PENGERTIAN
DISPENSASIONALISME DAN DISPENSASIONAL
Dispensasionalisme adalah sebuah sistem teologi, sebuah metode penafsiran Alkitab, dan itu
‘mempengaruhi pemahaman terhadap bagian-bagian kitab suci termasuk doktrin’[1].
Sederhananya, dispensasionalisme adalah mereka yang mempertahankan atau
meyakini adanya doktrin dispensasi-dispensasi dalam Alkitab. Dispensasionalisme
merupakan suatu sistem penafsiran Alkitab yang berusaha untuk mendirikan
kesatuan dalam kitab suci melalui focus utamanya tentang anugerah Allah. Sistem penafsiran penganut dispensasionalis
menekankan dua prinsip utama, yakni[2]:
mempertahankan metode penafsiran secara harafiah dan konsisten, dan
mempertahankan pemisahan antara Israel dan gereja. Dispensasionalisme sangat
berpengaruh terhadap kaum fundamentalisme di amerika.
Sedangkan istilah suatu dispensasi artinya adalah ‘suatu masa ketika
ketaatan manusia terhadap penyataan kehendak Tuhan tertentu itu diuji. Ada
tujuh dispensasi dalam Alkitab yang berbeda-beda’. Namun menurut Charles Ryre,
ini adalah suatu defenisi yang tidak lengkap yang menyebabkan para
dispensasionalis banyak diserang. Menurut Ryre Kata dispensasi secara etimologi
artinya adalah “suatu pemisahan ekonomi dalam melaksakan tujuan Allah”[3]. dispensasionalisme memandang dunia sebagai
rumah yang dikelola oleh Allah. Dalam rumah tangga duniaNya, Tuhan mengatur
atau menyelenggarakan sendiri urusan sesuai kehendakNya sendiri berupa
tahapan-tahapan perjalanan waktu. Perubahan tahapan ini menandai setiap sistem
pengaturan yang berbeda dalam penyelesaian seluruh rencananya; dan berbagai
sistem pengaturan yang berbeda-beda ini membentuk dispensasi-dispensasi”.
Rumusan ini lahir dari bentuk penafsiran yang memandang alkitab “bukan sebagai
buku pegangan teologis melainkan pembeberan penyataan Tuhan secara terus
menerus menggunakan pelbagai sarana zaman demi zaman secara berturut-turut”
PERKEMBANGAN DAN LATAR
BELAKANG SEJARAH DISPENASIONALISME
Gerakan dispensasionalisme sebenarnya cukup baru, walaupun asal-usul ide
tentang adanya dispensasi ini sudah sejak lama. Latar belakang teologi
dispensasi telah melalui sejarah yang panjang, namun para tokoh-tokoh
sebelumnya yang membagi sejarah Alkitab tidak menganut paham bahwa pembagian
sejarah tersebut mengakui adanya perbedaan cara kerja Allah. Beberapa tokoh
penting di dunia kekristenan sejak abad-abad awal kekristenan telah menemukan
adanya semacam dispensasi-dispensasi di dalam Alkitab. diantranya adalah;[4]
junstin martir, melihat adanya perbedaan ekonomi dalam Perjanjian Lama;
ireneaeus menemukan empat prinsip kovenan pada umat manusia, clement of
aleksandria mengidentifikasi adanya empat dispensasi: periode
adam-nuh-abraham-musa. C.Ryre juga mengakui bahwa ide tentang
dispensasionalisme diadopsi dari penjelasan dari bapa-bapak gereja walaupun
mereka tidak bisa dikatakan penganut dispensasionalisme.
Beberapa penulis telah juga membagi sejarah Alkitab menjadi beberapa
periode atau jaman. Skema yang mereka buat umumnya masih lebih sederhana dan
jumlah periode jaman yang dibagai masih relative sedikit. Wiliam cave[5]
(1633-1713), mencatat tentang pembagian periode sejarah: periode
partriarkal(para bapa), mosaikal(musa), dan evangelical. Piere Poitret[6]
(1646-1719) mulai mendaftar pembagian zaman lebih teperinci mendaftar 6 periode
zaman: penciptaan, dosa, pemulihan sebelum inkarnasi Kristus, kerjasama dengan
karya Allah, dan takdir dunia. namun walaupun ada pembagian periode waktu
seperti ini, para pendahulu ini tidak menganggap pembagian perode waktu ini
membedakan cara kerja Allah.
Pembagian sejarah menyajikan skema dispensasional ini telah dilakukan
penulis lain yang hampir sejaman piere poitret, diantarnya termasuk John Edward
(1673-1716), issac Waats (1674-1748). Namun Pengembangan hermenutika dan
teologi dispensasional yang sesungguhnya adalah John Nelson Darby (1800-1882).
Darby seorang yang memiliki latar belakang pendidikan hukum dan kemudian
beralih menjadi seorang pendeta jemaat dan teolog[7].
Ia seorang yang ahli dalam bidang organisasi. Latar belakang inilah yang
mungkin membawanya pada kesimpulan bawha Allah juga memiliki sistem
organisasiNya sendiri, khususnya lewat dispensasi-dispensasi seperti yang telah
di catat dalam Alkitab.
PANDANGAN UTAMA
DISPENSASIONALISME
Para dispensasionalis pada umumnya membagi sistem dispensasional menurut
Alkitab menjadi tujuh bagian, dengan cara yang penekanan berbeda-beda
Piere
Poitret
|
John
Edwards
|
Issac
Watts
|
J.N.Darby
|
J.H.
Brokes
|
James M.
Gray
|
C.I.
Schofield
|
Penciptaan-air
bah (bayi)
|
Suci
|
Suci
|
Zaman
Firdaus [sampai air bah]
|
Eden
|
Eden
|
Suci
|
Kejatuhan
adam
|
Masa adam
setelah kejatuhan
|
Zaman
kuno
|
Kuno
|
Hati
nurani
|
||
Air
bah-musa (kanak-anak)
|
Zaman Nuh
|
Zaman nuh
|
Nuh
|
Pathriarkal
|
Pathriarkal
|
Pemerintahan
manusia
|
Zaman
Abraham
|
Zaman
Abraham
|
Abraham
|
Janji
|
|||
Musa-nabi
nabi (remaja)
Nabi-Kristus
(pemuda)
|
Zmn musa
|
Zaman
musa
|
Israel:
hukum
imam
raja
|
Zaman
musa
|
Musa
|
Hukum
|
Dewasa –
tua
|
Kristen
|
Kristen
|
Non
Yahudi
|
Mesianik
|
Gereja
|
Anugrah
|
Roh
|
Roh kudus
|
|||||
Renovasi
segala sesuatu
|
Milenium
|
Milenial
|
Milenial
|
Kerajaan
|
||
Kepenuhan
dr waktu
|
||||||
Kekal
|
Bagaimana dispensasi-dispensasi ini terjadi adalah adanya pengaturan
Allah yang sengaja memberikan pertanggungjawaban kepada manusia ebagai
administrator di dunia. apabila manusia menaati Allah sesuai peraturan dalam
dispensasi tersebut, maka Allah menjanjikan berkat; apabila manusia tidak
mentaati Allah, Ia menjanjikan hukuman. Jadi ada tiga aspek yang biasa terlihat
dalam suatu dispensasi: ujian, kegagalan, penghukuman. Dalam setiap dispensasi
Allah menguji manusia, manusia jatuh dan ada penghukuman.
Semua
tahap ini merupakan sistem pengaturan, penatalayanan-penatalayanan, atau
dispensasi-dispensasi dalam membeberkan tujuanNya[8].
Apa yang menandai beraneka sistem pengaturan dalam penyelesaian tujuan Allah
dan yang membedakan aneka sistem pengaturan tersebut satu sama lain, adalah
rangkap dua. Pertama, kondisi relasi Tuhan dengan dunia menentukan tindakan
Tuhan dalam setiap sistem pengaturan, dan kedua, kewajiban yang harus
dijalankan manusia mentertai setiap relasi yang berbeda ini. kedua cirri ini
erat kaitannya dengan penyataan Tuhan yang berbeda-beda itu sepanjang sejarah
dan sekali lagi memperlihatkan kaitan antara dispensasi satu dengan dispensasi
lain serta tahap-tahap perkembangan penyataan.
Adapun tiga cirri yang membedakan
dispensasi satu dengan yang lainnya[9];
1) perubahan relasi pemerintahan Tuhan dengan manusia 2) perubahan kewajiban
manusia yang terjadi akibat perubahan tersebut, 3) penyataan terkait yang
diperlukan menyebabkan perubahan tersebut.
Inti dari dispensasi tidak terletak pada jumlah pembagian dispensasi,
melainkan pentingnya penatalayanan. Dengan cara ini dispensasionalisme yakin
dapat mengetahui bahwa kesatuan tujuan Tuhan dan keanekaragaman pembeberannya.
HERMENEUTIKA
DISPENSASIONALISME
Penganut dispensasi memegang pentingnya penyataan progresif, yang
menyatakan bahwa pean Tuhan kepada manusia tidak diberikan sekaligus melainkan
disampaikan secara bertahap dan berurutan melalui pikiran dan tangan orang
banyak yang memiliki macam-macam latar belakang. Prinsip penyataan progresif
itu sendiri terlihat jelas dalam Alkitab sendiri[10].
kebenaran Tuhan tidak dinyatakan secara sekaligus. Pada tahap penyataan
menunjukkan cara Tuhan ayang berbeda-beda pada jaman yang berbeda. Penafsir
Alkitab harus cemat mengamati keprogresifan penyataan ini. Menurut para dispensasionalis Alkitab adalah
suatu pembeberan penyataan Tuhan seara terus menerus dari jaman ke jaman secara
berturut-turut, jadi tidak bisa memaksakan hal-hal yang bersifat kontradiktif
dalam Alkitab.
Maka sesuai dengan model seperti ini ada tiga hal yang menjadi factor
mutlak yang harus dipegang dispensasionalis: 1. Memepertahankan perbedaan antara Israel dengan gereja.
dispensasionalis menekankan bahwa Israel selalu menunjuk pada keturunan yakub
secara fisik dan tidak pernah dikaitkan dengan gereja, dalam pengertian
dirohanikan untuk menunjuk pada gereja. mereka meyakini bahwa Allah memiliki
program yang khusus bagi Israel dan program khusus bagi gereja secara
tersendiri. Perintah untuk yang satu, bukan untuk yang lain, dan janji yang
satu juga bukan untuk yang lain.
2. Pembedaan ini lahir dari suatu sistem
hermeneutika yang bisanya disebut penafsiran harafiah. Penafsiran harus
dilakukan secra konsisten, termasuk dalam hal studi eskatologis. Alasannya
adalah, di samping konsistensi, penafsiran ini mendemonstrasikan keharafiahan
nubuatan yang telah tergenapi pada waktu kedatangan Kristus yang pertama kali.
itu merupakan alasan untuk mengharapkan penggenapan nubuatan berkaitan dengan
kedatangan krsitus yang keduakali yang secara harafiah pula.
3. kesatuan biblical. Kesatuan
tema dalam Alkitab adalah kemuliaan Tuhan. Pada setiap zaman atau dispensasi,
Allah telah menyatakan kemuliaanya, dimana hal itu menyatukan tema dari kitab
suci. Hal ini mencerminkan pemahaman atas tujaun pokok Allah dalam semua
hubunganNya dengan umat manusia untuk memuliakan diriNya melalui keselamatan
dan tujuan-tujuan lain juga.
EVALUASI TERHADAP
DISPENSASIONALISME
Dispensasionalisme telah menjadi sebuah sistem di dalam teologi. Ini
adalah suatu kekuatan yang menguntungkan dimana dispensasionalisme berhasil
menyatukan dan mengintergrasikan seluruh kesaksian Alkitab menjadi satu
kesatuan yang utuh. Dispensasionalisme juga telah berusaha secra serius
menerima gagasan mengenai Wahyu yang bersifat progresif dan telah mengembangkan
sebuah teologi yang didasarkan atas gagasn ini. “struktur dispensasional
kadang-kadang secara gamblang digambarkan sebagai anak tangga, dimana setiap
dispensasi merupakan satu langkah ke atas”[11].
Hal ini mengungkapkan bahwa Allah tentu mengungkapkan kebenaran-kebenaran
seiring berjalannya waktu, dan para dispensasinalis mengakui hal ini.
Kelemahan dari keyakinan yang dipegang kuat oleh dispensasionalis, yakni
gereja merupakan sesuatu yang sulit untuk diterima apalagi dipertahankan.
Tulisan Paulus dalam Galatia 3, dan roma 9, menunjukkan bahwa gereja adalah
yang akan menjadi ahli waris terhadap janji-janji Allah yang pada awalnya
diberikan kepada orang Israel. Hal ini menunjukkan akan adanya kelanjutan dan
kesmaan antara gereja dengan keturunan Abraham alam Perjanjian Lama. Dengan
demikian, pemisahan yang dilakukan oleh dispensasionalis sulit untuk
dipertahankan.
Penganut dispensasionalis juga jatuh ke dalam penafsiran yang terlalu
literalis, dan jatuh ke dalam ekstrim lain dalam memandang cara kerja Allah.
penekanan pada setiap dispensasi yang mementingkan ujian ketaatan manusia,
membatasi cara kerja Allah. Alkitab
melukiskan dengan jelas dari awal sampai akhir, bahwa “iman” memegang peranan
paling penting dalam hal keselamatan, dan ini menjadi kekuatan yang dipegang
teologi covenant. Tidak bisa diabaikan bahwa, Alkitab mencatat bahwa Allah
mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian dengan manusia seperti adam, nuh,
dan Abraham, atau daud. Perjanjian-perjanjian ini tidak sejalan dengan konsep ujian
ketaatan kaum dispensasionalis.
KESIMPULAN
Teologi dispensasionalis memiliki
satu keunikan yang tidak dimiliki oleh teologi dogmatic yang lain. dalam
beberapa hal, tafsiran dispensasionalis misalnya tentang kekhususan Israel,
tampaknya sulit untuk dibantah. Dispensasi-dispensasi yang di buat oleh
dispensasionalis, khususnya dalam Perjanjian Lama juga merupakan satu penemuan
yang menakjubkan, dan perlu untuk diperhatikan, sekalipun harus di kaji kembali
dengan lebih kritis. Teologi dispensasionalis cukup mendapat tempat di kalangan
pemikir-pemikir Kristen, dan dalam beberapa hal tertentu mereka menjawab
pertanyaan yang sulit dijawab oleh sistem teologi lain, misalnya ketegasan
Allah akan yang menuntut ketaatan manusia.
Kesalahan yang sangat rawan terjadi bagi penganut
dispensaional adalah, memungkinkan adanya perbedaan jalan keselamatan yang
dipakai oleh Allah, ini secara tidak langsung implikasinya adalah konsep Allah
yang akhirnya menjadi tidak konsisten. Selain itu, masih banyak hal/ doktrin yang
dikorbankan oleh teolog dispensasional demi mempertahankan literalisasi
alkitab. Tetapi di dalam hal-hal tertentu, teologi dispensasional telah
menyumbangkan pemikiran-pemikiran, penemuan-penemuan mereka dalam Alkitab yang bermanfaat bagi
kehidupan
DAFTAR
PUSTAKA
Enns,
Paul.
2007. The Moody Handbook Of Theology,
terj. Rahmiati Tanujaya.
Malang: SAAT.
Erickson, Milliard J. 2000. Pandangan
Kontemporer Dalam Eskatologi. Malang: SAAT.
Ryre, Charles. 2005. Dispensasionalisme, Dari Zaman Ke Zaman. Malang: GAndunm
Mas.
Wongso, Peter. 1989. Hermeneutika Eskatologi. Malang: SAAT.
[1]
Peter wongso,Hermeneutika Eskatologi (Malang: SAAT,
1989) hlm 139
[2]
Paul enns, The Moody Handbook Of Theology, terj.
Rahmiati Tanujaya, (Malang: SAAT, 2007)151
[3]
Charles Ryre, Dispensasionalisme, Dari Zaman Ke Zaman,
terj.Ednyahswarawati (Malang: GAndunm Mas, 2005)hlm. 33
[4]
Paul Enns,
[5]
Milliard J.Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi,
terj. Fenny feronica, (Malang: SAAT, 2000) hlm. 142
[7]
Ibid. 143
[10]
Ibid hlm. 43
[11]
Milliard J.Erickson, 156
Tidak ada komentar:
Posting Komentar