban)
Tidak ada rujukan dalam tulisan diatas konteks yang sedang diangkat oleh Song, tetapi melihat latar belakang song, seorang Taiwan, maka gambaran orang miskin tersebut adalah dari Taiwan atau daerah yang cukup dekat dengannya korea.
Sebagai perbandingan, yang sangat mirip dengan orang situasi di atas adalah kaum minjung di korea. Rakyat kecil di korea yang berbeda dengan rakyat kecil di Indonesia. Di dalam sejarah bangsa korea, rakyat kecil/ kaum minjung bukanlah satu keadaan yang statis melainkan dinamis dan hidup. Mereka tidak berpangku tangan dan secara fatalistis menerima nasibnya, mereka pun tidak menderita secara pasif. Bahkan sejarah korea membuktikan bahwa kaum minjung adalah tiang penopang pertahanan korea ketika ada perang. Namun setelah perang berhenti, kaum minjung tersingkirkan dan dilupakan oleh bangsnya sendiri yang dari kalangan teratas. Bukan hanya diabaikan, dalm sejarah mereka setelah berhasil menyelamatkan bangsanya dari jajahan bangsa asing (tahun 1600an misalnya dari jepang), pernah kaum minjung justru mengalami penghianatan oleh bangsanya sendiri, dimana pada saat mereka menuntut hak mereka dengan revolusi, pemerintah yang kewalahan menyerahkan mereka untuk ditindas oleh tentara jepang yang sengaja dibiarkan pemerintah 1894 untuk berkuasa.
Minjung adalah mereka yang telah memprotes dan memberontak terhadap situasi mereka yang ditindas. Mereka selalu berusaha untuk melepaskan diri dari situasi yang sulit, menyengsarakan, di abaikan,tetapi seringkali perjuangan mereka ini justru mendatangkan penindasan yang lebih parah. Akibatnya para minjung tak berdaya dan menekan kerinduan mereka untuk keluar dari situasi seperti itu dan lebih baik mengungkapkan penderitaan mereka secara terbuka, lewat bahasa khusus, bahasa batiniah. Mereka dengan berbagai cara berusaha menunjukkan bahwa mereka berada dalam keadaan yang sulit dan membutuhkan belas kasihan.
Dalam “oh Yesus sini bersama kami” menggambarkan satu keadaan si kusta yang tidak berdaya, yang menderita adalah satu keadaan yang sengaja di kondisikan, dimana ia di didik untuk diam saja ketika dia diperlakukan secara tidak adil. Sekalipun ia tahu Yesus, tetapi Yesus yang diberitakan kepadanya bukanlah Yesus pembebas, tetapi Yesus yang adalah dari kalangan kelas atas, dan mengajarkan “berilah pipimu untuk ditampar”. Yesus yang bermahkota emas ini (yang sebenarnya hanyalah patung)berada di tengah-tengah para uskup yang mewah. Tetapi di dalam usahanya untuk meminta pendapat Yesus tentang dirinya, ia menemukan bahwa Yesus adalah turut berjuang untuk kebebasannya dan teman-temanya yang adalah pengemis dan kaum miskin. Penemuannya ini membangkitkan semangat dan pengharapannya kembali, sebab ternyata Tuhan Yesus bersama-sama dengan mereka merasakan penderitaanya dan turut berjuang untuk pemulihan.
Dengan keberadaan Yesus yang ada di pihak mereka, Yesus telah menjadi jawaban bagi kaum lemah, dimana semangat mereka dibangkitkan kembali oleh karena Yesus ada bersama mereka. Lebih singkatnya, sosok Yesus yang mereka kenal, telah mengubah pola pikirnya untuk bangkit dari kelemahannya sendiri, dan dengan demikian Yesus mentransformasi hati mereka.

Siapa Yesus bagi orang Kristen yang adalah agen transformasi
Orang Kristen, tugas utamanya adalah sebagai agen transformasi yang bertugas sebagai pembawa berita Yesus yang menjadi jawaban. Tetapi sebelum menjawab lebih jauh secara teologis bagaimana Yesus harus menjadi jawaban bagi pergumulan orang miskin di Indonesia, penting untuk memikirkan terlebih dahulu tentang siapakah Yesus bagi kita sendiri. Teologi mempunyai banyak atribut tentang pribadi Yesus. Yesus adalah juruselamat. Yesus adalah Tuhan. Yesus adalah mesias. Yesus adalah raja. Yesus adalah manusia. Yesus adalah guru. Yesus adalah sahabat. Yesus adalah bapa kita. Yesus segala-galanya. Siapakah Yesus bagi diri teolog sendiri? setelah itu baru ia dapat memikirkan Siapakah dan seperti apakah Yesus bagi orang-orang Kristen di Indonesia/ kita?
Ternyata, di dalam gambaran Song, Yesus yang sama bisa berbeda di hadapan orang. Ketika pertanyaan ‘siapakah Yesus’ di lontarkan kepada pendeta, jemaat awam, teolog, orang miskin dan mahasiswa teologi, mereka memberikan jawaban yang berbeda-beda, sesuai tuntutan pribadi masing-masing. Maka ketika orang Kristen berbicara mengenai Yesus, maka Yesus yang ia tampilkan juga adalah Yesus yang sesuai dengan pandangannya sendiri. tetapi melihat hal ini, artinya dengan demikian ini menunjukkan bahwa seharusnya hal ini juga membuktikan bahwa Yesus telah bisa menjadi jawaban bagi setiap mereka yang mengaku tentang siapa Yesus bagi mereka (kecuali kalau ada yang mengatakan bahwa Yesus adalah musuh). Dengan begitu kita bisa bertanya; kalau Yesus bisa menjadi jawaban bagi kita, dapatkah ia juga menjadi jawaban bagi orang-orang miskin itu?
Dengan pengenalan yang benar terhadap Yesus, tugas yang berikutnya adalah, bagaimana dengan gambaran Yesus yang dikenal setiap pribadi ini dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Bagaiman setiap orang benar-benar hidup dengan iman. Tugas sebagai orang peracaya yang tidak bisa tidak adalah: merumuskan dan menyusun dan menyatakan dengan tegas iman yang kita dapat hayati, dan belajar untuk hidup di atas iman yang kita hayati, dan juga belajar untuk hidup atas dasar iman yang kita bangun dan nyatakan dengan jelas.

Yesus bagi kelas bawah di Indonesia
Banyak orang Kristen masa kini bertindak seolah-olah adalah mungkin untuk mebagi-bagikan Yesus, di satu sisi menerima Yesus menjadi Juruselamat pribadiNya namun disisi lain mengabaikan-Nya sebagai Tuhan. Namun Yesus Kristus adalahpribadi yang utuh. Oleh sebab itu, orang-orang percaya harus menerima-Nya secara utuh sebagai Tuhan dan Juruselamat, tidak dengan dengan terbagi-bagi.
Yesus membebaskan banyak orang dari kemiskinan dan penderitaan fisik di jamannya, walaupun tidak ada catatan bahwa Yesus menghapuskan kemiskinan seluruhnya, dan Tuhan tidak selalu memberikan apa yang diinginkan atau diminta orang banyak. Tetapi Yesus seringkali sangat mengistimewakan perhatiannya kepada orang-orang miskin dan lemah, bahkan mengidentifikasikan dirinya sebagai orang-orang tersebut. Mat 25:35-46. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; Ini menunjukkan keprihatinan Yesus yang sangat mendalam terhadap orang-orang yang terabaikan, dan tugas ini diserahkan kepada gereja. tetapi yang tetap akan menjadi pertanyaan adalah “dapatkah gereja di Indonesia benar benar menjadi gereja untuk kaum miskin,ikut serta dalam masalah-masalah dan kesengsaraan kaum miskin, dan hidup dalam solidaritas bersama mereka? Mungkinkah gereja mulai ikut ambil bagian dalam mengalami nasib dan perjalanan kaum miskin di Indonesia yang pada saat yang sama berjuang untuk mencapai kemanusiaan sempurnanya? Masih mungkinkah bagi gereja-gereja di Indonesia hidup menderita bersama rakyat yang menderita?”

KESIMPULAN
Kristologi memberikan jawaban bagi orang-orang yang tertindas di Indonesia. Di mana di dalam Kristus kita mendapatkan semuanya apa yang kita inginkan walaupun tidak langsung di jawab pada saat kita memintanya, tetapi akan dijawab pada waktu yang sudah ditentukan oleh Allah. Keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia sudah merupakan jawaban dari segalanya yang dialami oleh orang-orang di Indonesia, di mana dengan keselamatan yang dari pada-Nya, semua orang yang tertindas telah mengalami kebebasan di dalam Dia, Dia telah membebaskan semuan umat manusia dari penderitaan, kemiskinan, bahkan penindasan tesebut sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar